Bab 9

245K 6K 79
                                    

Livia mengerjapkan matanya, kepalanya terasa berat. Dia memandang ke sekelilingnya, kamar itu bukan kamarnya, selimut ini juga bukan selimutnya, Livia pun tersadar sepenuhnya dan dia tahu bahwa dirinya kini berada di tempat lain. “Di mana ini? Ugh, kepalaku pusing sekali.” Gumamnya. Dia mengingat-ingat lagi kejadian semalam, dia bertemu Martin lalu secara kebetulan ada Wilson di sana, dia bercakap-cakap sebentar bersama Wilson dan dia minum banyak, setelah itu dia tak ingat lagi kejadian selanjutnya hingga dia terbangun dalam kamar hotel ini. Hotel? Seperti tersengat listrik sesaat Livia langsung mengecek dirinya sendiri, dan dia menghela nafas lega, dia berpakaian lengkap.

“Siapa yang membawaku ke sini?” ujarnya lirih sambil berkeliling ruangan kamar itu, tapi tak menemukan tanda-tanda kehadiran orang lain selain dirinya. Livia mencuci mukanya dan merapikan rambutnya lalu dia pun bergegas memakai coat hitamnya dan pergi dari kamar itu.

Livia menyusuri jalanan yang belum terlalu ramai pagi itu menuju ke stasiun MRT terdekat. Benaknya penuh dengan pertanyaan. Sewaktu dia akan melakukan check out di receptionist, salah satu staff mengatakan bahwa kamar tersebut telah dibayar, bahkan beserta layanan antar jemput mobil hotel untuk mengantarkannya pulang. Livia menanyakan siapa yang memesan kamar itu, staff tersebut mengatakan bahwa orang tersebut tak memperbolehkan mereka menyebutkan namanya.

Selama perjalanan di dalam MRT, Livia memikirkan siapa orang tersebut. Orang tersebut membayar layanan antar jemput mobil untuknya, yang berarti tidak mungkin Edric, karena Edric tahu bahwa Livia tak bisa dan tak akan pernah mau naik mobil. Ada alasan khusus yang hanya orang terdekatnya yang tahu akan hal itu. Begitu juga Martin, lagipula jika memang benar Martin, dia tidak akan berpakaian utuh pagi ini. Satu-satunya yang Livia yakin adalah orang itu, orang terakhir yang bersama dirinya tadi malam. Wilson Xian, pasti dialah orangnya.

Home sweet home. Inilah yang dia rasakan sesampainya dia di apartemen tercintanya. Livia merebahkan tubuhnya di ranjangnya yang empuk, kepalanya masih sedikit pusing. Dia memang tidak bisa minum, dan semalam memang kejadian yang tak pernah dia alami sebelumnya. Dia sendiri juga heran, kenapa dia bisa bertemu Wilson di sana dan secara tak langsung cowok itu sudah menolongnya dari Martin.

Jika memang benar Wilson yang telah membawanya ke hotel itu, kenapa cowok itu meninggalkannya sendiri? Livia mulai merasakan rasa kagum akan cowok itu, Wilson tidak memanfaatkan ketidaksadaran Livia saat itu. Livia bangkit dari ranjangnya dan menghadap ke cermin panjang yang memantulkan bayangan dirinya. Tak ada yang salah dari dirinya, memang banyak yang bilang dia cantik, kulitnya putih, tubuhnya pun tidak gemuk tapi tidak juga terlalu kurus. Tapi apakah Wilson tidak tertarik pada dirinya sedikit pun? Bagaimanapun juga, Livia harus berterimakasih pada cowok itu karena sudah menolongnya. Tapi bagaimana caranya? Dia tidak memiliki nomor pribadi cowok itu, pertemuannya hanya sebatas meeting proyek. Meeting? OMG, Livia merasa pipinya mulai panas karena dia teringat sesuatu, Wilson, kliennya, melihatnya mabuk malam itu..!! Mau ditaruh di mana mukanya kalau bertemu dengan Wilson saat meeting berikutnya?

--

Cuaca hari ini sedikit mendung dan karena berangkat terburu-buru, Livia lupa membawa payung dari kantornya. Livia melihat arlojinya, dia sudah terlambat sepuluh menit dari jam meeting yang sudah ditentukan oleh pihak Xian Enterprise. “Aduh, kenapa juga harus meeting di café Wooden Green yang kemarin sih.” Gerutu Livia. Café bernuansa alam dan serba hijau itu letaknya memang sedikit jauh dari kantor Livia dan membuat Livia harus berpindah train ke jalur lain ditambah lagi jarak yang ditempuh Livia untuk menuju ke café itu dari stasiun MRT terdekat cukup jauh.

“Maaf aku terlambat. Sudah menunggu lama ya?” sapanya pada Wilson yang sudah duduk di tempat yang sama seperti meeting mereka minggu lalu.

“Nope. Aku juga baru datang.” Balas Wilson, tapi Livia tahu bahwa cowok itu sudah lumayan lama menunggunya datang, dilihat dari Thai green tea cowok itu yang sudah setengah gelas.

Tempting YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang