Zuhdan tidak percaya begitu saja. Terlebih ketika Zuhdan memergoki Anza tengah memperhatikan Anjani dengan raut khawatir. Zuhdan menajamkan pandangannya, sampai menyadari kalau ada yang tidak beres dengan Anjani.  "Ada yang nggak beres sama Anjani," komentarnya.

Anza mengangguk. "Perlu kita tanya keadaannya?"

Zuhdan menggeleng tegas. "Ini lagi pelajaran, Za. Yang ada si Anjani ngomel-ngomel kalau lo ganggu belajarnya."

Kali ini Anza setuju dengan Zuhdan. Ia pun memilih menahan diri. Sebisa mungkin Anza tetap fokus memperhatikan pelajaran. Biar nanti seusai pelajaran, Anza menanyakan keadaan Anjani.

O0O

Anjani merasa perutnya melilit sejak jam pelajaran ke-3 dimulai. Beberapa menit kemudian, Anjani merasa tidak nyaman. Terlebih gadis itu merasakan kalau roknya terasa lembab. Perasaan Anjani berubah tidak enak seketika.

Ingin rasanya Anjani mengecek ke toilet, tetapi dia tidak berani beranjak dari bangku. Karena Anjani yakin sekali, kalau noda merah pasti sudah membekas di rok abu-abunya. Anjani tidak siap kalau harus menjadi tontonan berkat noda merah tersebut. Alhasil, Anjani duduk di bangkunya sepanjang hari. Tanpa ke kantin untuk membeli makanan dan minuman, hingga membuatnya kini cukup lemas.

Anjani menghela napas ketika kelas biologinya berakhir. Ia hanya perlu bersabar menunggu hingga seluruh temannya meninggalkan kelas dan dirinya bisa berdiri dengan tenang. Sayangnya, Anjani perlu waktu cukup lama untuk menunggu karena ada satu orang yang sejak tadi tidak kunjung meninggalkan kelas. Anza Radeya Gamadi.

Anjani sudah mengetuk-ngetuk sepatu dengan tidak sabar ketika suara langkah Anza terdengar. Bagus, dia udah mau pulang, pikir Anjani. Namun, ternyata Anza tidak meninggalkan kelas. Pemuda itu justru berhenti tepat di sebelah bangkunya.

"Anjani, kamu nggak apa-apa?" tanya Anza.

Anjani terlalu lemas dan malas menjawab. Gadis itu hanya menggeleng. Asal Anza segera meninggalkan kelas.

"Kamu pucat," komentar Anza.

"Aku nggak apa-apa. Kamu pulang aja!"  balas Anjani ketus.

Perutnya kembali melilit, membuat Anjani meringis sambil meremas kembali perutnya. Tentu saja semua gerakan itu diperhatikan oleh Anza.

"Berdiri!"

Anjani cukup terkejut mendengar Anza memintanya untuk berdiri. Gadis itu dengan cepat menggeleng.

"Berdiri, Anjani!"

"Nggak!" Anjani memalingkan wajah dengan kesal. Ia sampai tidak siap ketika Anza menarik tangannya hingga dirinya berdiri.

Wajah Anjani memerah ketika menyadari Anza tengah memperhatikan rok bagian belakangnya. Gadis itu mengigiti bibirnya menahan air mata. Tidak seharusnya Anza memergokinya dalam kondiri memalukan seperti ini.

"Sudah saya duga," gumam Anza mendesah pelan. Dengan cepat pemuda itu melepas jaketnya dan melingkarkannya ke pinggang Anjani hingga menutupi noda merah di rok abu-abu Anjani. "Kenapa kamu tadi nggak izin ke toilet?"

Anjani tidak menjawab pertanyaan Anza. Gadis itu hanya menunduk dalam, tidak berani menatap Anza. "Kamu pulang sama siapa Anjani?" tanya Anza lagi.  "Dijemput?"

Kali ini Anjani menggeleng. "Kamu pulang sendiri?"

Anjani mengangguk. "Iya. Naik ojek."

Anza mendesah pelan. Ia merasa tidak tega jika membiarkan Anjani pulang sendiri dengan ojek. "Kalau gitu, kamu pulang sama--"

"Za!" Zuhdan memasuki kelas dengan napas tersengal. "Nih, obatnya!" Pemuda itu menyerahkan obat itu pada Anjani.

"Ini apa?" Anjani menatap sebungkus obat yang diberikan Zuhdan dengam raut heran.

"Saya nggak tahu itu akan meredakan sakit perut kamu atau nggak. Tapi, biasanya kalau Kakak Elbi sakit perut saat sedang menstruasi akan minum obat itu," jelas Anza. "Maka dari itu, tadi saya minta tolong Zuhdan membelikan."

Anjani menatap Zuhdan dan Anza bergantian. Sembari meremas obat tersebut Anjani menggumam, "Terima kasih."

Anza tersenyum membalas ucapan tulus Anjani. "Sama-sama."

Zuhdan hanya mendengus. Sambil melambaikan tangan, dia berpamitan. "Gue pulang duluan."

"Zuhdan, tunggu!" cegah Anza. "Lo antar Anjani pulang, ya?"

"Kok gue?" protes Zuhdan tidak terima. "Lo aja sana yang anter!"

Anza melirik Anjani dengan perasaan tidak enak. "Tapi gue udah janji mau antar Kakak Elbi."

Zuhdan mendengus keras. Ditatapnya Anjani yang tampak pucat. "Oke."

"Makasih, Zuhdan." Anza beralih menatap Anjani yang terlihat ingin protes. "Kamu pulang sama Zuhdan aja. Lebih aman."

"Tapi ...."

"Kalau sudah sampai rumah, obatnya diminum dan istirahat," pesan Anza tidak mempedulikan raut tidak terima Anjani.

"Cepat sembuh Anjani," ucap Anza sembari menepuk pelan bahu gadis itu.

Anjani hanya mampu termangu saat Anza tersenyum sebelum menghilang dari balik pintu. Anjani benar-benar membenci Anza. Terlebih karena kali ini Anza membuat detak jantungnya berpacu tidak karuan.

Ya ampun ... Anjani tidak mengerti. Perasaan hangat macam apa ini?

O0O

Anza tersenyum lebar ketika melihat Elbi menunggu di sebelah sepeda motornya. Gadis itu cemberut ketika menyadari kehadiran Anza yang sangat terlambat. "Ngapain aja sih?"

"OSIS biasa," jawab Anza sekenanya.

Elbi menatap Anza curiga. Ia yakin kalau Anza tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Menurut Elbi, sebenarnya Anza tidak pandai berbohong. Pemuda itu akan selalu menghindari kontak mata dengan lawan bicara ketika sedang berbohong.

"OSIS mulu diurusin," cibir Elbi tidak berniat mencari tahu alasan sebenarnya dari keterlambatan Anza. "Kalau ngurusin OSIS mulu, gimana mau punya pacar," seloroh Elbi dengan dada berdebar.

"Kan ada Kakak Elbi."

"Hah? Gimana?" Elbi terkejut dengan balasan Anza. Ia tidak salah dengar?

"Mau es krim? Aku yang traktir," kata Anza mengalihkan pembicaraan.

Elbi masih tertegun. Mengumpulkan semua kesadarannya, hingga tidak sadar Anza sudah memakaikan helm di kepalanya.

"Kakak Elbi?"

"Ya?" Elbi mengerjap pelan, membuat Anza terkekeh gemas melihatnya.

"Ayo naik!" Anza menepuk jok belakang motornya.

Dengan gerakan kaku, Elbi membonceng Anza. "Jangan lupa pegangan," kata Anza, membuat Elbi segera melingkarkan lengan di pinggang pemuda itu.

Anza segera menyalakan mesin motor begitu Elbi siap. Ketika sepeda motor mulai melaju, Elbi mengeratkan dekapannya dengan perasaan tidak karuan.

Ah, mumgkin yang tadi Elbi hanya salah paham. Mungkin.

.
.
.
.
Kkeut.

Buat kalian yang kangen Anza sama sepertiku... maaf karena mungkin nyaris setengah tahun Anza nggak tersentuh sampai ada jamur di mana2... hehehe... berharap kalian bersabar terus yaaaa...

With love

Fee


Something about AnzaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum