-L-

8.7K 525 185
                                    

Jin POV

Aku membalikan tanda buka menjadi tutup, sambil mengamati orang lalu lalu lalang di depan toko, memastikan tidak ada lagi pembeli yang akan datang. Beberapa orang yang tak sengaja bertemu mata denganku, ku hadiahi dengan senyuman. Senyum adalah dasar teknik pemasaran, terlihat ramah adalah konsep pemasaran yang tidak akan pernah gagal. Ya, senyumanku memang tidak setulus itu.

Sepertinya hujan di luar semakin mendukung orang untuk tidak akan datang ke cafe yang merangkap bakery tak jelas ini. Konsep cafe ini memang tidak jelas, setidak jelas waktu tidur pemiliknya.

"Ayo keluar, appa mau kunci pintunya"
Aku mengajak kurcil yang bibirnya sudah maju beberapa senti. Akibat kantuk yang tertahan tapi tidak mau dituruti karena buatnya menjaga appanya adalah misi utama.

Si kurcil memakai jaketnya dan menyeret payung kemudian berjalan keluar sambil memandangku sinis,
"Ga usah pake senyum-senyum bisa kali appa"

Cih, posesif.
Tapi tak apa, aku menikmati keposesifannya sebelum aku tidak lagi jadi prioritasnya. Dari beberapa sisi aku tak ingin ia bertumbuh.
Sepertinya aku lebih posesif darinya.

"Bawel. Pake payungnya"
Aku meraih rantai dan gembok dan mulai menguncinya. Hubunganku dengan gembok memang tidak terlalu baik, jadi setiap harinya pasti ada pergulatan kecil diantara kami.

Di tengah pergulatanku dengan besi karatan, terdengar derap langkah lari yang mengaburkan beberapa genangan air, mendekat kearahku.
"Tokonya sudah tutup?"

.
.
.

Namjoon POV

"Ini minumlah terlebih dahulu"
Si penjaga toko yang murah hati menawari aku teh hangat dengan asapnya masih mengepul. Disertai juga dengan senyum indahnya.

Indah? Diksiku sudah mulai aneh.
Atau karena perasaan aneh?
Perasaan apa ini?
Perasaan seperti seseorang sedang menatapku ingin membunuh.

Aku meneguk minumanku sambil takut-takut mengedarkan tatapanku, hingga netraku bertemu dengan mahkluk mungil yang sangat tampan. Makhluk mungil yang sedang menatap seolah berkata,
'Tidak usah memandangnya dengan mata memuja'

Dude.
Situasi ini sungguh aneh.
Seperti ditatap ayah calon mertua.
Kejam, menusuk, menganalisis, penuh pandangan negatif.

"Ah, maaf sepertinya aku lupa. Adonan kuenya benar-benar tidak ada yang tersisa. Ini hanya ada ramyun persediaanku, makanlah"
Si penjaga toko ini lagi-lagi tersenyum indah.

Astaga.
Ada apa dengan diksi murahan ini di otakku? Indah?

Si penjaga toko ini menyodorkanku cup ramyun berwarna merah yang ku terima dengan tidak lupa memberi senyum merasa bersalah sudah merepotkan.
"Astaga, tidak apa-apa tuan. Sungguh aku benar-benar minta maaf sudah mengganggu waktumu. Sebenarnya aku ingin membeli roti karena harus begadang malam ini, tapi disugguhi ramyun sepertinya jauh melebihi ekspetasi. Terimakasih banyak"

"Appa, kita kapan pulangnya?"
Si mahkluk kecil yang tampan itu berjalan mendekati ayahnya dan meminta gedong.

Si penjaga toko itu mengendong putranya, berusaha keras menghadapi realita putranya yang lumayan berat.
"Naka ngantuk? Udah tidur aja"

Si anak memeluk leher ayahnya dan menyandarkan kepalanya di perpotongan leher ayahnya. Bahu lebar ayahnya seperti tempat bersadar paling nyaman untuknya. Kakinya mengait di pinggang ramping ayahnya.

Tunggu, apa aku baru saja mengamati tubuh ayahnya?
Dude, sepertinya mengoreksi kertas ujian mahasiswa yang tulisannya seperti sandi alien mempengaruhi caraku berpikir.

LEGIT! (Namjin-b×b) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang