Membuat sang anak menatapnya risih namun terkekeh setelahnya. "Iya Eomma."

Mendengar ucapan sang anak, mau tidak mau Nyonya Lee menurut. Sepertinya Taeyong ingin sendiri saat ini, fikirnya. Meski khawatir dengan demam pria mungil itu, tapi ia pun tak ingin memaksa Taeyong agar ditemani seperti anak kecil. "Baiklah, Eomma berangkat. Jaga dirimu baik baik, jika terjadi apa apa menelfon lah."

Taeyong mengangguk paham. Mengulas senyum tipis melihat Ibunya berjalan malas keluar dari kamar. Namun, setelah wanita itu menghilang dibalik pintu, rasa bersalah kembali mengganggu hatinya. Membohongi sang Ibu demi seorang pembohong benar-benar kesalahan fatal yang dibuatnya.

Pria mungil itu kembali merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Meraih ponsel yang berada disamping bantalnya. Ia tersenyum miris, melihat notifikasi yang biasanya penuh akibat ulah Jaehyun tak seramai dulu lagi. Hanya beberapa pesan dari Kun juga teman teman dikelas yang menanyakan keadaannya.

Ternyata memang benar bukan? Jaehyun hanya menganggapnya mainan yang akhirnya dibuang saat tak menarik lagi.

Mengulum bibir, Taeyong menyeka liquid bening yang jatuh begitu saja dari pelupuk matanya. Namun, aktivitasnya terhenti saat merasakan benda dingin menyentuh permukaan pipinya. Ia membolakan mata saat melihat gelang pemberian Jaehyun melingkari pergelangan tangannya.

Bukankah aku mengembalikannya semalam? Batin Taeyong.

Pria mungil itu refleks menyentuh bibirnya. Menautkan alis heran lalu menggumam "Yang tadi itu hanya mimpi kan?"

***

Kau baik baik saja Jae?"

Ten menatap khawatir pada sang sahabat yang tengah menatap kosong keluar jendela bus yang akan membawa mereka ke Bandara. Saat ini ia dan rekan setimnya akan kembali ke Seoul. Menjalani rutinitas baru sebagai pemain tim nasional Korea Selatan dan bermukim di rumah baruㅡtepatnya asrama atlet.

Tak kunjung mendapat respon dari si pria tinggi, Ten menyikut perut Jaehyun hingga empunya mengaduh kesakitan. "Ya! Aku bertanya padamu, kenapa kau malah mengabaikanku?" Cebiknya.

Menghela nafas, Jaehyun menatap pria mungil disampingnya nanar. "Taeyong benar-benar membenciku sekarang," ia tersenyum kecut. Mendongak dan berharap air matanya tak keluar bersama isakan. "dia bahkan tak ingin melihatku lagi."

"Apa?!" Ten memekik. Mendehem pelan karena sadar jika saat ini ia menjadi pusat perhatian.

Hey, meskipun ia ditakdirkan menjadi bottom tapi pemain basket harus tetap menjunjung tinggi gengsinya; salah satunya dengan tidak berteriak seperti wanita. Sayangnya Ten kerap kali kelepasan.

"Ya, apa kau menemuinya pagi tadi?" Pria mungil itu berbisik.

Jaehyun menggeleng lemah, "Dia masih tidur saat aku datang." Lirihnya. Menautkan jemari sembari memejamkan mata. Ingatannya kembali pada ucapan Taeyong pagi tadi. Meskipun pria mungil itu tak sepenuhnya sadar, tapi ia yakin rasa kecewa sosok itu padanya sudah terlalu kuat.

***

"Jaehyun?"

Pria tinggi itu membungkuk sopan pada Tuan Lee yang baru saja membuka pintu untuknya. "Selamat pagi Paman, apa aku mengganggu?" Ia berkata diikuti kekehan ringan.

Mengangguk, pria paruh baya dihadapan atlet itu melipat lengan didepan dada. "Ada apa kau datang sepagi ini?" Ia menatap layar ponsel yang dipegangnya "05.30 KST," katanya lalu kembali menatap Jaehyun penuh selidik "apa kau bermaksud untuk menemui anakku?"

"I-iya Paman." Jawab Jaehyun gugup.

Dalam hati ia berdoa semoga Taeyong belum memberitahukan kejadian semalam pada Ayah juga Ibunya. Sebab, Jaehyun sendirilah yang ingin memberitahu semua kebohongannya selama ini pada orang tua sang pujaan hati.

"Naiklah, dia sepertinya belum bangun."

"Ah, Terima kasih Paman." Jaehyun membungkuk sopan sebelum berjalan mengikuti pria paruh baya itu. Berhenti didepan tangga lalu tersenyum tipis pada Tuan Lee "Aku tak akan melakukan hal memalukan Paman." Ucapnya.

Tuan Lee mengulum senyum. Berdeham pelan lalu mengangkat ponselnya. "Kuberi waktu 15 menit." Ia berkata dengan nada tegas. Membuat Jaehyun yang mendengar hal itu berlari dengan cepat menaiki tangga.

Tak ingin membuang waktu, pria tinggi itu masuk kedalam kamar Taeyong yang untungnya tidak terkunci. Tersenyum miring melihat kondisi si mungil yang masih ia anggap sebagai kekasihnya.

"Taeyong-ah." Jaehyun bersimpuh disamping tempat tidur pria mungil itu.

Menarik pelan lengan Taeyong sembari merogoh saku hoodie hitam pemberian kekasih mungilnya. Ia mengeluarkan gelang dan memasangkan benda berbahan perak itu pada pergelangan tangan empunya. "Aku tak akan menyerah Tae," lirihnya.

Bangkit dari posisinya dan duduk ditepi ranjang. Jaehyun mengusap pelan mata, pipi, dan bibir Taeyong bergantian dengan ibu jarinya. Tanpa sadar ia meneteskan air mata melihat wajah sang kekasih yang sangat pucat. Belum lagi mata Taeyong terlihat bengkak.

Apa ia menangis semalaman? Karena aku? Batinnya.

Membungkuk pelan, atlet basket itu meraup bibir tipis si mungil. Memejamkan mata sembari melumat pelan benda kenyal nan basah milik kekasihnya, Lee Taeyong. Kurang ajar memang, tapi hanya hal ini yang bisa ia lakukan sebelum berpisah dengan sang pujaan hati.

Tak berselang lama, Jaehyun tersentak saat merasakan pergerakan dari si pria mungil. Namun, ia masih terus memberikan gigitan kecil pada bibir bawah kekasihnya. Dapat pula ia rasakan deru nafas hangat dari hidung dan mulut pria itu. Seperinya Taeyong demam, pikirnya.

Taeyong melenguh pelan. Membuka mata dan menatap Jaehyun datar. "Jangan muncul dihadapanku lagi Jaehyun...jangan pernah." Gumamnya lalu terisak pelan "Kau menyakitiku brengsek. Akuㅡ"

Pria mungil itu dibuat bungkam oleh Jaehyun. Sang atlet kembali meraup bibir tipisnya hingga perlahan kesadarannya kembali hilang. Mendengar dengkuran halus dari kekasihnya, pria tinggi itu melepaskan pagutannya.

Menatap wajah Taeyong lamat dan memberikan satu kecupan ringan pada pipi kanan si mungil. "Aku mencintaimu, Jung Taeyong." Ucapnya sebelum beranjak dari tempat tidur itu. Merasa berat untuk berbalik dan meninggalkan kamar sang pujaam hati yang kembali menyambangi alam mimpi.

"Apa kau baru saja mencium anakku?!"

"P-Paman..."

***

"Jaehyun apa kau mendengarku?!"

Ten berkata kesal lalu menarik telinga si pria tinggi. Tapi, Jaehyun tak bersikap seperti biasanya. Sosok itu hanya mengaduh lalu mengusap daun telinga yang ditariknya tadi. Padahal, biasanya Jaehyun akan membalas perbuatannya.

"Ada apa?" Tanya Jaehyun pelan.

Pria mungil yang duduk disampingnya menggeleng tak percaya. "Aigoo, kau benar-benar mengenaskan Jung!" Ten memukul paha Jaehyun "ponselmu berdering tadi, sepertinya ada pesan masuk."

Menghela nafas pelan, Jaehyun mengangguk faham. Merogoh saku jeansnya malas dan mengeluarkan iPhone miliknya.

Nyonya Jung
Aku akan mengembalikan gelangmu pada Doyoung Hyung.

Apa yang kau bicarakan Tae?

Jangan seperti ini, kumohon

Berikan aku kesempatan sekali lagi

Taeyong?

Jangan hanya membaca pesanku sayang:(

Hey, kau baik baik saja?

Jangan membuatku khawatir Jung Taeyong

read


to be continued...

Distance | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now