Two

6.6K 813 43
                                    

Banyak hal yang Elbi sukai. Elbi suka es krim, yah siapa yang tidak suka es krim. Suka makanan pedas, meski Papanya suka melarang. Suka naik sepeda berkeliling kompleks di pagi hari. Suka berada di pelukan Papa dan kakaknya. Suka beradu mulut dengan Binno, adiknya. Dan satu lagi ... suka melihat Erlang menyambutnya di dekat pos satpam sekolah di pagi hari.

Erlang di pagi hari itu seperti semangka. Manis dan menyegarkan. Pacarnya itu selalu kelihatan segar dengan senyum lebar yang menghangatkan. Mentari pagi saja kalah hangat dari senyum Erlang, setidaknya begitu menurut Elbi.

"Morning, sayang!" Kebiasaan Erlang di pagi hari, membantu melepaskan helm di kepala Elbi. Tidak lupa pemuda itu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

Pemandangan ini jelas diirikan oleh seantero sekolah. Terutama oleh pengagum Erlang yang cukup banyak. Elbi cukup berbangga hati karena dirinya lah yang mampu menaklukan Erlang yang merupakan salah satu bintang sekolah itu.

"Tas kamu, mana?" tanya Elbi tidak melihat keberadaan tas Erlang.

"Udah di kelas," jawabnya. "Aku cerita kan semalam. Kelas tambahan udah di mulai pagi ini. Nanti sore sepulang sekolah lanjut lagi," Erlang mengingatkan.

Elbi hanya menganggukkan kepala. Sejujurnya gadis itu ingin melupakan percakapan mereka di telepon semalam. Semalam Erlang mengatakan kalau kelas tambahan persiapan UNBK dimulai pagi ini. Erlang malas-malasan saat menceritakannya. Karena berarti dia harus berangkat lebih awal dan pulang lebih telat hanya untuk mengikuti kelas tambahan.

"Mana males banget tahu nggak sih, Yang. Sekarang jelas-jelas lulus tuh gampang. Ngapain repot pakai ngatur kelas tambahan segala?" keluh Erlang semalam.

Elbi tidak banyak merespon semalam. Pikirannya terlalu sibuk membayangkan Erlang yang sebentar lagi lulus SMA. Ia bertanya-tanya. Apakah Erlang dan dirinya dapat tetap seperti ini? Atau dia akan kehilangan Erlang perlahan karena mulai disibukkan dengan tugas kuliah yang menggunung. Apalagi mereka akan semakin jarang bertemu. Ah, Elbi pusing sendiri memikirkannya.

"Yang?"

Panggilan Erlang membuyarkan lamunan Elbi. "Eh, kenapa?"

"Are you okay?" tanya Erlang khawatir.

Elbi mengangguk. Mencari pelarian agar Erlang tidak bertanya-tanya lagi, Elbi segera menolehkan kepala ke belakang. Mencari keberadaan Anza yang sudah tidak lagi di sana. "Anja mana?"

"Barusan dia pergi," jawab Erlang mendengkus kesal. "Nggak sopan banget. Main nyelonong aja itu bocah nggak pamitan," lanjut Erlang menumpahkan kekesalannya.

"Jangan gitu," Elbi mengusap bahu Erlang lembut. "Dia tuh udah sering bantu kita sampai sering kena omel Papa, lho," Elbi mengingatkan.

Erlang hanya mampu mendengkus. Percuma saja. Elbi akan membela teman sejak kecilnya itu mati-matian. "Sampai kapan sih kita main kucing-kucingan gini sama Papa kamu, Bi?" Erlang bertanya. Pertanyaan yang sering kali terlontar dari bibirnya, tetapi tidak mendapat kepastian dari Elbi. Seperti sebelum-sebelumnya, Elbi hanya menggeleng pelan. Ia tidak tahu jawabannya.

Papa Elbi adalah orang yang paling disayangi sekaligus menyayanginya. Tapi, terkadang Abyan Bagaskara terlalu posesif padanya. Meski tidak terucap, jelas Papanya itu belum mengijinkan anak gadis satu-satunya berpacaran. Elbi ingat dulu ada seorang teman lelakinya datang untuk meminjam buku. Kebetulan Bian ada di sana. Dan seperti dugaan Elbi, temannya itu ketakutan saat diberi tatapan tajam oleh sang Papa.

Satu-satunya orang yang bisa mengatasi sang Papa hanyalah Anza. Entah bagaimana, Anza mampu menghadapi Papanya dengan begitu tenang. Mungkin pengaruh sudah terbiasa menghadapi seorang Abyan Bagaskara sejak kecil.

Something about AnzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang