Epilog 2

57.8K 3.3K 257
                                    

            Tsani baru tiba dari kamar mandi segera menatap aneh pada suaminya yang sepertinya menyembunyikan sesuatu darinya. Belum lagi ekspresi rekanan Athaya, si Antara sejak tadi menahan tawa. Apa yang direncanakan dua pria itu?

            “Kak, kau tidak sedang meracuni pikiran Antara, kan?” Tsani menyelidik, dia mulai menganalisa perubahan mimik wajah suaminya. Athaya mengerjap, kaget karena dituduh Tsani seolah dia adalah satu-satunya pembuat ulah.

            “Meracuni seperti apa maksudmu, Tsani? Malam ini aku punya banyak bisa.” Balas Athaya ringan seolah tak terjadi apa-apa. “Antara, tolong jaga sebentar istriku. Hati-hati jika kau berdekatan dengannya. Bukan karena aku cemburu, tapi dia memiliki sesuatu yang tak pernah kauduga sebelumnya.”

            Antara terperangah mendengar penjelasan Athaya, ia lalu melempar pandangan penuh tanda tanya pada Tsani. Dan anehnya, Tsani membalas dengan tawa yang tertahan. Dasar, aneh.

            Athaya pamit. Ketika berpapasan, Tsani menahannya sebentar, “jadi, kau sudah sangat percaya pada Antara sampai tak cemburu padanya?” Tsani memasang ekpresi menyayangkan dengan sangat dramatis. Membuat Athaya menautkan alis. “Omong-omong, wajah oriental-latin-nya itu cukup untuk menyihir wanita.”

            “Oh ya?” Athaya nyaris tertawa mendengar Tsani mengancamnya tentang pesona sahabat masa kecilnya. “Kupastikan bahwa hanya wajahku yang mampu menyihirmu.” Athaya tersenyum menggoda dan hal itu membuat Tsani ingin membenturkan kepalanya sendiri di dinding. Keki karena sudah mencari perkara pada suaminya.

            “Oke, pergilah, jangan lama atau sihirmu untukku musnah.”

            Tanpa diduga, Athaya malah mencuri sebuah ciuman di pipi lalu kabur ke luar. Sepertinya Athaya ada urusan hingga meninggalkan acara ini di tengah-tengah. Tsani tak tahu apa itu, yang jelas nalurinya bilang, itu semua berkaitan dengan Antara.

            Setelah Athaya hilang dari pandangannnya, dia melihat Antara. “Kamu ada apa?” lelaki itu tengah memandangi putri presiden yang ada di tengah pesta. Gadis cantik yang jadi pusat perhatian, simpul Tsani. “Berapa lama kau menyukainya?” Tanpa tedeng aling-aling, dia bertanya pada Antara.

            Yang ditanyai segera sadar dan menatap Tsani dengan wajah memerah tapi Antara memutuskan untuk tersenyum, “sepertinya, aku harus memercayai nasehat Athaya.”

            Tsani meringis “percayai saja, tapi yang jelas itu sudah sangat terlambat.” ia melirik lagi gadis yang sempat diperhatikan Antara. “Kau tahu, seorang laki-laki jatuh cinta itu bisa terlihat dari sorot matanya. Jadi, jangan pernah menyangkal itu apalagi berniat membohongiku, seorang wanita itu punya naluri dan perasaan yang halus.”

            Antara tertawa kali ini. “Astaga, jika aku bertemu denganmu lebih dulu, aku akan mencintaimu. Rasanya, duniaku langsung jadi pelangi di dekatmu, Mrs. Nurpati.”

            “Lalu aku akan melihatmu berdarah-darah karena bertarung dengan Athaya?” Tsani menggeleng, “aku kasihan padamu. Sudahlah, kau tak akan bisa mencintaiku, sementara hatimu sudah penuh dengan gadis itu.”

            Antara mengambil napas, “Ya, penuh dengannya hingga tak bersisa untuk diriku sendiri.” Matanya masih terpaku pada Jingga yang kini sedang tertawa dengan lelaki yang datang bersamanya. Ada rasa sesak yang menutup tenggorokannya, membuat udara terhalang menuju paru-paru.

            “Sejauh apa hubungan kalian? Hei, kau harus bercerita.” Desak Tsani. Sang putri presiden berjalan ke arahnya. Membuat ia bisa mengamati lebih jelas. “Lho… dia, kan?” Tsani menatap tak percaya. Dia ingat, gadis yang jadi pusat perhatian di pesta itu adalah gadis yang pernah nyaris menabraknya belasan bulan lalu saat dia bertengkar dengan Claudia.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang