1. Sendu!

12K 582 72
                                    

Khumaira temenung dengan derai air mata pilu. Sehari Azzam dinyatakan meninggal ia seperti mayat hidup. Tahlil di laksanakan di rumahnya, tetapi dia malah meringkuk di ranjang sembari merengkuh foto Azzam. Khumaira tidak pernah bisa berhenti menangis melihat Azzam yang telah pergi.

"Mas, hiks."

Khumaira meringkuk semakin menyesakkan. Air mata terus berjatuhan membuat Khumaira tidak sanggup. Mungkin karena lelah ia tertidur sembari merengkuh foto Azzam.

Sholikhin, Maryam dan Bahri menatap Khumaira tidak sanggup. Mereka begitu terpukul melihat Khumaira terpuruk tidak mempedulikan sekitar.

Maryam menyelimuti Khumaira dan mengecup kening Putrinya. Hati rapuh Safira semakin sakit melihat Putrinya tidak berdaya. Semoga saja khumaira mampu berjuang mempertahankan diri demi Ridwan, Amin.

"Putriku yang malang, semoga Allah terus memberikan kekuatan untukmu, Nduk."

Maryam tidak kuasa menahan tangis karena Khumaira begitu memprihatinkan. Ibu mana yang tega melihat buah hatinya tersiksa begitu dalam? Ya Allah, izinkan Khumaira bahagia walau sulit. Maryam tidak berani berharap lebih untuk Putrinya karena sangat tahu, khumaira begitu terluka.

Lain sisi Ridwan terus menangis sesenggukan dalam dekapan Safira. Dia sangat berharap Ibunya merengkuh, tetapi tidak terjadi. Si kecil terus berharap akan ada kebahagiaan untuk dia dan Ibunya. Sedih sekali sampai Ridwan tidak mau berhenti menangis.

Aziz meminta Ridwan dari Safira. Di rengkuh tubuh mungil Ridwan sembari menciumi wajah rupawan duplikat almarhum Azzam. Sesak sekali Aziz melihat mata besar Ridwan sembab. Air mata terus berlinang tanpa mau berhenti dan itu membuatnya sedih.

Ridwan merengkuh erat leher kokoh Aziz. Tidak mau lepas dari Pamannya hingga tidak lama ia tertidur. Dia butuh istirahat karena si kecil begitu lelah menangis.

Aziz mengusap rambut dan punggung Ridwan. Di ciumi puncak kepala keponakan penuh sayang. Hati Azia terasa tertikam belati tumpul pasalnya anak sekecil ini di tinggal Kakaknya. Apa lagi khumaira sekarang memilih diam tanpa menyentuh Ridwan. Ya Allah, kuatkan hati Ridwan dan lapangankan hati Khumaira.

"Le, bawa Tole Ridwan ke kamar. Ummi tidak kuat melihatnya, sesak sekali." Safira begitu sedih mengingat Ridwan terlantar.

"Enggeh, Ummi."

Aziz membawa Ridwan ke kamar. Dia hendak melepas pelukannya tapi Ridwan langsing bangun sembari merengkuh lehernya. Tangis Ridwan kembali terdengar membuat Aziz langsung merebahkan diri sembari merengkuh keponakan.

Karena kehangatan sekaligus usapan lembut Aziz membuat Ridwan tertidur kembali. Dia takut di tinggal sendiri oleh orang-orang yang disayangi. Sungguh Ridwan ingin Ibunya segera merengkuh erat tubuhnya.

Aziz mengecup kening Ridwan dengan setitik air mata. Di usap pipi bulat keponakan penuh sayang. Ya Allah, semoga lekas ada pelangi dalam diri Ridwan.

"Le, yang kuat Insya Allah, Paman akan selalu menjaga Tole. Jangan takut, Le."

Hari ke tiga, Azzam kembali ke Rahmatullah.

Tahlil terus di lakukan, dan selama itu Khumaira mengurung diri di kamar. Bahkan Ridwan tidak merasakan pelukan Ibunya.

Aziz menatap iba Ridwan, selama 3 hari terlantar. Dadanya sesak tanpa bisa di kendalikan. Ingin marah pada Khumaira, tetapi kondisi Mbaknya juga sama. Harus bagaimana dia menyikapi situasi rumit ini?

Ridwan di rengkuh Sholikhin. Mereka melakukan Tahlil bersama orang kampung di Pagerharjo. Si kecil yang belum tahu apa oun hanya ikut saja.

Lain sisi Khumaira terdiam sepi di kamarnya dulu bersama Azzam. Dia Menatap foto pernikahan mereka yang terpampang jelas. Hatinya sangat sakit melihat Azzam tersenyum tipis begitu manis.

"Ya Allah, hamba terlalu berdosa karena belum ikhlas Mas Azzam kembali ke sisi-Mu. Ya Allah, hamba mohon ampun karena sampai sekarang tidak bisa menerima kepergian Suami hamba jembali ke sisi-Mu. Ya Allah, ampuni hamba menelantarkan Putraku Ridwan. Begitu sesak sampai tidak mampu menahan air mata saat melihatnya. Sakit sekali ya Allah melihat Putraku terlantar. Setiap melihat Tole rasanya pilu karena mengingat Mas Azzam dan tidak kuasa melihat kepiluannya. Tolong ampuni hamba ya Allah."

Khumaira menghapus air matanya perlahan. Dia belum suci pasalnya darah nifas akibat keguguran itu masih deras. Dia hanya biaa berdiam diri tanpa mau keluar kamar. Khumaira meraih foto Suaminya sembari mengusap kaca bingkai.

"Mas Azzam, lihat saat Adek ambil foto ini Mas tidak menyadari Adek potret. Saat sadar Mas protes, mengingat Mas merajuk karena foto ini lucu sekali. Adek sangat mencintai Mas karena Allah dan sangat rindu."

Khumaira mencium foto Azzam penuh kerinduan. Dia seka air mata saat jatuh di kaca bingkai. Rasanya Khumaira lelah ingin berlari menghampiri Azzam.

"Mas, apa boleh Adek berkhayal tinggi meminta pada Allah untuk keajaiban? Kata mereka Mas di temukan di bibir sungai. Adek ingin menyangkal kalau itu bukan Mas. Tetapi, apa daya cincin dan pakaian jenazah itu sama yang di kenakan Mas saat hendak menjalankan misi. Adek sangat mencintai Mas sampai kapan pun. Tenang, Adek akan menjaga cinta suci kita, Insya Allah.  Tunggu Adek ya, Mas."

Khumaira menaruh foto Azzam di nakas lalu mengambil foto lainya. Senyum tipis ciri khas Suaminya akan selalu Khumaira ingat. Ya Allah, wajah teduh Suaminya adalah hal paling menyenangkan ketika di tatap. Khumaira jadi merindukan Azzam yang sedang tersenyum manis.

"Mas tahu, Adek begitu rindu senyum tipis Mas. Di dada Adek selalu sesak mengingat kita sudah beda alam. Setiap melihat foto Mas, hati Adek terasa di remas kuat. Apa Mas tahu betapa terpuruk Adek?"

Khumaira mencium kaca bingkai pas di kening Azzam. Air mata terus berlinang tanpa mau di cegah. Berjalan ke ranjang untuk tidur sembari memeluk potret Azzam. Dia begitu sakit hidup sendiri tanpa ada sang Suami. Walau ada Ridwan, tetapi Khumaira takut sendirian.

Tanpa Khumaira tahu Aziz mendengar keluh kesahnya.  Tadi dia hendak melapor Ridwan panas. Tetapi, tidak jadi karena mendengar perkataan Khumaira. Hati Aziz begitu ngilu akan situasi menyesakkan. Rasa pilu dan iba begitu dominan membuat Aziz tidak kuasa melangkah pergi.

"Mbak, bisakah aku menepati amanatz Mas Azzam? Rasanya tidak karena aku tidak bisa mengobati dan menjaga kalian. Mendengar keluh kesah Mbak Aziz tidak mampu berkutik. Mas Azzam, Aziz tidak bisa menepati janji. Ya Allah, tolong beri hamba kekuatan untuk bertahan demi mempertahankan amanat walau berat. Jika menyerah pasti Mas Azzam marah dan tidak tenang. Insya Allah, Aziz berusaha kuat."

***

7 hari kemudian  ....

Khumaira tambah mengenaskan pasalnya hanya di kamar dengan tangis menyayat hati. Tidak ada kehangatan serta pancaran teduh di mata besarnya. Mata itu kosong disertai derai air mata membelenggu. Khumaira seperti robot tanpa nyawa dan alat kontrol.

Ridwan terasingkan tidak ada kehangatan melingkupi tubuh mungilnya. Ibu tersayang mengabaikan dia. Setiap hari Ridwan menunggu Khumaira keluar kamar lalu merengkuh erat tubuhnya. Ya Allah, rasa sakit untuk di terima bagi anak sepertinya.

"Paman, Umi tidak sayang lagi sama, Dedek. Hiks Umi tega meninggalkan Dedek seperti Abi. Abi tolong Dedek terasingkan tanpa, Umi," tangis Ridwan.

Aziz membisu mendengar perkataan polos Ridwan. Hatinya sakit teriris melihat ke rapuhan bocah mungil. Dengan segera Aziz memangku Ridwan dan memberikan ciuman sayang di pipi.

"Tenang Le, ada Paman. Jangan takut Umi hanya butuh waktu. Ingat Tole tampan, Umi sangat menyayangi dan mencintai, Tole. Jangan berpikir aneh yang perlu Tole lakukan tetap bersama Umi lalu tetap hibur Umi. Jangan menangis karena Umi dan Abi tidak suka melihat Dedek menangis. Sekarang cerialah jangan menangis karena Paman tidak suka."

Ridwan menitikkan air mata sembari menatap Aziz dalam. Dia berusaha mencerna perkataan Pamannya. Seulas senyum Ridwan perlihatkan agar kembali ceria. Ibunya sangat menyayanginya maka harus semangat menghibur sang Ibu.

"Paman, Dedek akan ceria kembali agar Umi tidak sedih!" riang Ridwan.

Kini giliran Aziz yang menangis dalam diam. Ya Allah, bisakah ia tetap menenangkan Ridwan di kala kepiluan menyerang? Sungguh Aziz tidak kuasa menahan tangis mengingat semuanya.

"Ya Allah, maafkan hamba tidak tahan menghadapi situasi ini. Dik Zahira, maafkan aku," gumam Aziz.

Assalamu'alaikum Imamku 2 (END)!Where stories live. Discover now