10. Gesekan

36.5K 2.2K 112
                                    

Tubuhku tegang bukan karena aku marah pada orang asing itu, tapi siaga karena saat itu juga Antara menjauhiku. Aku seperti diperosokkan dalam jurang yang gelap dan berduri. Aku menatap Antara yang sibuk mengancingkan kemejanya. Begitu selesai, ia melihatku. Itu bukan tatapan mata yang kukenal.

"Hei, apa sandiwaraku tadi bagus?" ia berucap sambil menyeringai. Ludah yang kutelan terasa sulit. Ini... apa maksudnya?

"Ya Ampun, Antara! Apa benar dia putri si brengsek itu?" Tanya si wanita dengan pongahnya. Alisku bertaut. Suungguh, aku bingung sekali. "Kenapa sepolos ini?"

"Ma, kautahu dalam bahasa kita polos sama dengan bodoh." Sahut Antara enteng, "Jingga, Jingga... berapa lama sih kita berkenalan?"

Suaraku tercekat, diperparah oleh mataku yang terasa panas. Berulang kali aku memasok udara, namun dadaku masih terasa sesak. "Maria."

"Halo, kau sudah tahu namaku?"

Aku buru-buru mendekat, menghadiahinya tamparan hingga sudut bibirnya berdarah. Maria hanya tersenyum. Dengan cekatan, tangannya berayun dan menjambak rambutku.

"Anak haram, berani-beraninya kamu menamparku... wah, kamu menentang badai rupanya." Ia berkata dengan nada yang paling tidak ingin kudengar. Sok lembut, sejatinya iblis berwujud manusia. Kuludahi wajahnya, membuat ia melepas cengkraman di rambutku lepas. Aku yang terbebas segera menendang tulang keringnya.

"Badai? Lebih dari badai pun akan aku lawan jika wujudnya kamu." Suaraku mengancam, "bagiku, kamu nggak lebih dari sampah."

Maria meringis namun matanya mendelik, menghantarkan kengerian yang menjalar ke sekujur tubuhku. "Antara, rencana B!"

Antara terlihat tegang, sebelum akhirnya ia mengunci dua tanganku ke belakang.

"Lepas!" aku berontak, "Antara, lepas! Brengsek! Kau sama tak bermoralnya!" aku memaki Antara, tak terima karena ternyata ia mengkhianatiku dan lebih memilih bekerja sama dengan ibu tirinya. Apa selama ini Antara memang merencanakan ini semua? Menemuiku di kebun teh, merekomendasikan aku agar diterima di nutrifood, mendekati aku hingga membuatku berpikir bahwa kami saling mencintai. Kugigit bibir bawahku, nyaris menangis jika tak kudengar Maria memberi intruksi pada Antara.

"Lucuti pakaiannya sekarang! Setubuhi dia! Kita lihat sejalang apa dia!"

Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku meronta lebih kuat. Yang mengherankan, sekalipun kuncian Antara membahayakan untukku, aku tetap merasa damai di dekatnya. Ya Allah, sadar, Ji, dia sudah berkomplot dengan Maria! Sadar! Kau dalam bahaya! Sel otakku memprotes kebebalanku yang tak ada akhirnya.

"Antara, tolong... jangan lakukan ini." Aku benar-benar menangis. "Antara...."

Sejenak, lengan Antara terasa kaku. Aku sempat melihat keraguan di matanya dan aku tak menyiakan itu. Kakiku melayang di betis dan kugigit tangan Antara. Ia kesakitan lalu melepasku dengan mudah. Aku saja heran, kenapa ia melepasku padahal tenagaku tak seberapa. Di tengah situasi kacau seperti itu, aku segera berlari menuju pintu.

Tubuhku tersentak melihat 4 buah bodyguard Maria mendekat. aku terjungkal dan mundur perlahan dengan menumpukan gerakan pada pantat. Gelenganku lemah. Aku lupa tak membawa handphone. Kulirik Antara, ia diam dalam ekspresi dinginnya. Kemana Antaraku yang dulu? Saat aku dikejar-kejar preman di Ciater, ia bisa kalap padaku bahkan menghajar langsung preman-preman itu. Namun yang sekarang kulihat, lelaki itu tak ubahnya bagai patung, begitu datar, dingin dan kaku. Tak satu pun yang ialakukan untuk menyelamatkanku.

"Lepas pakaiannya dan beritahu ia bagaimana memberi perlawanan lewat tubuh!" hanya intruksi seperti itu, mereka langsung menyekal tubuhku tanpa ragu. Airmata malah mengalir deras. Seharusnya, aku sadar bahwa tak ada seorang pun yang menolongku. Meskipun demikian, aku tak pernah percaya bahwa Antara merencanakan ini. Aku menatap memelas padanya, memohon pada dia untuk menyelamatkanku.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang