ㅡ✨14 회

Depuis le début
                                        

Ia menatap takut takut pada sang Ayah yang memandanginya tanpa secercah ekspresi diwajah. "T-Tapi Appa, aku sungguh tak ingin berbohong. Hanya saja, jika saat itu aku dan Jaehyun mengatakan yang sebenarnya, aku takut kalian akan mengusirnya."

"Lalu?" Tuan Lee berucap dengan nada dinginnya.

Sang anak mulai berkeringat dingin. Badannya yang tadi terasa panas mulai menggigil melihat tampang pria paruh baya dihadapannya. Ia sudah siap menerima konsekuensi dari ulahnya juga Jaehyun, tapi firasatnya tiba tiba menjadi sangat buruk saat ini. "Lalu...dia mengatakan jika aku kekasihnya," Taeyong berkata lirih.

Mencengkeram kuat piyama yang ia kenakan dan tak berani lagi menggulirkan mata kearah Tuan Lee. Lebih memilih menatap sprei dibawahnya sembari menahan rasa sesak yang tiba tiba menyiksanya. "Saat itu dia belum menyatakan perasaannya padaku Appa, tapi keesokan harinya Jaehyun mengatakan jika ingin menjadikanku kekasihnya."

Air mata Taeyong tiba -iba menetes, mengenai sprei berwarna putih dibawahnya. Namun dengan sigap ia menghapus liquid bening itu kasar. Tuan Lee jelas menyadarinya, dan pria mungil itu yakin sang Ayah telah kecewa padanya. "Kami...sudah berpisah Appa, dia hanya menjadikanku mainannya danㅡ"

"Cukup."

Pria paruh baya dihadapan Taeyong menepuk pundak sang anak. Beralih mencengkeram bahu si mungil hingga anak tunggalnya itu menatapnya dengan mata yang berkaca kaca. "Maafkan aku Appa, kau pasti sangat kecewa padaku. Tapi...aku hanya," Taeyong tak bisa lagi menahan tangisnya.

Menutup wajah dengan kedua tangannya, ia terisak didepan sang Ayah. "Aku menyesal Appa, sangat menyesal." Ucapnya sembari sesenggukan. Beberapa saat kemudian ia tersentak saay pria paruh baya itu memeluknya erat. Elusan tangan Tuan Lee yang tak selembut saat masih berumur 40 tahunan pada punggungnya terasa begitu menenangkan.

Bolehkah ia berharap Ayahnya tak akan marah?

"Apa kau mencintainya?" Tuan Lee menggumam. Menjauhkan tubuhnya dari sang anak dan menatap lamat wajah Taeyong.

Menarik nafas dalam, Taeyong menggeleng pasti. "Tidak Appa, aku hanya...mengaguminya sebagai atlet," Ia memaksakan senyum "aku hanya menyukainya. Jadi aku tak akan menangisinya lagi Appa, sekarang ini aku hanya kecewa karena membohongi orang tuaku." Sambungnya lirih.

"Kau yakin?"

"Iya Appa." jawab Taeyong mantap. Seakan apa yang diucapkannya datang dari hatinya. Padahal, masih ada keraguan didalam sana.

Tuan Lee menghela nafas, mengusap surai anaknya pelan lalu berkata. "Dari sekian banyak pria yang mencoba mendekatimu, baru kali ini Appa menemukan sosok seperti Jaehyun." Ia tersenyum tipis pada Taeyong "Nenekmu pernah memberitahu Appa cara untuk mengetahui apa kau benar benar mencintai seseorang atau hanya sekedar penasaran dengannya."

Mengerucutkan bibir, Taeyong kembali menggeleng lemah. "Aku...sudah yakin Appa, mungkin kebahagiaanku kemarin hanya karena idolaku mengajakku berkencan." Ia berkata diikuti senyuman miring.

"Beri dia kesempatan, begitupun dengan dirimu Taeyong-ah."

Tuan Lee mengusap punggung tangan sang anak. "Dulu...Appa mencoba metode yang disarankan oleh nenekmu." Ia tertawa ringan "dia berkata, jika dalam tiga bulan atau lebih kau tak bisa melupakan sosok yang kau kagumi bahkan sebelum tidurpun kau masih terbayang wajahnya, maka itu artinya kau benar-benar mencintainya."

Tersenyum tipis, pria paruh baya itu menatap langsung kedalam netra legam Taeyong. "Cobalah menyadari hal itu mulai sekarang, jika kau dan Jaehyun bisa saling melupakan sebelum tiga bulan maka apa boleh buat? Kalian memang hanya menghabiskan masa remaja kalian dengan sia-sia." Ucapnya lalu beranjak dari tempat tidur.

Distance | Jaeyong ✓Où les histoires vivent. Découvrez maintenant