Bab 2

13 1 0
                                    


Ada yang berbeda dengan Janu hari ini, itu yang dirasakan Mei selama perjalanan menuju sekolah. Lelaki yang menyandang status sebagai kekasihnya itu sesekali mengecek jam tangannya, gurat gelisah tergambar jelas pada wajah tampannya. Mei ingin bertanya tetapi entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal suaranya agar tidak bertanya.

Kebingungan Mei bertambah saat sampai di sekolah Janu sama sekali tidak berniat keluar dari mobil, lelaki itu hanya membubuhkan kecupan ringan di keningnya. "Aku pergi dulu ya, Mei. Ada sesuatu yang penting yang harus segera kuurus." Tanpa menunggu respons dari kekasihnya, Janu segera melesat pergi meninggalkan Mei dengan keterbingungannya.

Pemandangan Mei yang ditinggal sang kekasih di depan gerbang sekolah mengundang banyak perhatian. Biar bagaimanapun, hampir seisi sekolah tahu bagaimana hubungan Mei setahun ini. Janu selalu mengantar Mei ke kelas gadis itu setiap datang ke sekolah, memastikan kekasihnya sampai dengan selamat. Bahkan jika Janu ada keperluan mendadak seperti tadi pun, lelaki itu akan menyempatkan diri untuk mengantarkan kekasihnya. Sikap Janu pagi ini menimbulkan spekulasi berbeda dari setiap kepala. Tidak terkecuali dengan Mei, gadis itu berpikir salah seorang keluarga Janu mungkin sedang mendapat masalah hingga Janu harus membantunya-bukannya naif, tapi itu benar-benar yang dipikirkan Mei saat ini.


"Hei, Mei! Buruan masuk! Ada PR, tahu!"

Mei berjengit kaget saat seseorang dengan suara nyaring menepuk pundaknya dengan keras. Dia kemudian berbalik dan menatap jengkel gadis yang saat ini menyengir lebar di hadapannya.

"Ya ampun, Aul! Lo ngagetin gue aja!"

"Abis, lo melamun mulu, sih. Gue cuman takut ada ayam tetangga yang mati saking lamanya lo bengong!"

Mei merotasikan kedua manik matanya. Teman sebangkunya ini termasuk korban iklan di Tv-Tv. Tidak mau melanjutkan percakapan unfaedah tersebut, Mei segera menarik Aulia menuju kelas mereka.

Kelas yang ramai sebelum bel berbunyi adalah ciri khas yang turun temurun dari masa ke masa, tidak terkecuali dengan kelas Mei yang termasuk dalam predikat kelas unggulan dengan penghuni yang memiliki kecerdasan yang patut diacungi jempol.

Sapaan riang dari beberapa penghuni kelas menyapa Mei dan Aulia saat tiba di kelas. Bagi orang yang melihat itu mungkin akan berpikir bahwa Mei cukup populer di kelasnya-meskipun memang benar adanya-tapi nyatanya, sapaan riang dengan sikap manis yang dibuat-buat itu hanyalah bentuk dari permohonan untuk meminta sesuatu yang jadi keahlian Mei.

Mei mendengkus pelan seraya duduk di bangkunya kemudian mengeluarkan buku PR Biologi yang sedari tadi diincar oleh teman-temannya itu. Kelas Mei memang diisi oleh siswa-siswi yang cukup pintar, tetapi dengan keahlian yang berbeda-beda. Sebagai contohnya; Mei sangat pandai dalam pelajaran Biologi, dan Aulia dengan ilmu Fisika-nya. Meski tidak menguasai mata pelajaran tertentu, tetapi nilai mereka masih di atas standar.

"Kerjain, entar keburu bel baru tahu rasa!"

"Asiaaappp!" seru mereka bersamaan.

Meski agak dongkol selalu dimintai contekan, tetapi Mei cukup terhibur dengan tingkah mereka yang selalu saja melakukan berbagai cara agar Mei luluh. Aulia memeluk Mei dengan girang dan ikut nimbrung untuk menyalin PR Mei. Sementara menunggu buku PR-nya berhenti berkelana dari satu meja ke meja lain, Mei memilih untuk duduk-duduk di depan kelas sekaligus memastikan apakah Janu sudah datang atau tidak.

Membaca buku paket sesuai mata pelajaran yang akan berlangsung adalah kebiasaan Msi, terbukti dari dirinya yang kini sibuk tenggelam dalam buku Biologi-nya.

Tidak lama kemudian, suara mobil yang memasuki pekarangan sekolah membuat Mei mengangkat wajah. Senyumnya lantas mengembang saat melihat mobil Janu-lah yang datang. Gadis itu berdiri, berniat menghampiri sang kekasih tetapi langkahnya lantas terhenti ketika Janu keluar dari mobil bersama seorang gadis cantik dengan seragam sekolah yang sama. Napas Mei lantas tercekat saat Janu meraih tangan gadis itu dan mengajaknya beranjak dari tempat parkir. Sebagai perempuan, Mei jelas merasa cemburu, tetapi pikiran rasionalnya masih tetap menguasai.

"Mungkin dia sepupunya Janu," gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

***

Part ini dikit, enggak apa-apa kan, ya?

BulanWhere stories live. Discover now