Part 7. Tujuan Hidup

33.9K 1.8K 40
                                    

Gina POV

Aku masih mengingat dengan jelas saat mama Gaby masuk kedalam kamarku.

Saat itu aku sedang menangis diam-diam didalam kamarku tanpa sepengetahuan siapapun.

Aku sengaja melakukannya karena tidak ingin membuat Mas Theo kembali marah padaku, tidak bisa kusalahkan dirinya karena kesal menghadapi kelakuanku.

Dia tidak tahu apa-apa.

Beban batin yang kurasakan sejak kematian Leon, tentu dia tidak tahu tentang itu.

Dan lebih baik kalau dia memang tidak tahu.

Aku,

Aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan dilakukannya padaku kalau saja dia tahu akulah penyebab kematian sahabatnya.

Aku tidak akan pernah memahami mengapa Mas Theo bisa sangat memperdulikan perasaan Leon.

Tidak, kalau saja dia tidak menceritakan apa yang pernah terjadi pada meresa saat masih remaja, dia mengatakan semuanya saat memarahi aku yang terus menerus menangis yang dia kira diakibatkan oleh pengaruh kematian suamiku.

Aku masih mengingat dengan jelas setiap kalimat yang dikatakannya padaku waktu itu.

“Dia juga sahabatku Gina, orang yang sangat penting bagiku dan aku berhutang nyawa padanya” dia meneriakkan kalimat itu sambil mengguncang bahuku, kata-katanya membuatku justru menangis semakin keras karena tahu pasti apa arti dampak kalimat itu bagiku.

“Apa kau tau kalau diusia empat belas tahun aku pernah terluka karena kecelakaan saat kebut-kebutan motor dijalanan,”

“Mama dan Papa saat itu sedang berada diluar negeri, padahal saat itu juga aku harus segera mendapatkan donor. Kebetulan sekali kalau saat itu pasokan darah yang kubutuhkan sedang kosong karena jenis darahku yang lumayan langka.”

“Dan dia, Leon... hanya dia yang peduli padaku saat itu, apa kau tahu kalau dia berlari dari rumah sakit ke Gereja hanya untuk meminta pertolongan pada sebanyak-banyaknya orang yang sedang beribadah, memohon sambil bersimpuh...orangtuaku saja tidak melakukan itu untukku Gina, tapi dia......”

Aku sungguh tidak ingin mendengar apa-apa lagi.

Tidak kalau justru membuat aku terpuruk dalam penyesalan tak berkesudahan karena hal itu.

Hanya pada mama aku bisa menumpahkan perasaanku yang sebenarnya.

Semua rencana yang kubangun diam-diam demi membahagiakan lelaki yang paling kucinta, usaha yang kulakukan untuk membuatnya terbebas dari jerat penyesalan karena telah melukai hati sahabat yang mengikatnya dalam hutang nyawanya sendiri dengan merebut aku, wanita yang paling dicintai oleh sang sahabat.

“Aku mau pergi ma” isakku sambil memeluk tubuh bekas ibu mertuaku, kadang aku bahkan melupakan fakta itu dengan menganggap kalau beliau justru mama kandungku hadiah yang diberikan Tuhan ketika dia menautkan takdir kehidupan pada lelaki yang telah menodaiku.

“Kemana sayang? Kamu mau pergi kemana?”

“Entahlah, tapi aku mau pergi...ketempat paling jauh yang tidak mungkin bisa diketemukan oleh Mas Theo lagi.”

Playboy Monarki The Series - Lust In loveWhere stories live. Discover now