"Anne masih harus sekolah, kuliah. Dia harus sukses, tidak boleh cuma menjadi pelayan."

"Kenapa kamu sepertinya ngotot sekali?" tanya sang istri curiga.

Albert menghela napas. Ia berusaha untuk tidak melirik keakraban Anne dan Arya. "Aku sudah bilang kan aku menganggap Anne seperti adikku sendiri, jadi wajar kalau aku ingin dia mendapatkan yang terbaik. Masa depannya masih panjang, lagi pula masih banyak pria di luar sana."

"Tapi bukankah kamu tahu reputasi Arya selama ini? Dia pria baik-baik."

"Sudahlah, jangan membahas hal ini sekarang. Aku mau istirahat dulu, nanti kan aku harus menyetir."

"Albert!" Swarsha menyentak lengan suaminya hingga pria itu menoleh padanya.

"Kenapa lagi, Sha?"

Swarsha menatap suaminya. Ia ingin mengatakan isi hatinya, bahwa ia menduga-duga pria itu menyukai Anne lebih dari sekadar adik. Tapi Swarsha tidak mau jika hal ini malah akan menyebabkan pria itu makin memikirkan Anne lantas meninggalkan dirinya. Tidak, ia takkan membiarkan hal itu terjadi! Ia takkan merusak rumah tangganya sendiri cuma gara-gara seorang pelayan rendahan!

Swarsha tersenyum manis kepada pria tinggi dan tampan di hadapannya. "Bagaimana kalau aku memijatmu sampai kamu tertidur?"

"Ide bagus." Albert membalas senyumnya.

🍁🍁🍁

Haruskah mereka melakukannya di tempat umum seperti ini? Anne tidak tahan melihat Nyonya Swarsha yang sedang memijat punggung suaminya. Otot-otot pria itu begitu kencang, tubuh itu begitu padat, dan bagaimana seandainya tangan-tangannyalah yang saat ini mengembara di kulit cokelat pria itu, mengelusnya, menekan-nekan ....

Anne memukul-pukul kepalanya yang dengan mudahnya berimajinasi tentang hal gila itu. Hentikan, hentikan, hentikan! Bagaimana bisa ia membayangkan hal absurd itu? Sebelumnya tidak pernah ia memikirkan hal itu! Kenapa ia jadi aneh seperti ini?

"Kamu baik-baik saja, bida——Anne?" tanya Arya membuyarkan lamunan gadis itu.

"Hah?" Anne mendongak pada Arya. "Iya, saya baik-baik saja, cuma agak pusing," dustanya.

"Kalau begitu biar aku menggendong Alex."

"Tidak usah."

"Tidak apa-apa. Sini." Dengan lihai Arya meraih Alex dari gendongan Anne. Ia lantas berdiri dan mengayun Alex pelan agar sang bayi tertidur. "Alex begitu menggemaskan." Tatapannya mengarah pada Anne yang masih duduk di tikar. "Kalau kita ..." pria itu berdeham sebelum melanjutkan, "kalau kamu punya anak, tentunya bayimu akan sangat lucu juga."

Wajah Anne merah padam. Ia tidak menjawab dan menunduk.

Angin sore yang membelai-belai Alex dan ayunan Arya mengantarkan sang bayi menuju tidur lelapnya. Setelah itu ia meletakkan si bayi ke dalam stroller.

Emilia mendekati putrinya dan si pria asing. "Anne, perutmu sudah baikan?"

"Sudah, Bu."

"Syukurlah." Ia menoleh kepada Arya. "Kalau kalian mau jalan-jalan, silakan. Biar Ibu yang menjaga Alex."

Anne terkejut karena ibunya mengatakan hal di luar dugaannya. Kenapa Ibu malah seperti mendorong agar dirinya dekat dengan pria asing yang baru dikenalnya?

"Ajak Riko, Tri, dan Salma juga."

Arya menyambut dengan senyum. "Ayo." Ia mengulurkan tangannya membantu Anne berdiri, lalu memanggil Triani, Riko, dan Salma.

Triani dan Riko jelas bersorak karena bisa berjalan-jalan, sedangkan Salma yang pendiam lebih memilih menjaga bayi bersama Emilia dan Mbok Ayu.

Arya mengajak mereka ke bebatuan pemecah pantai. Anne yang kesulitan berjalan di bebatuan dituntun oleh Arya, sementara Triani yang tidak ingin mengganggu, akhirnya menggandeng Riko, berusaha mencari pijakan dengan hati-hati.

Di tengah jalan, Arya berhenti, lantas menarik pancingan yang tadi ditinggalkannya. Seekor ikan tetet berukuran kecil terkait pada kailnya, ia lalu mencemplungkan ikan tersebut ke dalam ember berisi air laut.

"Kalian mau memancing?" tawar Arya melihat binar penasaran dan rasa tertarik di mata ketiga orang yang mengerubunginya.

Di sepanjang breakwater memang banyak orang-orang yang memancing. Ada juga yang hanya duduk-duduk sambil memadu kasih.

Ketiganya mengangguk antusias. Akhirnya mereka memancing ikan bergantian menggunakan umpan udang. Anne berhasil memancing dua ikan, Riko satu ikan, sedangkan Triani tidak mendapatkan seekor pun, malah beberapa kali kailnya tersangkut di breakwater sehingga mereka menyudahi aktivitas memancing.

"Masa Kak Tri kalah dari anak SMP, sih?" Tidak bosan-bosan Riko meledek Triani sampai perempuan berumur tujuh belas tahun itu menjitaknya. Gara-gara hal itu, Riko mengejar Triani meninggalkan Anne berjalan berdua dengan Arya.

Anne yang masih larut dalam kebanggaan karena untuk pertama kalinya memancing ikan di laut dan langsung berhasil, tidak menyadari jika Arya tengah merangkulnya.

🍁🍁🍁

Sebelum pulang, Albert mengajak Arya berbicara berdua, agak menjauh dari keluarganya dan para pelayan.

"Apa kamu berniat mendekati Anne?"

Pria bermata biru itu memamerkan senyumnya. "Tentu."

"Main-main atau ...."

"Serius, Al. Aku ingin dia menjadi pacarku."

"Dia masih lima belas tahun dan kau dua puluh tujuh!"

Senyum Arya kian lebar. "Papaku lebih tua dua puluh tahun dari Mamaku, dan kau tahu itu, Brother. Jadi bukan masalah bagiku. Aku akan menunggu bidadariku itu lulus SMA, baru aku akan melamarnya."

Dada Albert bergemuruh mendengar keinginan Arya, dan terutama panggilan pria itu untuk Anne. "Kalian ... sudah jadian?"

"Belum. Kurasa aku masih harus mendekatinya perlahan. Mungkin kalau kau pulang setiap weekend, aku akan ikut. Tenang saja, aku akan menginap di hotel dekat rumahmu, takkan merepotkanmu."

Albert mengerutkan keningnya.

Arya menepuk-tepuk punggung sahabat sekaligus bosnya ini. "Aku sudah mengantongi restu dari Bu Emilia dan Riko untuk mendekati Anne, jadi aku tinggal melancarkan aksiku meluluhkan bidadariku itu."

"Jangan macam-macam padanya, dia masih lima belas tahun!" Albert memperingatkan. Rasa tidak rela menjalar begitu cepat. Hampir ia meninju Arya untuk melenyapkan senyum di wajah pria itu, tapi ditahannya. Ia tidak punya hak.

"Santai. Otakku tidak melulu memikirkan hal itu. Aku cuma ingin bersama Anne, itu cukup membuatku senang. Baru kali ini aku mempunyai perasaan seperti ini terhadap seorang perempuan."

Albert mengangguk-angguk. Ia bersalaman dan menepuk bahu Arya cukup kuat sebelum meninggalkan pria itu. Di perjalanan, ia terus-menerus memikirkan ucapan Arya. Sepasang matanya melirik ke arah spion tengah, Anne tertidur sambil menggendong Alex, bersandar pada Triani yang juga tertidur. Di samping Anne, Riko juga sudah mendengkur.

Swarsha pun sudah larut ke alam mimpi.

Sepasang mata Albert kembali melirik wajah polos Anne sebelum menatap jalan raya di depannya. Kening pria itu mengerut dalam. Apa yang harus ia lakukan agar Arya berhenti mendekati Anne dan mengurungkan niatnya untuk memacari gadis itu?

🍁🍁🍁

Emerald8623, 23 Mei 2019, 05:42.

Note: cerita ini belum tamat

Repost, Jumat, 26 April 2024, 05.55 wib.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 25 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Brokenhearted by EMERALD a.k.a. Putri PermatasariWhere stories live. Discover now