Midnight With Kak Midam

Start from the beginning
                                    

Lagi enak-enaknya menikmati semilir angin malam menuju pagi, tiba-tiba kak Midam berhentiin motornya di sebuah halte.

Belum sempet gue nanya, kak Midam udah merintah,
"Turun!"

Hah?


Maksudnya gue disuruh turun itu apa?


"Kamu turun dulu dari motornya."

Iya tau, tapi kan-

"Turun dulu sebentar, sayang."

Bang-

Ke!

Kata 'sayang' itu berhasil bikin gue manut sama kak Midam.

Iya, gue akhirnya turun dari motor. Padahal lagi ngantuk banget.

Terus dia narik tangan gue, buat gue mau ga mau tapi mau mendekat ke kak Midam. Abis itu dia lepasin helm yang gue pake.

Gue ga ngerti. Dia mau ngapain, sih?

Eh? Kok dia jalan? Dia jalanin motornya? Serius?! Dia mau ninggalin-

Hehe, ternyata dia cuma markirin doang.

Abis markirin dan lepas helm, dia ngehampirin gue. Setelahnya genggam tangan gue dan duduk di kursi halte.

"Kak? Kenapa berhenti disini?" Tanya gue.

Kak Midam cuma mandangin muka gue yang bentukannya udah kaya bala-bala gak laku.

Dan berakhir sama gue yang liatin muka dia balik.

Ganteng.

Gak pernah luntur.

Walaupun mukanya sekarang keliatan cape banget.

"Kita pesen taksi online aja ya? Aku ga sanggup lanjutin perjalanan pake motor. Kasian ke kamunya juga." Kata kak Midam sambil ngeluarin ponsel dia yang gelap total, dari casing hingga ke layar. Alias, Mati.

"Kalau pesen taksi online, nanti motor kakak gimana?" Tanya gue.

Kak Midam natap gue dengan matanya yang ngantuk.

"Aku aja yang kendarain motornya." Tawar gue.

Kak Midam geleng.

"Ya daripada kita pesen taksi online terus motornya ditaro disini, mending aku aja yang kendarain. Jima bisa, kok." Kata gue meyakinkan kak Midam.

Kak Midam menghela nafas pelan, setelah itu senyum.

"Cape dan ngantuk bukan alasan utama aku ga bisa ngelanjutin perjalanan. Tapi liat kamu yang beberapa kali hampir jatuh karena ga sengaja ketiduran yang bikin aku ga sanggup."

Sumpah ya, dulu ibunya kak Midam makanin mallow terus apa pas hamil dia? Lembut banget suaranya kak Midam.

"Kan aku bisa meluk kakak." Gue tetep ngotot dan bersikeras supaya ga pesen taksi online dan ninggalin motornya disini.

Kak Midam malah jadi keliatan gelisah. Matanya mandang ke segala arah.

"Ju-justru aku... aku gamau it-itu kejadian." Kak Midam menjeda ucapannya.

Terus kak Midam narik nafas, mungkin bersiap ngelanjutin omongannya.

"Akujadidegdegankalaukamupeluk."

Hah?

Ngomong ap- a si~

"Aku jadi deg-deg-an kalau kamu peluk."

Kampret:'











Udah.

Pendek ya? Hehe iya sesuai sama tinggi gue:'

Bodo amat ah mau gaje juga:v

Nulisnya buru-buru wkwkwk hadiah karena work gue dikit lagi 10K readers:)

Btw, Midam ga save:')

It's oke karena sebenarnya gue tau ini bakal terjadi. Dan sebenarnya gue iklas aja sih:'

Karena gue percaya, Midam punya jalan sukses lain.

But, ngeliat perjuangan yang lain masih membara dan masih pengen Midam berjuang di PDX, gue jadi ikutan burn semangat gue:')

Dan gue kagum sama Neuron/Bloomies Korea. Mereka ngelakuin apa aja dari mulai ngehadiahin voucher makanan, Giveaway uang 2rb(?)won, sampe Giveaway emas batangan:')

Gue sebagai antek-anteknya merasa bangga:'

Last,
제발, 미담 사라져:'

Gue ga minta dia debut di PDX ko, gue cuma berharap dia bisa menyanyikan sebuah lagu yang diperuntukkan untuk dia nyanyikan secara publik di panggung besar:'

kak Midam -Lee MidamWhere stories live. Discover now