"Sarah hentikan!"

Gerakanku terhenti ketika Velian menahan tangan Sarah dan menjadi tameng untukku. Zealda sudah menahan tanganku begitu juga dengan Aleea yang memukul pergelangan tangan Sarah agar pedangnya terlepas.

"Benar-benar hubungan yang rumit." Lavina menggelengkan kepala sambil duduk dengan santai lalu menggigit buah apel. Kepribadian Lavina nya keluar dan ia hanya menjadi penonton?

"Waktu itu aku melihat Velian berciuman dengan Sarah, kupikir mereka memang sepasang kekasih. Tapi ternyata—ada cinta segitiga disini," ujarnya gamblang.

"Tidak seperti yang kau lihat!" sergah Velian.

Lavina hanya tersenyum miring kemudian menggigit apelnya lagi. "Oiya? Tapi—kenapa ada percikan api di sini yah?"

"Sudah cukup." Kini Zealda yang bersuara. "Selama ada gadis itu, akan selalu ada percikan api."

"Berhentilah menyalahkannya Zealda," tepis Aleea. "Aku tahu kau tidak menyukai Sarah, tapi kau tidak bisa terus menerus menekannya."

Ada yang berbeda dengan raut wajah Lavina ketika Aleea mncoba membela Sarah, namun dengan cepat ia kembali menyembunyikannya. Ada apa sebenarnya diantara mereka?

"Maaf jika kedatanganku merusak suasana," ujarku sebal sekaligus merasa tak enak. "Lagi pula aku tidak akan lama tinggal disini."

"Apa maksudmu?" tanya Zealda.

"Aku hanya ingin melihat kalian selagi bisa. Aku—sama sekali tidak ingin membuat keributan."

"Ah, ucapanmu terdengar seperti—kau akan merayakan pesta lajangmu untuk yang terakhir." Lavina melempar sisa apel ke perapian.

"Apa kau benar-benar tidak bisa tinggal disini lagi seperti dulu?" Aleea tampak sedih bercampur kecewa.

"Maaf, posisiku saat ini sangat sulit untuk bergerak bebas."

Sarah tersenyum miring sambil memungut pedangnya lalu melemparnya ke tepian. "Baguslah, setelah itu hiduplah bersama putra mahkota dan menjauhlah dari kami."

Aku memiringkan kepala sambil menatapnya tajam, berharap bisa membungkam mulutnya yang pedas.

"Meskipun Valen pergi, aku tidak kan pernah merekrutmu sebagai angggota untuk menggantikannya," jawab Velian pada Sarah.

Senyum Sarah lenyap seketika dan mereka adu tatapan sementara kini gantian aku yang menyeringai. Aku melengos melewatinya untuk meraih buntalan kain yang berisi pakaian lamaku.

"Aku akan berganti pakaian, setelah itu aku akan berburu untuk makan malam."

Aku segera menyendiri untuk berganti pakaian. Nafasku terasa longggar ketika aku melepas korsetku dan memakai pakaian kasual yang sesuai dengan gayaku. Sejenak, aku menatap lencana Putri Mahkota di tanganku dengan risau.

Pikiranku langsung tertuju pada Erick yang sedang berjuang dalam ritual perburuan. Jika dipikir-pikir ini tidaklah adil, mengingat aku yang kabur dari ritual itu dan memilih menggunakan kesempatan ini untuk kembali ke goa.

"Maafkan aku yang mulia." Aku memasukkannya kedalam saku sebelum akhirnya aku kembali.

"Valen tunggu!"

Aku menoleh ketika sosok gadis datang mencegatku. "Lavina?"

"Ada yang ingin ku bicarakan denganmu."

Aku hanya menurut ketika ia menarik tanganku ke tempat yang sunyi. Dari raut wajahnya yang serius sepertinya ia ingin membicarakan hal yang penting.

"Valen," ujarnya mulai berbicara. "Aku sudah tahu siapa pangeran ke empat raja terdahulu."

Aku masih terdiam dan menatapnya serius sambil mencoba menebak apa yang ada di dalam pikirannya.

AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang