30 tahun_4

8.1K 973 15
                                    

Akhirnya gue menyanggupi ajakan Aryo, asalkan gue berangkat sendiri dan langsung bertemu di rumah Padang. Dan disinilah gue, duduk di depan Aryo yang sejak tadi sibuk dengan ponsel yang menempel di telinganya.

"Gue gak bisa Ga, Lo ajak Rajata aja deh. Gue sibuk." Kata Aryo lalu memutuskan hubungannya, lalu menatap gue yang sudah sebal setengah mati menunggunya.

"Sudah?" Tanya gue.

Aryo sedikit meringis, lalu mengangguk. "Udah, mau pesan apa?" Katanya terlihat tak enak pada gue. Baguslah dia sadar karena membuat waktu gue terbuang begitu saja.

"Udah, lagi nunggu datang." Jawab gue datar.

"Aku udah dipesenin?"

Gue menggeleng, dan hal itu membuat Aryo merenggut seketika. "Ya udah gue pesen dulu." Katanya lalu pergi ninggalin gue.

Kami makan bersama dalam diam, Aryo yang kenal gue dari dulu adalah tipikal orang yang makan tanpa berusaha. Sedangkan gue, makan tanpa bicara itu seperti makan nasi tanpa krupuk. Tapi yah dari dulu gue selalu mengikuti Aryo, dia diam waktu makan ya gue diam dan sampai sekarang pun gue juga diam.

Aryo menyelesaikan makan siangnya, dan meminum es teh kesukaannya. Dia kaya, tapi sukanya nasi Padang dan es teh dari jaman SMA. Ketika anak ABG SMA sanggupnya ngajak makan mie ayam di pinggir jalan, Aryo mengajak gue makan nasi Padang paling enak di Jakarta. Dulu ya, kalau anak jaman sekarang mah kalau gak di cafe kagak mau jadi pacarannya.

"Kamu tambah cantik." Kata Aryo sebagai pembuka.

Gue memutar mata malas, dan meminum es jeruk pesanan gue. "Dari dulu juga gue cantik, mangkanya Lo suka."

Dan Aryo tertawa mendengarnya. Pria yang siang ini masih terlihat tampan itu mengeluarkan rokoknya. "Ngerokok?"

Aryo menghentikan aksi menyalakan korek api. "Lo terganggu?"

Gue mengangguk, yes gue bukan orang yang bisa diajak menghormati hak orang lain yang merokok sembarangan apalagi di depan gue. Mereka enak, gue sesek cuy. Aryo mengangguk, lalu kembali memasukkan rokoknya lalu menatap gue.

"Lo udah punya calon belum?" Tanya Aryo kemudian, dan gue udah duga dengan pertanyaan dia.

Gue menyilangkan sendok dan garpu, lalu membalas tatapan Aryo. "Kenapa?"

Aryo berdeham, "Kalau belum, gue mau maju."

"Maju?"

"Iya, gue mau pdkt atau kalau gak ya langsung aja ketemu bapak Lo." Dan seketika itu membuat gue tersedak dengan sendirinya. Anjir! Nih orang. Ngomongnya enak banget.

"Aryo, Lo gak sedang ngelucu kan?"

Kepala itu tegas menggeleng. "Kita udah dewasa kali Kalina. Gue tiga dua Lo tiga puluh. Gak ada acara mikir kayak anak ABG, pdkt, jalan, pacaran gak jelas. Kalau memang Lo oke, gue mau deh ke rumah Lo ngadep bapak Lo." Katanya seenaknya.

Gue menghela nafas panjang. "Lo tau kan, bapak gue gak suka sama Lo."

Aryo mengangguk, namun tatapannya tak berubah. "Itu kan dulu, sekarang masak tetap gak setuju."

"Mungkin aja." Kata gue mengedikkan bahu. Dan kembali meminum es jeruk yang tinggal seperipit banget untuk menghilangkan rasa gugup yang sialnya melanda gue. Sumpah demi apapun, gue gak nyangka Aryo akan langsung to the point seperti ini pada gue. Kata Fitri kagak mungkin, nyatanya sekarang terjadi. Terus gue harus apa!!!

"Kalau setuju, kamu harus mau aku lamar loh."

Tuh kan tuh kan, Aryo tuh nekat. Jangan kasih pancing kalau gak mau langsung ditangkap. Dan pancingan gue tadi tiba-tiba ditangkap dan ditarik begitu aja sebelum gue melepaskan diri.

Wanita 30 Tahun  (Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang