Dari tempatnya berdiri, Taka melempar jaketnya dan mengenai wajah drummer-nya itu. Tentu tidak akan sakit jika jaketnya saja yang terlempar, namun botol air tiga perempat penuh di kantungnya ikut menimpuk wajah lelaki dua anak itu.

"Aku tidak punya fanboy." Taka berkata sinis.

Setelah erangan, terbitlah tawa. Seolah belum jera, Tomoya tertawa lebar. "Setelah dilamar lelaki berotot waktu itu dan ada lelaki yang meneriaki have my babies kemarin? Tentu kau tidak punya, Takahiro."

Darah Takahiro sudah naik ke ubun-ubun. Ryota sudah bersingut pergi. Dan Toru memijat pelipisnya melihat kelakuan kedua anggotanya. Tepat ketika Taka hendak menerjang Tomoya, pintu ruang ganti mereka menjeblak terbuka. Manajer mereka berdiri di ambang pintu dengan buket bunga di tangannya.

"Ada yang mengirimkan ini padamu, Taka," kata manajer itu.

"Aku? Dari siapa?" tanya Taka yang kemarahannya langsung surut.

"Tidak tahu, aku tidak membaca kartunya, tapi ada tulisan To my dear Taka, kupikir dari kenalan selebritimu."

Taka menerima buket bunga berisi mawar itu. Buket itu memang terlihat mahal dan sangat cantik, hanya orang berduit saja yang mampu-mau membelinya. Mawar berbagai warna ditata menimbulkan gradasi warna yang apik. Mawar-mawar itu dibebat pelapis berwarna merah yang agak transparan, membuatnya bersinar diterpa cahaya lampu.

"Dari siapa?" gumam Taka menatap buket itu.

"Kartu apa yang kaubaca?" tanya Toru pada si manajer.

Manajer itu menunjuk ke pelapis di bagian belakang. Benar saja, ada kartu berwarna merah marun kalem yang tersemat di sana, dengan tulisan To my dear Taka di permukaannya, ditulis dengan rapi dengan tinta hitam.

Ryota menyelipkan tangannya ke pelapis buket dan membuka kartu yang terlipat itu. "Be careful in your gigs, don't fall again or else I can't sleep for worrying you. I'll watch you from afar as always. My regards-hm, ini apa? Laba-laba?"

Layaknya anak kecil diberi peta harta karun bohongan, ketiga anggota yang lain menjulurkan kepalanya berebut ingin membaca isi kartu itu dengan mata mereka sendiri. Isi kartu itu benar-benar sama dengan yang sudah dibacakan Ryota, dan di bagian yang seharusnya tertulis nama pengirim, diganti oleh gambar seekor laba-laba berbentuk aneh dengan taring yang panjang dan tajam seperti gunting.

"Apa ada kenalanmu yang menyukai laba-laba?" Toru bertanya.

Taka diam sejenak. Ia tidak bisa mengingat apapun tentang satu kenalannya yang menyukai ataupun mengoleksi laba-laba. Atau pun jika ini memang dari kenalannya, seharusnya mereka memberi tahunya bahwa mereka akan datang ke konsernya agar bisa bertemu dan melancong bersama. "Entah?"

"Takeru?" usul Tomoya.

"Dia sedang syuting Rurouni Kenshin, tidak mungkin. Lagipula, dia akan lebih memilih memberikan kepadaku langsung, kami sudah lama tidak bertemu."

"Rola?"

Taka menggeleng, "Dia ada di Jepang tadi pagi."

"Nanti saja main tebak-tebakkannya," kata manajer menyudahi permainan mereka, "kalian masih ada acara."

***

Malam semakin larut. Bulan semakin tinggi. Konser One Ok Rock malam itu berakhir sukses tanpa Taka melupakan liriknya atau kejadian spesifik lain yang akan tersebar di Instagram dalam kurung waktu semalam. Keempat orang yang kelelahan itu kini berjalan gontai, namun dengan senyuman, ke ruang ganti mereka dengan badan basah kuyup oleh keringat.

Begitu sampai di ruang ganti, Tomoya, selaku 'Tomoya' di band itu, melompat dan terjun ke sofa terdekat, menyebabkan sofa itu tergeser sejengkal dan berbunyi seperti keresek yang sedang diremas.

Toruka: Pulling Back [COMPLETED]Where stories live. Discover now