BAB 9

183K 4.2K 16
                                    

Natalie tidak langsung pulang. Ia menunggu Marcus tiba dari urusan bisnis nya. Mr. Howkward bilang Marcus sedang survei keluar kota untuk merencanakan pembangunan kantor cabang lagi, tapi sore ini Mr. Howkward yakin Marcus sudah tiba di kantor.

Baiklah, ini masih pukul 12 siang, dan Marcus pergi sekitar satu jam lalu. Natalie mendesis pelan membayangkan wajah Marcus dengan penuh rasa jengkel. Apakah Marcus sengaja mempermainkan nya? Atau malah mengasihaninya? Entahlah tapi kedua nya sama-sama terkesan buruk di mata wanita itu. Ia memutuskan untuk pergi makan siang di restoran kecil dekat kantor, kemudian mampir ke Swaden Park di tengah kota, masih tidak jauh dari kantor.

Waktu terus berjalan, waktu menunjukkan pukul 3 sore. Apakah pria itu sudah kembali? Bagaimana jika ternyata pria itu langsung pulang ke rumah? Ah, sial. Batin Natalie. Pikirannya kalut. Namun akhirnya ia memutuskan kembali ke kantor.

Kantor Conn Company tak pernah lepas dari lalu lalang. Setiap detik menitnya akan selalu dilewati banyak orang, termasuk Marcus sialan itu. Natalie masih tidak paham kenapa Marcus menahannya. Apakah Marcus dendam pada Natalie? Tapi, tidak. Harusnya Natalie-lah yang dendam! Menabraknya membuatnya hampir kehilangan nyawa, dan malah hampir memperkosanya. Astaga. Natalie menggertakan giginya tidak sadar karena mengenang kejadian ciuman kasar itu. Walaupun boleh diakui, cara Marcus menciumnya begitu intens dan mendominasi tubuh Natalie. Tapi Natalie harus sadar, ia tidak akan dengan mudahnya dilecehkan seperti itu.

1 jam sudah Natalie menunggu di sofa lobby dengan segala kemewahannya. Bukan seperti kantor tapi lebih mirip hotel berbintang. Natalie mendengus keras. sampai kapan dirinya harus menunggu pria ini? Prinsipnya, ia harus keluar dari Conn Company tak peduli apapun resikonya.

Natalie tidak menyadari kehadiran Marcus di depannya, ketika wanita itu membungkuk membenarkan posisi tali high heels nya. Natalie baru mendongak ketika ada dua kaki besar dengan fantofel mengkilap seakan melotot ke wajah Natalie.

Pria itu Marcus Conner. Dengan segala ketampanannya, dengan janggut nya yang baru saja dicukur, dengan balutan jas kerja nya yang sangat pas di tubuh nya, juga dengan tatapan serigalanya yang Natalie rasa terlihat lelah.

"Apakah kau merindukanku?" Tanya Marcus dengan seringai mengejek.

Natalie langsung bangkit. "Hanya ada dimimpimu. Aku membutuhkan penjelasan kenapa aku harus tetap berada di perusahaanmu, dan kenapa aku harus dipindah divisi. Dan satu hal lagi, aku akan tetap keluar."

Marcus mengernyit sambil menutup kedua matanya lalu berkata. "Ikut ke ruanganku."

Terpaksa Natalie harus mengekor di belakang Marcus walaupun tak persis di belakang, tapi Natalie bisa merasakan semua orang melihat ke arah mereka berdua, Natalie dan Marcus. Intinya pasti Natalie di pertanyakan kenapa ia bisa sedekat ini dengan seorang CEO besar.

Marcus masuk ke ruangan diikuti wanita berambut coklat dengan balutan blazer hitam dan kemeja peach. Natalie menunggu Marcus di sofa. Marcus dengan santai mengambil alkohol kalengan di kulkas kecil nya. "Alkohol?" Tanya Marcus melirik ke arah Natalie yang sedari tadi melayangkan pandangan benci. "Aku tak pernah minum minuman alkohol." Jawab Natalie datar.

Marcus hanya mengangkat bahu kemudian duduk di sofa, persis duduk berhadapan dengan Natalie. "Jadi-" ucapnya sambil meminum seteguk. "Apa yang membawamu kemari?"

"Kau tahu persis apa alasannya. Bukankah sudah ku katakan tadi?" Desis Natalie.

"Oh, Natalie. Bisakah kau bicara lebih rileks? aku masih atasanmu, kau tahu." Ada nada mengejek di suara Marcus. Oh Tuhan, kuatkan aku. Batin Natalie.

"Tidak bisa. Jadi jelaskan saja apa maksudmu membuatku terjebak di perusahaanmu."

Marcus menatap Natalie dengan kedua alis terangkat. "Baiklah. Kau mau tahu alasanku?"

Natalie mengangguk tak sabar. "Sungguh?" Tanya Marcus lagi membuat darah Natalie mendidih. "Oh sial. Cepatlah."

Kali ini Marcus benar-benar tersenyum puas. Astaga, sekujur tubuh Natalie memanas ketika pria itu menyunggingkan senyum mematikan. "Bagus. Kalau begitu, temani aku ke klub malam ini. Aku butuh hiburan."

The AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang