Anjani menggeleng. "Aku bisa ambil sendiri," katanya. "Kamu sebaiknya di sini saja Nico, barangkali nanti ada pemain kelas kita yang minta kamu gantikan," lanjutnya lantas meninggalkan Nico tanpa memperhatikan helaan napas kecewa pemuda itu.

Anjani mendengar sedikit pembicaraan Damar dan Anza. Hanya sedikit. Mereka tidak terlihat sedang bertengkar, meski Damar tampak ingin sekali mengacak-acak wajah Anza.

"Anjani."

Anjani juga terkejut saat Anza menyadari kehadirannya. Namun berbeda dengan Anza, gadis itu mampu mengendalikan keterkejutannya dengan cukup baik. "Ada apa?" tanya Anza karena Anjani tidak kunjung bicara. Gadis itu hanya menatapnya sejak tadi.

"Mau ambil air minum untuk teman kelas kita," jawab Anjani.

Anza menganggukkan kepalanya. "Kelas kita belum ambil?"

Anjani menggeleng. Anza kemudian mengangkat satu dus air mineral setelah mengecek jumlahnya. "Di mana teman-teman? Biar saya bantu bawakan."

Anjani mengernyit mendengar ucapan Anza. "Aku bilang mau ambil, bukan nyuruh kamu bawakan."

Anza mengangkat bahu. "Sama saja, kan?"

"Beda."

Anza menghela napas pelan. Ia tidak mengerti dengan Anjani. Teman sekelasnya ini anti sekali menerima bantuan, terutama darinya. "Anjani, dengar—"

"Biar aku bawa sendi—" Anjani baru akan meraih kardus dari tangan Anza ketika sebuah bola terjatuh di dekat kakinya.

Tidak lama Zuhdan yang menjadi salah satu pemain basket dari kelasnya berlari ke arah mereka. "Maaf," ucap Zuhdan kepada keduanya.

Akan tetapi Zuhdan tidak langsung mengambil bola yang berada di dekat kaki Anjani. Ia malah menatap Anjani. "Apa?" Anjani merasa risih dengan tatapan Zuhdan. Tatapan pemuda itu menyebalkan.

"Bolanya."

Anjani menunduk. Lantas menendang bola itu hingga menggelinding ke arah Zuhdan. Zuhdan mendengkus pelan, tetapi tetap mengambil bola yang menyentuh ujung sepatunya. "Makasih."

Anjani mendecih lirih lantas kembali melanjutkan niatnya, mengambil kardus air mineral dari tangan Anza. "Makasih," ucap Anjani segera berlalu dari hadapan Anza.

"Sama-sama," hanya itu yang mampu Anza katakan. Sepertinya Anza salah ketika berpikir Anjani tidak menyukainya, karena kelihatannya gadis itu juga tidak menyukai Zuhdan.

O0O

Senyum lebar Elbi terlihat saat Anza keluar dari ruang penyimpanan peralatan olahraga. Gadis yang tengah menenteng tasnya itu menyodorkan sebotol air mineral dingin ke arah Anza. "Mau?"

Anza tidak menjawab, tetapi menerima botol tersebut dan meminum isinya hingga menyisakan sepertiga bagian botol. "Masih lama pulangnya?" tanya Elbi.

Mereka berjalan meninggalkan ruang penyimpanan peralatan olahraga. "Setelah ini ada rapat evaluasi." Anza tampak berpikir sebelum menawarkan sesuatu. "Kakak Elbi mau pulang? Biar saya antar dulu."

"Lalu kamu mau balik ke sini lagi?" Anza menjawab pertanyaan Elbi dengan anggukan kepala. "Aku tungguin kamu aja."

"Nanti nunggu lama."

"Nggak masalah."

"Kakak Elbi nanti bosan."

"Nggak akan."

Anza mendesah pelan. Elbiana Bagaskara memang keras kepala sekali. "Nanti Om Bian cari Kakak."

Elbi memutar mata. "Papa belum pulang, Ja!"

"Terserah Kakak  Elbi saja." Anza malas berdebat lagi. Karena percuma, Elbi pasti menang dalam hal ini.

"Aku tadi lihat kamu sama Anjani," celetuk Elbi tiba-tiba. Ia teringat kembali tanpa sengaja menemukan Anza dan Anjani yang sedang berebut kardus berisi air mineral tadi. Anjani memang terlihat tidak begitu menyukai Anza, tetapi melihat gadis itu bersama Anza membuat Elbi merasa tidak nyaman.

"Sebelum ada Anjani, saya sedang ngobrol sama Kak Damar," Anza memberitahu tanpa diminta.

"Kamu dekat sama Anjani?" tanya Elbi. "Kalian kelihatan akrab."

Anza mengernyit, mengingat bagian mana dari interaksinya dengan Anjani yang bisa disebut akrab. "Nggak. Kami belum pernah ngobrol."

"Dia wakil ketua kelas, kan?" Elbi bertanya lagi.

"Hmmm."

"Ketua dan wakil biasanya dekat," ucap Elbi membuat Anza menghentikan langkahnya.

"Saya pikir ... Anjani tidak menyukai saya," Anza mengungkapkan apa yang dipikirkannya tentang Anjani. "Terutama saat saya yang terpilih menjadi ketua kelas. Dia kelihatan makin tidak menyukai saya."

Elbi mengerjap mendengar ucapan Anza. Untuk pertama kali, Anza menceritakan seseorang. "Kamu kelihatan nggak senang."

"Apa?"

Elbi mengangkat bahunya. "Kamu kelihatan nggak senang karena Anjani nggak menyukai kamu."

Anza mengangguk dan itu cukup membuat Elbi merasa kesal. Kenapa Anza ingin Anjani menyukainya? "Saya berharap bisa berteman dengannya," ungkap Anza sembari menipiskan bibirnya.

Elbi merasa tidak nyaman mendengar penyataan Anza. Memang Anza hanya sekadar ingin berteman dengan Anjani. Namun, bukankah perasaannya pada Anza juga dimulai dari suatu pertemanan. Bagaimana kalau suatu saat nanti Anza berhasil berteman dengan Anjani dan pemuda itu mulai menyukainya?

"Kakak Elbi?"

Elbi mengerjap, lantas tersenyum untuk menyembunyikan kegelisahannya. "Suatu saat nanti kamu pasti bisa berteman sama Anjani."

Anza terlihat ragu. "Benarkah?"

Elbi mengangguk. "Inget nggak? Kamu dulu juga suka banget cemberut kalau aku ajak main. Tapi sekarang, kita berteman dekat. Ke mana-mana kayak perangko," kata Elbi tanpa menghapus senyumnya. "Aku yakin suatu saat kalian bisa menjadi teman. Kayak kita."

Tanpa sadar Anza ikut tersenyum mendengar perkataan Elbi. "Terima kasih, Kakak Elbi," ucapnya tulus. "Saya rasa suatu saat kami memang akan berteman," lanjut Anza. "Tapi, nggak seperti kita."

Senyum Elbi memudar begitu saja. Tidak seperti mereka?

"Karena Kakak Elbi dan Anjani berbeda." Anza mengangkat tangannya untuk mengacak puncak kepala Elbi. "Saya dan Anjani nggak akan seperti kita," tambahnya sebelum kembali berjalan meninggalkan Elbi yang mematung di belakangnya.

"Saya nggak akan lama," kata Anza sambil berjalan mundur. "Tunggu saya."

Elbi tidak tahu mengapa dia menganggukkan kepala. Yang pasti dia akan menunggu Anza, sesuai pesan pemuda itu. Entah menunggu pemuda itu selesai rapat, atau menunggu hingga perasaannya berbalas.

.
.
.
.

Kkkkeuut.

Menunggu itu nggak enak loh, Elbi...

Jangan menunggu 😁

Btw guys.... ada yang mau nanya2 sama aku? Silakan komen di sini.. hehehe.. tanya apa aja boleh.. mumpung aku lagi gabut dan pengen ditanya-tanya...asal jangan tanya kapan update lagi... ngehehehe....

See you next chapter..

By Fee

Something about AnzaWhere stories live. Discover now