"Tapi bangunin Naka ya kalau kita udah mau pulang?"
Aku menyuap mie ke mulutku sambil berusaha mencerna desakan manja dari mahkluk kecil yang tampan tadi.

Sungguh tidak singkron dengan tatapan membunuhnya tadi.
Atau mungkin tadi aku yang terlalu perasa.

"Iya, nanti appa bangunkan.
Sekarang Naka tidur saja"
Usapan tangan yang lembut penjaga toko mengelus kepala dari si mahkluk tampan, sambil mengoyangkan dirinya berirama. Tak lama matanya si tampan tertutup sempurna, menampilkan bulu mata lentiknya yang semakin terlihat.

"Apakah dia sudah tidur?"
Bisik penjaga toko kearahku.

Aku mengangguk tersenyum.
Lalu pupil mataku membesar, karena objek yang mendekat dan tiba-tiba duduk didepanku. Dan tak lupa senyum indahnya.

Sungguh,
Indah.

.
.
.

Jin POV

Aku memandangi lelaki tampan di depanku ini. Ia menyantap makanannya dengan matanya tak mau menghadapku. Mungkin cup ramyun itu lebih menarik dibanding melihat orangtua yang kelelahan ditambah menggendong si kurcil.
Atau mungkin dia hanya sungkan.

Lalu keterdiaman kami membuat aku menatap mie yang ia suap ke mulutnya. Sepintas lidahku mengingat rasa mie paling enak yang pernah kunikmati dari hidupku.

Senyumku terkembang mengingat memori itu. Salah satu momen termanis dihidupku.

"Apakah ada yang salah?"
Aku terkejut dengan teguran halus dari lelaki tampan didepanku ini.
Mungkin aku melamun terlalu lama dan tersenyum terlalu lebar hingga terkesan aneh.

Lalu ku amati cup ramyunnya yang sudah kosong, yang tidak sebanding dengan cadangan hujan. Hujan yang tidak bergeming, malah semakin deras, membangun suasana ini semakin aneh.

"Ah, tidak apa-apa.
Hanya mengingat kenangan lama.
Apakah kau buru-buru?"

Lelaki tampan itu menarik lengan bajunya dan terlihat jam yang terkesan mahal,
"Seharus aku begadang memeriksa kertas ujian mahasiswa. Tapi sepertinya mataku tidak cukup konsentrasi untuk kembali melihat tulisan mereka yang angka 2, 3 dan 5 pun tidak bisa dibedakan.
Belum lagi melihat jawaban essai mereka yang suka berputar tapi entah membicarakan apa, demi mengejar upah menulis.

Ah, maaf aku jadi cerita panjang lebar.
Apakah tuan buru-buru?
Kasihan putra tuan sudah tertidur.
Nanti saya hantar saja, mobil saya terpakir disebrang sana. Dibanding harus jalan di tengah hujan deras seperti ini.
Oh ya, untuk ramyun saya harus bayar berapa?"

Malaikat itu memang selalu ada dimana saja.
Sesungguhnya, jarak dari toko-stasiun-rumahku tidaklah jauh. Tapi harus menggendong Naka di tengah hujan adalah persoalan lain.

Aku tersenyum kepadanya, seraya tersenyum kepada malaikat penolong.
"Bayar saja dengan menghantar aku dan putraku. Supaya tidak ada hutang budi diantara kita"

Lelaki tampan itu berdiri, tubuhnya yang lebih tinggi dan tegap menghadapku,
"Baiklah. Karena tuan sudah menjamuku dengan baik dan maka aku akan menjamu tuan dengan baik.
Beri Naka padaku biar aku yang gendong. Supaya tuan bisa mematikan lampu dan menutup pintu lebih leluasa"

Aku bergerak kikuk, memberikan Naka kegendongannya.
Kikuk, karena dia tau nama si kurcil yang artinya dia memperhatikan kami.
Kikuk, karena untuk pertama kalinya menerima bantuan yang benar-benar membantu.
Dan kikuk, karena melihatnya melewati aku. Melihat punggung tegap dan kokohnya. Satu tangan menggendong Naka dan satu tangan mengambil payung.

"Tuan, aku tunggu di luar ya?"
Lelaki tampan itu membuka pintu, menghadapi udara luar yang lebih dingin. Mengeratkan pelukannya dan Naka. Seakan mentransfer panas dari tubuh dan pelukannya untuk menghangatkan Naka.

LEGIT! (Namjin-b×b) [End]Where stories live. Discover now