16

589 18 2
                                    

"Kau seperti awan, yang indahnya hanya untuk dipandang, bukan untuk dikenang.
Kau seperti awan, ada untuk pergi dan kembali lalu pergi lagi sesuka hati"
-dari Alin untuk Gerrald.

Alin terbangun dipagi hari dengan masih memakai baju sekolahnya yang tak digantinya semenjak tangis pecah sedari pulang sekolah kemarin. Sungguh, Alin tak pernah berpikir kisah cintanya akan menjadi semakin rumit begini, terlalu jauh dari kata tenang. Alin bukan orang yang mudah mencari cinta yang lain, sangat bukan tipikalnya menjadi perempuan seperti itu. Alin sulit menerima cinta dan cerita yang baru, itu kelemahan Alin.

Alin berjalan ke arah meja riasnya sambil melihat ada kertas tebal dengan sampul biru muda dengan pita berwarna putih, cantik sekali. Pikir Alin saat melihat kertas itu, kemudian ia mengambilnya dan membaca apa yang terpapar di kertas itu.

'Seila & Gerrald'

Itu yang pertama kali Alin baca, kemudian

'Pertunangan'

Pecah, tangis alin kembali pecah. Tak ada kata yang bisa ia ucapkan lagi. Hatinya sungguh sakit, nyeri teramat nyeri. Semua terasa sangat semu, ayolah! Alin berharap semua ini tidak nyata. Hanya sekejap kebahagiaannya direnggut begitu saja? Ia ingin waktu yang sedikit lebih lama, hanya sedikit. Alin menangis dengan suara tertahan, tak ingin membuat orangtuanya khawatir akan ini. Alin seperti orang gila, menangis hingga lehernya terasa cekat, hatinya sakit, hancur sudah. Segala harapannya yang tinggal sedikit sudah hilang, tak ada harapan sama sekali.

Alin bingung, pikirannya entah terbang kemana, terlalu banyak hal yang ada dibenaknya yang saat ini meronta ingin keluar. Alin merasakan stress yang benar-benar membuatnya kehilangan kontrol. Alin mengambil kunci mobilnya dan melaju tak tentu arah, dia hanya menangis dan menyebut-nyebut nama Gerrald. Sampai mobilnya terparkir di suatu tempat, tempat itu sering dikenal dengan sebuah kata 'dugem'.

Yap! Alin mencoba menenangkan pikirannya dengan alkohol kembali setelah sekian lama Alin menjauhinya. Dia membuka pintu mobilnya, menghapus air matanya dan berjalan masuk ke dalam club itu. Alin duduk di depan meja bar dan memesan satu sloki vodka, merasa tak mempan ia memesan dua sloki lagi. Sambil membuka ponselnya, masih tak ada pesan satupun dari Gerrald. Ya, mungkin memang Gerrald ditakdirkan bukan untuknya. Ia menangis semakin dalam, terus memesan vodka itu hingga sudah sloki yang ke sepuluh. Tak ada yang mencarinya, semuanya sedang berbahagia di pesta bahagianya Gerrald, entah benar dia bahagia atau tidak.

Sloki ke 17, saat hendak dimasukkan ke dahaga Alin bersamaan dengan ponselnya yang berbunyi. Samar terlihat nama dari penelepon itu, dia langsung saja mengangkatnya. Kalau itu orangtuanya, yasudah tamat.

"Helloww, Alin's here" jawabnya dengan nada tak jelasnya.
"Alin lu dimana? Kok berisik banget?" Tanya si penelepon
"First, who is this? Am i know you bebe? Hahahaha, i am rude, right? Ya i kno it" semakin terdengar sangat mabuk
"Lin, ini Ale. Lo-di-ma-na?!" Tanyanya, rupanya ini Raley. Teman seperSMPannya Alin dan teman SD nya Gerrald.
"Ouh, hi bebe, i am- em.. i'm okay, trust me. I'm hm.. em, j-just a little bit tired, hmm, you know? My life left me alone. hahahah that's sounds disgusting! euww" racau Alin sangat tak nyambung.

Raley berusaha mengingat tempat melalui suara khas dari tempat Alin dan beruntungnya ada suara dj yang menyebutkan nama tempat itu.

Setelah mendengar itu, Raley berkata, "gue kesana!" Dan ia memutuskan sambungan sepihak.

"Wuutss bebe? Helo, heloow?" Alin melihat ponselnya samar, sudah tak peduli dengan sekelilingnya lagi karena kepalanya sudah sangat berat.

Alin menutup matanya perlahan, tapi masih terdengar jelas dentuman musik yang ada di sekelilingnya. Dia meracau-racau sendiri dalam keadaan kepala yang dibaringkannya di meja bar. Air matanya mengalir, entah apa yang ada didalam pikirannya yang mabuk itu.

Tetap saja, dalam ketidaksadarannya pun dia menangis, terlihat jelas kehilangan orang yang benar-benar dicintainya begitu memilukan, ditambah lagi itu karena diambil oleh temannya. Pedih.

Tak lama setelah itu, seorang laki-laki dengan kemeja putih masuk kedalam bar itu dan langsung membayar bill Alin dan menggendong Alin ke mobilnya untuk diantarkan pulang.

"Hi, is it u the guy who's talked to me.. uhm kamu yang tadi call aku itu ya? Hihihi siapa namanya?" Racau Alin, karena mata Alin tertutup dan sudah samar melihat akibat mabuknya.

Setelah sampai di mobil Raley, ia mencoba menyadarkan Alin, membuatnya minum air mineral yang tadi sudah ia beli dijalan.

"Lu mabuk berat lin" ucap Raley

"Apaansi, engga sayang. Akutu lagi bobo sekarang, byee bobo dulu ya" Alin membaringkan tubuhnya di kursi depan mobil Raley.

Raley berfikir, gak mungkin bawa Alin semabuk ini pulang. Terpaksa dia harus nginap dirumah Raley yang gak terlalu jauh dari rumah Alin. Masalah mobil, nanti Raley akan menyuruh supirnya untuk membawa mobil Alin.

Raley langsung membawa Alin ke rumahnya.

Sesampainya dirumahnya, Raley mengangkat Alin ke kamarnya. Tidak ada orangtua Raley, karena Raley tinggal sendiri dan orangtuanya tinggal bersama adiknya di New Zealand.

Alin tidur dengan pulasnya dan masih memakai pakaian yang ia pakai sedari club tadi. Tampak wajah lelah Alin dan pilu yang terpancar begitu nyata. Raley tau akan kebersamaan Alin dan Gerrald dan begitupun rasa terkejutnya saat mendapatkan undangan pertunangan Gerrald dan Seila.

Raley tau Alin hancur dan Raley datang disaat yang tepat.

***
Uppsss, siapa lagi niyy yang menghampiri Alin???
Yuk ah, tim #GerIn atau #RalIn????
Apaaa #GeIla???
Vote dan komen yaak, biar aku semangat🥰🥰

BackStreetUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum