V

22 2 2
                                    

Seorang Dimas Putranto bilang suka sama aku?! Ya Tuhan, ini yakin kupingku ndak salah denger?

“Kamu ndak serius kan?” Tanyaku dengan perasaan bingung saking herannya, ngapain coba cowok kayak dia suka sama aku.

“Ya serius lah Han, kamu aja yang gak pernah sadar atau kamu pura-pura gak ngerti, aku serius banget suka sama kamu” ucapnya dengan tegas.

“Maaf Mas Dim, aku bingung harus jawab gimana” ucapku sambil menatap ke bawah kakiku karena aku tidak sanggup melihat wajah Mas Dimas dengan keadaan canggung kayak gini.

Tiba-tiba tangannya meraih tanganku menggenggamnya,dan mendekapku kedalam pelukannya, dengan perasaan bergetar aku menarik badanku dari pelukannya, rasa gugup dan berdebar ini yang paling aku takutkan selama ini, sehingga aku harus menutup diri selama beberapa tahun ini.

“Aku tahu kamu pasti kaget karena aku mendadak bicara seperti ini, tapi semua yang aku utarakan ke kamu itu tulus dan serius Hani, kamu gak harus jawab sekarang, kamu pikirin dulu aja, aku cuma gak ingin diem aja seperti yang lalu terus” ucap Mas Dimas sambil tangannya menggenggam tanganku kembali.

“Kalau gitu aku masuk dulu ya Mas Dim, Mas Dimas juga hati-hati kalau pulang, makasih ya sudah nganter aku pulang” balasku lalu kembali aku menarik tanganku.

“Tapi besok aku boleh kan jemput kamu? Please jangan tolak tawaranku lagi Han” ucapnya dengan penuh harap kepadaku.

“Iya mas” ucapku lemah.

“Makasih ya, ya sudah, sampai ketemu besok ya Han” balas Mas Dimas bersemangat, kemudian aku melihat punggungnya pergi meninggalkanku. Sekilas aku membayangkan dia kembali lagi kepadaku, menggenggam tanganku, memelukku, aku sangat merindukan harumnya.

***


Surabaya, 14 April 2016.

Heyyyyyyyyyyyyy HANI!!!!!” panggil Gina dengan suara menggelegar layaknya petir di siang bolong.

Duhhhhh!!! Apaan sih Gin?! Manggil orang lain kayak orang kesurupan aja” ucapku sebal.

“Bener gak yang diomong anak-anak di kantin tadi, mereka bilang kamu tadi pagi dianter si Dimas, kamu pacaran sama Dimas?! Anjayyy, diem-diem tipe cowok kamu oke-oke lho, dulu Rendi ganteng, manis, terus kulitnya putih, sekarang Dimas ganteng-ganteng seksi gitu” cerocos Gina, sebenarnya bukan hal yang terlalu penting, namun perkataan simple itu membuat kepalaku pening seketika.

“Bisa ndak kamu diem!!!” bentakku keras seketika kepada Gina saat aku mendengar kata Rendi disebut-sebut hingga membuat dia pun tersentak kaget.

“Kok kamu nyolot sih Han, kamu marah sama omonganku?? Salah aku ngomong gini?” balas Gina jengkel, dari nada dan ekspresinya aku sudah yakin.

“Maaf Gin, aku cuma agak pusing aja” balasku menyesal.

“Dengerin aku Beb, kamu itu nggak pantes kayak gini terus,  seharusnya kamu nggak sedih terus kayak gini, semua yang kamu lalui selama ini dan semua yang terjadi itu bukan salah kamu Han, kamu harus mulai membuka diri, luka itu bukan untuk dibiarin terus ditangisi, tapi luka itu untuk kita belajar agar lebih hati-hati dan segera diobatin biar nggak infeksi, termasuk hatimu Beb” ucap Gina lirih sambil mengusap punggungku, dan tidak terasa air mata mulai mengalir deras dari mataku mengucur ke meja kerjaku.

***

Suasana kantor semakin gelap karena di luar hujan deras sedang mengguyur kota Surabaya, dan lebih sialnya lagi, Pak Hari ngomel sepanjang hari karena deadline yang harus segera diselesaikan team kami. Dan akhirnya, berakhir lah aku di sini, duduk di kantin kantor dengan menatap gelas kopiku yang sudah ketiga kalinya aku pesan, karena hari ini aku sudah ada janji makan malam dengan Mas Dimas, dan hujan yang tak kunjung reda padahal aku pingin cepet pulang tanpa menunggu dirinya yang sedang diomelin di ruang Pak Hari,

Memories Under The RainWhere stories live. Discover now