AKU JODOHMU

35 3 0
                                    


AKU JODOHMU

"Untuk yang telah berjuang, demi pasangan hidup yang diimpikan."

"Rim, bagaimana kamu sudah siap kan?"

Terdengar suara Ibu dari balik pintu kamar. Hari ini adalah hari yang aku tunggu, sejak dua tahun lalu. Hari spesial yang selalu dinantikan setiap gadis, dipinang oleh seseorang yang ia impikan selama ini.

Namanya mas Dimas, aku mengenalnya dari salah seorang kawan yang kebetulan saat itu menjadi rekan kerja, disebuah pabrik sepatu yang terkenal di kotaku. Oh ya, sebelumnya perkenalkan namaku Rima, Rima Pramesti Nugroho.

Bagiku, mas Dimas merupakan sosok lelaki yang baik, santun, dan bertanggung jawab. Awal pertemuan kami sengaja diatur oleh rekan kerjaku tadi, sebut saja Wati. Dimas adalah kakak sepupu Wati, katanya ia memang sedang mencari seseorang yang akan dijadikan istri, bukan pacar.

Setelah pertemuan itu, aku dan mas Dimas intens berkomunikasi, karena sebelumnya kami telah bertukar nomor handphone. Komunikasi dan pertemuan demi pertemuan yang cukup sering, membuat kami semakin tertarik satu dan yang lain.

Hingga pada suatu saat mas Dimas mengatakan perasaannya padaku, tentu hal itu membuatku sangat gembira. Karena jujur, aku pun menaruh hati padanya.

Dua tahun berlalu, hubungan kami semakin baik. Tiada hari yang kami lewati dengan sia-sia, tidak ada pertengkaran, justru sebaliknya semakin hari kami semakin mencintai satu sama lain.

Suatu hari, mas Dimas menemuiku, ia mengatakan satu hal yang membuatku terkejut. Saat itu dia berkata jika hubungan kami harus terpisah oleh jarak untuk sementara waktu, karena harus pindah kantor di luar kota yang jaraknya sangat jauh.

(Dok...dok...dok...)

"Rim, ayo cepetan." Suara Ibu kembali terdengar, lamunanku buyar seketika.

"Eh iya Bu, ayo kita berangkat." Ucapku girang.

Hari itu aku bersama keluarga besar bersiap untuk menuju kerumah mas Dimas, beberapa hari yang lalu mas Dimas menepati janji untuk melamarku, meski hanya melalui telfon.

Ya, mas Dimas melamarku via telfon. Tentu diawali dengan permintaan maaf karena melakukan hal ini. Namun kendati demikian, mas Dimas telah menyuruh keluarganya untuk datang menemui keluargaku.

Setelah mobil carteran siap untuk berangkat, aku dan keluarga besar segera naik satu persatu, dengan membawa seserahan yang lumayan banyak, beruntung saat itu kami dapat menyewa mobil yang ukurannya lumayan besar.

Jangan kaget, memang begitu adanya. Aku berasal dari keluarga yang tidak mampu, karena itulah mobil untuk keperluan pertunangan ini adalah hasil dari rencar. Aku tidak malu dengan hal ini, karena mas Dimas sudah tau dengan detail siapa aku dan bagaimana keluargaku.

Setelah semua penumpang naik, mobil melaju dengan cepat melewati jalanan yang cukup ramai. Saat itu perasaanku sungguh tak karuan, berdegup kencang karena akan menemui calon mertua, ya meski sudah kesekian kalinya, tetap saja perasaan gelisah itu ada.

"Rim, benar yang ini rumahnya?" ucap Ibu.

"Iya benar Bu." Sahutku cepat.

"Wah, besar sekali ya Rim rumahnya nak Dimas."

"Iya, bukan rumah Dimas bu, rumah orang tuanya."

"Oh iya hehe."

Setelah memasuki pintu gerbang, aku dan rombongan segera turun, kemudian melewati sebuah taman dengan air mancur ditengahnya.

Dari kejauhan nampak dua orang paruh baya yang wajahnya sangat kukenal, calon mertua!

Hatiku semakin berdegup kencang, terlebih ketika aku semakin mendekat kearah mereka.

"Asalamualaikum..."ucap Ibu.

"Walaikumsalam, ayo masuk." Ucap calon Ayah mertua.

Setelah menaruh seserahan yang kami bawa, aku dan keluarga segera duduk di ruang tamu yang sangat luas.

"Rim, ayo nak salim dulu sama calon mertuamu." Ibu menyuruhku dengan suara pelan.

"Baik bu."

Aku segera beranjak dari kursi, lalu berjalan kearah calon mertuaku, kucium kedua tangan mereka dengan perasaan yang tak bisa kuungkapkan, setelah itu, aku kembali duduk di samping Ibu.

"Jadi begini Buk, langsung saja ya, jujur sebenarnya kami ini masih berat menerima pertunangan ini, kemarin saja saat Dimas telfon jika kami suruh datang kerumah Ratna dan melamarnya, itu Ibunya syok, begitu juga dengan saya, kemarin itu kami dengan sangat terpaksa kesana, sekarang kami ingin terbuka dan jujur pada Ibu, Ratna dan semua keluarga yang hadir disini, kami tidak bisa melanjutkan pertunangan ini."

DEG!

Suasana yang tadinya begitu menegangkan karena aku menahan rasa bahagia berubah seketika, badanku menjadi lemas mendengar perkataan kedua orang tua mas Dimas, seakan-akan tak percaya dengan semua ini. Ibu dan keluarga yang saat itu turut mengantar, hanya bisa terdiam kaku dan menahan malu.

Tak terasa buliran air mata jatuh di pipi. Dengan penuh rasa luka, aku dan keluarga segera pergi dari rumah tersebut.

Sepanjang perjalanan pulang, aku hanya bisa menangis. Hatiku terasa sangat sakit, terlebih ketika melihat ibu mengusap air mata dengan sapu tangan kesayangannya.

Hari itu benar-benar menjadi hari terburuk dalam hidupku, bukan hanya soal penolakan keluarga mas Dimas, namun aku juga merasakan bagaimana malu yang harus Ibu tanggung pada sanak sodara yang lain atas kejadian tersebut.

------

"Halo, Rima...Rim, aku minta maaf atas kejadian ini, aku benar-benar tidak tau, aku mohon maaf Rim, Ibu mana?aku ingin berbicara dengannya."

"Nggak usah mas, suaramu hanya menjadi luka baginya."

(tut...tut..tut..)

Telfon pun terputus....

Sejak saat itu, aku tak lagi menerima telfon ataupun membalas pesan yang mas Dimas kirim. Hari-hari kulewatkan dengan penuh rasa sedih, begitu juga dengan Ibu, sepertinya ia sangat terpukul atas kejadian yang bagiku sangat menyedihkan itu.

Satu bulan berlalu, aku terkejut dengan pesan yang kuterima dari mas Dimas, ia mengatakan jika sedang berada di depan rumahku, aku memang selalu membuka pesan apa yang mas Dimas kirim, namun tidak pernah membalasnya.

Membaca pesan yang baru saja kuterima, tentu membuat kaget. Aku segera berlari keluar, ternyata benar, sosok mas Dimas berada tepat di hadapanku.

"Rim, aku ingin bertemu Ibu."

Kini aku tidak bisa lagi menghalanginya, segera kupanggil Ibu .

"Asalamualaikum Buk." Mas Dimas langsung mencium tangan Ibu.

"Walaikumsalam, nak Dimas ayo sini duduk." Ajak Ibu.

"Bu, Dimas mohon maaf atas kejadian saat itu, sungguh Buk, Dimas benar-benar tidak tau jika semuanya akan menjadi seperti ini,maafin Dimas ya Bu."

Mendengar hal itu,mata Ibu kembali berkaca-kaca.

"Nak Dimas, Rima ini memang begini adanya, bukannya nak Dimas sudah tau itu, kami begini adanya nak, kami bukan orang kaya, Ibu sangat sedih atas perkataan orang tuamu pada Rima, sakit hati ibu nak, sakit..." Tangis Ibu semakin menjadi-jadi.

"Dimas mohon maaf Buk, Dimas sangat mencintai Rima, apa adanya kalau rejeki bisa dicari tapi orang sebaik Rima sulit ditemukan, Dimas janji akan menikahi Rima, karena Dimas sudah benar-benar sayang sama Rima."

"Iya Nak, tapi bagaimana dengan orang tuamu, restu mereka juga penting bagi kalian."

"InsyaAllah orang tua Dimas sudah menerima Rima Bu, tadi mereka juga meminta maaf dan menyesal akan perbuatan yang telah dilakukan.

------------

Keesokannya mas Dimas datang kerumah lagi, kali ini dia datang bersama kedua orang tuanya. Setibanya dirumah, Ayah dan Ibu mas Dimas langsung memelukku, mereka menangis dan memohon maaf atas kejadian yang telah berlalu, begitu juga kepada Ibu.

Sejak saat itu, hubungan kami ke jenjang selanjutnya berjalan lancarm tentunya dengan restu kedua belah pihak. Begitulah hidup, terkadang kita harus merasakan pahit untuk merasakan manisnya kehidupan.

THE END.

AKU JODOHMUWhere stories live. Discover now