"Pakailah, sangat dingin disini."

Taeyong memotong ucapan Jaehyun sebelum melilitkan hoodie yang ia beli untuk pria itu pada pinggang si empu. Saat jam istrirahat makan siang disekolah tadi, ia menyempatkan diri untuk mengunjungi toko pakaianㅡtentunya ditemani Kun. Melihat sang kekasih memakai hoodie dipagi hari membuatnya ingin memberi Jaehyun hadiah perpisahan sebelum kembali ke Seoul.

Namun, sepertinya hoodie itupun akan menjadi hadiah perpisahan sebelum hubungan mereka harus berakhir. Masih sangat jelas diingatan Taeyong, beberapa rekan satu tim Jaehyun berbicara disampingnya yang tengah menemani Kun meminta tanda tangan Ten.

Salah seorang dari pemain Seoul Club awalnya hanya mempertanyakan bagaimana bisa Jaehyun terpilih masuk kedalam tim nasional bersama Ten; yang telah merubah kewarganegaraan menjadi warga Korea Selatan. Namun, beberapa orang lain menimpali hingga sebuah fakta baru yang belum Taeyong ketahui pun terkuak.

"Pelatih berkata jika Jaehyun terlambat pagi tadi karena mengunjungi temannya, tapi...aku tak yakin jika orang itu hanya teman."

"Benar, sepertinya teman yang Jaehyun katakan adalah mainan barunya."

"Anak itu benar benar tak berubah, setelah kemarin ia membuang Solbin, sekarang ia malah menikmati korban lain."

"Ya! Apa menurutmu Jaehyun telah melakukan sex dengan mainan Daegunya?"

Menggigit bibir, Taeyong memaksakan senyum sembari menatap hoodie pada pinggang Jaehyun. Tak berani menggulirkan mata pada manik si pria tinggi, sebab ingatannya kembali pada percakapan pemain yang diam diam tertangkap oleh inderanya tadi.

Taeyong khawatir, dengan menatap Jaehyun air matanya akan tumpah bersamaan dengan isakannya. Ia tak ingin terlihat lemah, apalagi dihadapan pria yang telah membohonginya juga orang tuanya.

"Apa yang kau dengar disisi lapangan tadi Taeyong?" Jaehyun bertanya dengan suara huskynya.

Berdeham, si pria mungil mengepalkan tangan. Tersenyum miris sebelum mengeluarkan suara. "Tadi pagi...kau terlambat berlatih karena mengunjungi temanmu," ia tertawa hambar. Menoleh kearah lain lalu menghela nafas berat. "Ah bukan teman, tapi mainan barumu dari Daegu."

"Tatap aku jika kau sedang berbicara padaku Lee Taeyong."

Taeyong menggeleng pelan, menunduk sejenak lalu berkata "Aku tidak bisa." Lirihnya. Namun, sepersekian detik setelah mengucapkan hal itu, Jaehyun menarik dagu lancipnya hingga maniknya bertubrukan dengan milik pria tinggi itu.

"Semua terserah padamu, kau mau percaya atau tidak itu hakmu. Tapi tolong Taeyong..." Jaehyun tersenyum miring "dengarkan penjelasanku sebentar." Sambungnya lirih dan mendapat anggukan dari si pria mungil.

Menangkup wajah Taeyong, Jaehyun menatap serius pada sang kekasih. Tak membiarkan sedetik pun terlewatkan untuk mengalihkan pandangan dari binaran kekecewaam yang terpancar dalam binar legam pria mungil itu.

"Aku memang pria brengsek, banyak wanita dan pria yang telah kukencani sejauh ini. Aku selalu merasa tidak puas saat menyukai seseorang," Jaehyun melulum bibir sejenak, mengusap pipi Taeyong pelan dengan ibu jarinya.

"Tapi apa kau tahu? Sejak bertemu dengan seorang fans pemberani bernama Lee Taeyong yang mengomentari permainanku didepan venue, hal buruk dalam diriku itu perlahan hilang. Sebab, yang aku pikirkan hanyalah ingin memiliki fans itu selamanya."

Hening, Taeyong masih membalas tatapan Jaehyun. Namun sama sekali tak ada ekspresi yang ia pancarkan diwajahnya.

"Kau mungkin kecewa karena aku memberitahu pelatih juga media bahwa saat ini aku tak memiliki kekasih. Tapi, hal itu kulakukan untuk melindungimu, Taeyong-ah,"

Jaehyun melepaskan tautan jemarinya pada wajah si mungil. Menghela nafas sembari menatap nanar kearah Taeyong yang masih enggan bergeming. "Kau bukan mainanku, kau..." Ia menunduk "kau orang tepat yang kucari selama ini Taeyong," lirihnya. Kembali menatap sang kekasih diikuti senyuman tipis.

"Fans pemberani yang membuatku jatuh hati hingga seperti ini...kau Taeyong, hanya kau."

"Terima kasih."

Jaehyun menautkan alis, "M-maksudmu?" Senyumnya mengembang sebelum kembali bersuara "Kau percaya padaku, Tae?" Tanyanya pelan.

Mengangguk faham, Taeyong membalas senyuman pria tinggi itu. "Terima kasih telah memberiku kebahagiaan selama tiga hari terakhir," Ia mengangkat bahu "harusnya aku sadar diri sejak awal. Kau terlalu sempurna untuk jatuh hati pada pria biasa dan hanya sebatas fans sepertiku,"

Pria mungil itu menunduk, menatap sepatu yang dipakainya masih dengan senyum miring dibibirnya. "Kau tak perlu khawatir Jaehyun, hal ini..." ia menggigit bibir "aku tak akan menjadikan hal ini sebagai alasan untuk berhenti menjadi fansmu dan beralih menjadi hatersmu,"

Mendongak, Taeyong tertawa hambar "Semuanya sudah lebih dari cukup, kau membuatku senang akhir-akhir ini dan kuharap kaupun merasa puas sekarang." Ia masih memaksakan senyum pada pria tinggi dihadapannya.

"Mari kita akhiri semuanya, Jaehyun."

Taeyong melepas gelang pemberian si pemain basket yang masih ia kenakan. Menarik satu lengan Jaehyun dan meletakkan benda berwarna silver itu pada telapak tangan sang atlit. "Jangan merasa bersalah, aku mengerti bagaimana rasanya bingung akan cinta dan sebatas penasaran terhadap seseorang." Ucapnya pelan sebelum membungkuk sopan pada pria yang lebih tua setahun darinya.

"Apa kau yakin ingin mengakhirinya, Taeyong?" Jaehyun berkata lirih, menatap kekasihnya sendu namun pria mungil itu memberinya respon anggukan. "Apa kau tak percaya padaku?" Tanyanya lagi.

"Aku percaya," Taeyong tersenyum tipis "bukankah seorang fans harus selalu percaya pada idolanya?" Jaehyun bungkam mendengar penuturannya.

Menarik nafas, pria mungil itu menipiskan bibir "Sudah larut malam, aku harus pulang." Ucapnya lalu berbalik dan berjalan pelan menjauhi Jaehyun.

Sedangkan sosok yang ditinggalkan hanya bisa mengepalkan tangan melihat kepergian Taeyong. Namun, harapan kecil dalam hatinya muncul saat pria mungil itu tiba-tiba berjalan kembali kearahnya.

Plak!

Suara tamparan keras menggema, mengiringi lalu lalang mobil dijalanan kota Daegu yang perlahan lengang. Jaehyun hanya bisa membeku, kepalanya yang menoleh kesamping akibat benturan tangan mungil Taeyong dengan pipinya perlahan ia alihkan kearah sang mantan kekasih.

"Taeyong..."

"Ayahku pernah berkata, jika seseorang mencoba menyakitiku maka aku harus memukulinya." Pria mungil itu menunduk.

Menghapus kasar air mata yang sialnya jatuh tidak tepat waktu. Berdeham, ia berusaha melanjutkan ucapannya. "Tapi kau idolaku, aku tak tega memukuli wajah tampanmu," Taeyong tertawa ringan sembari menahan isakan "Sampai jumpa." Ucapnya dengan suara parau sebelum berlari menjauhi pria tinggi yang masih berdiri di halte.

Kuharap kita tak bertemu lagi Jung Jaehyun.


to be continued...

Distance | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now