3. Closer

3.4K 403 78
                                    

Suara pemanggang roti dan mesin kopi mengisi kehampaan dapur keluarga Huang. Jam dinding menunjukkan pukul 06.35. Pagi indah yang lainnya telah tiba untuk keluarga Huang.

Mereka sedang bercengkrama menikmati sarapan di meja makan. Mulai hari ini mereka akan melakukan sarapan mereka lebih awal karena sekolah Renjun mengharuskan siswanya datang sebelum jam tujuh.

"Ren, papa sudah beliin buku yang kamu pesan," ucap Tuan Huang membuka obrolan.

"Wah serius pa? Mana?" tanya Renjun antusias.

"Di meja sana," jawab Tuan Huang sambil menunjuk dengan dagunya, tangannya masih sibuk mengoles selai favoritnya.

"Itu satu-satunya di toko loh, tadi malam waktu papa beli buku itu tinggal satu. Ada anak lain yang nyari juga," ucap Tuan Huang lagi.

"Berarti dia satu sekolah sama Ren dong?" tanya Mixian.

"Iya, dia bilang dia siswa SMP Cheonan. Ya jadi papa nawarin buku itu ke dia tadi malam. Kasian kan dia malem-malem keluyuran nyari buku, papa kan bisa ke toko buku lain."

"Lah terus kenapa papa malah bawa pulang? Ihh kasian dia. Cewek atau cowok pa?" tanya Nyonya Huang. Renjun menatap mamanya, dia baru saja ingin bertanya begitu.

"Cowok, dia udah nerima tapi pas papa bilang anak papa namanya Renjun dia langsung ngasih lagi bukunya. Dia bilang Renjun lebih membutuhkan eh habis itu dia pergi. Aneh sih tiba-tiba pergi, ehm mungkin dia kenal kamu," kata Tuan Huang.

"Siapa namanya? Papa nanya nggak?" tanya Renjun.

"Eh siapa ya, Na, Na Jaem ...." Tuan Huang meraih kopinya.

"Na Jaemin?" lanjut Tuan Huang dengan nada bertanya.

Renjun terkejut, dia tersedak roti panggangnya dan segera meminum susu di depannya. Na Jaemin--mendengar nama itu membuatnya shock. Dia sulit percaya bahwa lelaki angkuh seperti Na Jaemin merelakan buku itu untuknya, bahkan lelaki itu mengatakan bahwa Renjun lebih memerlukan.

Dia sekarang bingung dan mencemaskan nasib Jaemin, pasalnya kelas 9A juga ada jam matematika hari ini. Bahkan mata pelajaran itu berada di jam pertama dan kedua. Bagaimana jika Jaemin dihukum Pak Kim nanti? Ah, haruskah Renjun meminjamkan buku itu pada Jaemin dan mengambilnya lagi di jam ke lima dan enam?

"Pelan-pelan kalau nelen, hmm kamu kenal?" tanya Tuan Huang penasaran.

"Anak kelas sebelah, ketua OSIS," jawab Renjun lirih.

"Pantes. Udah sopan, ganteng, baik, pasti pinter juga." Tuan Huang mengangguk dan tersenyum simpul.

Renjun tak mau memprotes pujian ayahnya itu. Otaknya fokus mencemaskan Jaemin, apa Jaemin sudah mendapatkan buku itu di toko lain? Buku milik teman-teman yang lain bisa saja sudah diberi nama bukan? Tidak mungkin Jaemin bisa meminjam buku temannya. Dia harus meminjamkan bukunya sepertinya, tapi dia juga bingung bagaimana cara bicara pada lelaki dingin itu, dia terlalu canggung saat dekat dengan Jaemin.

***

Renjun menghela nafas berat lalu turun dari mobil, suasana masih sepi tak terlihat satupun siswa di sekitar area sekolah. Dia pun melangkah masuk ke dalam setelah melemparkan senyum manis pada satpam penjaga gerbang.

"Jaemin," batin Renjun saat melihat Jaemin sudah stand by di depannya.

"Cepet masuk!" seru Jaemin saat Renjun menatapnya.

Renjun mengerjap lalu berjalan cepat melewati Jaemin, dia kesal setengah hidup dibentak begitu padahal masih tersisa 15 menit sebelum bel berbunyi. Dia cukup menyesal sudah mengkhawatirkan lelaki sialan itu.

Convoluted || JaemRen ⭐Where stories live. Discover now