Ia tiba di dasar, lalu meletakkan tumpukan kardus di samping tangga. Hampir saja ia tersandung sebuah kotak kayu. Penasaran dengan isinya, ia pun membukanya, debu yang menempel cukup tebal. Dengan bantuan cahaya senter, ia melihat isi kotak itu, beberapa lembar surat dan amplop berwarna merah maroon yang terpisah. Lembaran surat sudah menguning, tapi ia masih bisa membaca tulisannya, sepertinya karena kotak kayu penyimpan ini dilapisi pernis coklat kilat, makanya tidak ada rayap yang masuk. Perlahan ia membuka lembaran yang paling atas, membacanya beberapa paragraph. Tapi karena aroma apak yang menyebalkan, ia bergegas untuk keluar secepatnya.

Seharusnya kau tida membaca surat itu…”

Sam langsung melihat ke sekeliling sekilas, ia yakin pendengarannya masih bekerja dengan baik. Sorotan cahaya dari senternya menyapu ruangan. Sam melihat sesuatu, entah mengapa tiba-tiba ia merinding, tapi ia kembali melihat ke sekeliling. Ada sesuatu di ujung ruangan. Seperti sebuah gaun. Sam berjalan mendekat, bentuknya terlihat semakin jelas. Sam bahkan bisa melihat bentuk jemari tangan manusia, namun ia belum berani menengadahkan kepalanya untuk melihat bagian atas gaun itu. Apa itu sebuah patung?, tanyanya dalam hati.

Gaun yang ia lihat benar-benar kusam, sepertinya debu yang menempel cukup tebal, dan ada beberapa bagian gaun yang kotornya sangat parah, warnanya coklat, tapi bukan lumpur. Dan begitu Sam menegakkan kepalanya, ia melihat apa yang seharusnya tidak dilihatnya. Seketika mulutnya terasa terkunci, bau amis membuatnya mual, belum sempat ia berteriak, seolah-olah ada ledakan yang sangat kuat melemparkan tubuhnya hingga terpental ke lantai dekat ujung tangga, ia pun pingsan.

***

Sam terbangun karena merasa sesuatu yang dingin menyentuh dahinya,

“Sam, sudah sadar?” ternyata itu Gween.

“Badanku serasa remuk,”

“Apa yang kau lakukan di bawah sana? Jangan karena kau bisa tidur dimana saja, kau memilih tempat yang seperti itu.”

“Aku tidak tidur, aku pingsan. Sesuatu menghantamku hingga terpental, sebelumnya aku melihat…”

“Melihat apa?”

“Oh, tidak ada. Kurasa itu hanya halusinasi. Hehe.”

“Dasar.  Ngomong-ngomong, kotak apa itu? Kau tertidur sambil memegangnya”

“Kotak kayu itu? Iya. Isinya hanya surat-surat.”

“Surat-surat penting?”

“Bukan, hanya surat pribadi biasa.” Gween hanya manggut-manggut.

“Kalau sudah merasa lebih baik, telpon saja aku, akan kujemput untuk turun makan siang.” Gween bangkit.

“Memangnya sekarang pukul berapa?”

“Hampir pukul satu siang”

“Aku mau turun sekarang saja, aku benar-benar lapar.”

Sam, dibantu Gween menuruni tangga menuju dapur. Sudah ada mom dan dad yang bersama-sama menyajikan makanan di atas piring. Setelah semua tersaji, mereka pun makan. Tidak ada yang berbicara selama waktu makan hingga selesai.

“Malam ini kita akan pergi ke pesta pernikahan anak rekan kerja dad, kalian semua ikut, ya”

“Pukul berapa kita berangkat, dad?” Tanya Gween.

“Sekitar pukul Sembilan, tidak apa kan? Lagipula besok hari minggu, kita juga tidak akan berlama-lama disana.”

“Tapi dahiku masih lebam,” kata Sam

“Terserah padamu, tapi sebaiknya sih kau istirahat saja dulu.”

“Oh ya, dad. Katanya rumah ini satu-satunya bangunan yang pernah direnovasi hampir seluruhnya, memangnya apa yang terjadi waktu itu?” Tanya Gween lalu meneguk jus jeruknya.

Scarlet Letter (Not Greyson's Love Story)Where stories live. Discover now