Prolog

51 1 0
                                    

Setitik cahaya tampak di ujung jalan. Putih. Semakin lama semakin berpendar mengisi seluruh ruangan yang saat itu diliputi kegelapan total.

Dari titik dimana cahaya itu berasal, tampak seorang pemuda yang berdiri tegar. Pakaian zirah khas white knight dan sebuah pedang yang tergenggam erat ditangannya bersinar ditengah cahaya.

"Apa kau yakin dengan keputusanmu? Mewariskan sumber kekuatan tanpa batas pada orang-orang yang tak mengerti, sama halnya dengan kau telah putus asa!"

Sebuah suara bergema diselingi tawa memecah keheningan. Pemuda itu memejamkan matanya. Tenang. Tampak sebuah keyakinan dalam raut wajahnya yang tanpa beban.

"Itulah pilihanku," katanya setenang suasana di tempat ia berdiri.

"Kau telah membuat kesalahan dengan menentangku, jangan menjadi bodoh karena mempercayai makhluk-makhluk lemah sebagai harapan. Mereka hanya budakku! Dan kau..." suara itu terdengar semakin angkuh, "...sebaiknya kau juga menyerah saja!"

Udara sekitar beredar dengan tak wajar. Tempat dimana kaki pemuda itu berpijak, hanyalah sebuah warna putih yang membuatnya tampak melayang di ruangan bebas. Ruang hampa.

"Menyerah?" tanya pemuda itu datar, "apa dengan menyerah kedamaian akan kembali?"

Sebuah tawa membahana mengisi udara. "Ya! Kedamaian akan tunduk di bawah kekuasaanku. HAHAHA!!" sang white knight menghela nafas.

"Kalau jawabanmu serendah itu, jangan harap aku akan menurutimu!"

Bersamaan dengan selesainya pernyataan itu, perlahan kabut hitam menjalar, menyebabkan setengah zona kembali ditelan kegelapan. Samar tetapi pasti, seseorang berpakaian serba hitam terlihat di balik kegelapan kabut itu. Kerudung jubah menutupi wajahnya.

"Kalau begitu, tunjukkan padaku seberapa besar kesanggupanmu!" tantang sosok yang merupakan perwujudan suara sebelumnya. Ia membentuk kuda-kuda siap menyerang. Mata pedang hitam menjulur dari tangan di balik jubahnya yang dilapisi aura jahat.

Sang white knight mengambil posisi siaga. "Sesuai permintaanmu." ujarnya. Pancaran cahaya di sekujur tubuhnya semakin menyilaukan.

Dalam hitungan detik keduanya telah melesat dengan kecepatan kilat. Sebuah ledakan dahsyat terjadi ketika dua kekuatan bertabrakan menghamburkan bias hitam dan putih kesegala arah.

=====

"Terang telah kembali gelap di duniamu. Kami yang sempat tertawa, harus kembali merintih dan menelan air mata darah atas apa yang terganti. Dapatkah kau jadi cahaya baru kami?"

=====

Seorang remaja tenggelam dalam hening di sebuah bangku perpustakaan. Rambut coklat kemerahan menutupi seluruh wajahnya yang dibenamkan dalam lipatan lengan di atas meja. Jari-jarinya tampak memainkan sebuah pensil tanpa gerakan yang berarti, sesekali mengetuk-ngetukannya pada buku besar yang tertindih tubuh malasnya.

Detak jam dinding menghiasi ruangan sepi yang hanya dipenuhi ratusan buku berjajar rapi dalam setiap raknya. Tak seorangpun bersama remaja itu sejak beberapa jam lalu. Dan kini ia kelelahan, begitu lelah hingga tak menyadari ada sesuatu yang mendekatinya.

"Hikaru!" seru seseorang yang langsung menghambur masuk setelah bunyi letusan kecil dalam ruangan.

"Kau tak apa-apa Shinji?" tanya seorang gadis yang mengekor di belakangnya.

Remaja bernama Hikaru itu mengangkat kepalanya. Mata coklatnya tampak sayu tersorot cahaya redup lampu baca. Dua orang yang baru datang menatapnya cemas.

"Kalian..." gumam Hikaru sambil menguap, "kenapa?" Dua orang itu melongo.

Mereka adalah remaja sebayanya. Yang pertama pemuda berambut hitam dengan iris mata hijau, dan seorang lagi gadis yang menunjukan ekspresi kesal, memiliki mata dan rambut sebahu berwarna biru. Namun cahaya redup ruangan itu menyamarkan warna di keduanya menjadi kemerahan. Keduanya langsung dikenali Hikaru sebagai Ryou dan Yura, dua sahabatnya yang masih ia perhatikan dengan tampang bodoh.

"Shinji!!" bentak Yura. Sebuah tinju mendarat di kepala remaja malang yang baru saja hendak menguap kedua kalinya, dan berhasil membuatnya terlonjak kaget.

Hikaru menatap sinis. Gadis di hadapannya tak sedikitpun merasa bersalah, meskipun dalam hati Hikaru menyumpahinya tapi gadis itu malah terlihat lega.

"Apa maksudmu?" tuntut remaja yang masih memegangi kepalanya itu.

"Masa kau tidak sadar Hikaru?" sergah Ryou seraya mengganti nyala lampu dengan neon yang menerangi seluruh ruangan. Hikaru menoleh, sekarang mereka tampak jelas. "Tadi ada seekor Grimmlin sudah siap dengan sabitnya kearahmu, karena itulah aku berteriak. Sayang sekali makhluk itu kabur sebelum aku menjadikannya lawan pertama."

Yura menatap kearahnya dengan pandangan mengejek. 'Beruntunglah dia kabur, kalau tidak kau pasti sudah di cincang tuan sok berani.' batin Yura.

"Hati-hatilah, makhluk kecil itu bisa ada dimana saja," kali ini Ryou memperingatkan seperti seorang berpengalaman.

Tanpa menunggu tanggapan, pemuda itu langsung berjalan kearah pojok kanan dari pintu masuk untuk memeriksa sebuah rak berisi jajaran buku bersampul hitam.

"Kau ceroboh!" tuduh Yura berhasil mengalihkan perhatian Hikaru kembali padanya. "Kami mengkhawatirkanmu bodoh!"

Sebelum temannya sempat membuka mulut, Yura menyambar sebuah buku yang masih tertindih lengan Hikaru di atas meja.

"The Real History" bisik Yura membaca tulisan di jilid buku usang yang kini berada di tangannya. Gadis itu mendelik tajam kembali pada remaja yang masih memperhatikannya dengan tak mengerti.

"Darimana kau temukan buku ini?" ia bertanya setelah mengganti isi kepalanya yang hampir menanyakan buku apa itu.

Hikaru tak menjawab.

"Shinji!?" tuntut gadis itu tak sabar.

Masih tak ada jawaban.

"Dapat!!" sorak Ryou mengejutkan dari pojokan.

"Ryou..." rengek Yura memprotes. Pemuda itu melihat kearahnya.

"Oh, maaf," ujarnya setengah bergumam.

Yura menghela nafas, "apa sih yang kau cari?"

"Hanya buku panduan penggunaan pedang dan sihir bagi pemula. Aku bermaksud mempelajarinya sebelum yang lain," jawab Ryou sambil menunjukan sebuah buku yang baru saja dikeluarkannya dari rak.

Dengan agak jengkel Yura kemabali memalingkan muka pada Hikaru.

Hikaru masih diam. Tidak biasa. Sekarang dia mematung dengan tatapan kosong.

"Shinji?" gagap Yura harap-harap cemas. Yang dipanggil sama sekali tak menjawab.

Sambil menahan nafas, Yura memberanikan diri menyentuh tangan sahabatnya itu. Dingin! Tubuhnya seperti membeku tak bernyawa.

"Shinji!!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 28, 2010 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Knight WaysWhere stories live. Discover now