Ingkar

157 9 0
                                    

"ALBUS SEVERUS POTTER! Baraninya kau masuk ke kamarku tanpa izin," amuk James. Ia tidak suka jika ada yang masuk ke kamarnya tanpa izin.

"Siapa suruh dipanggil tidak dengar, aku mengetuk kamarmu beberapa kali!" Al membela diri. "Mommy menyuruh kita turun."

"Kau turun duluan saja, nanti aku meyusul," geram James.

Kesal dengan kakak yang terpaut dua tahun darinya, Al membanting pintu  kamar James. Albus, bocah 7 tahun itu sebenarnya anak yang lembut dan kalem, tapi jika sudah berurusan dengan James, ia dapat berubah seratus depalan puluh derajat.

"Hei, ada apa ini?" Harry mengahampiri putra keduanya. "Kenapa marah-marah begitu?"

"James membentakku Dad, padahal aku sudah mengetuk pintu kamarnya," Al mengadu.

"Kau sabar ya dengan sikap kakakmu itu," Harry mengelus kepala Al. "Nanti Daddy akan bicara dengannya. Sekarang kamu turun duluan ya."

Al mengangguk dan pergi menemui ibunya.

Harry mengetuk kamar James, "James, sedang apa kamu? Ayo turun. Ibumu sudah menunggu."

James dengan malas membuka pintu, "Aku tidak lapar Dad. Kalian makan saja tanpa aku."

"Kamu ini kenapa sih?" Harry menyusuri kamar James. "Jangan kasar pada adikmu. Minta maaflah padanya dan Apa yang kau sembunyikan?"

"Tidak ada," James mendorong lembut Harry keluar dari kamarnya. "Daddy turun saja."

Harry sekali lagi menyapu kamar James dengan tatapannya dan menemukan backpack dibawah tempat James.

Harry berjalan dan mengambil backpack itu, "Apa kamu kabur James?"

James merebut backpacknya, "Tidak. Daddy turun saja sana."

"Daddy tidak akan turun jika kamu tidak menjelaskan apa maksudnya ini?"

James diam. Ia malu untuk menggungkapkan keinginannya. Harry mengambil kembali backpack dalam pelukan James membukanya. Harry terkejut karena semuanya adalah peralatan berkemah.

"Jadi kau benar ingin kabur dari rumah?"

"Tidak Dad, aku hanya ingin berkemah."

"Kenapa tidak minta izin dulu padaku atau pada ibumu?"

"Tuh kan benar," James gusar. "Kau tidak ingat dengan janjimu Dad. Ini sudah tiga tahun."

"Janji apa?" Harry tampak berpikir.

Kesal dengan sang ayah, James pergi menuju ruang makan.

***

"James, kenapa lama sekali turunnya?" Ginny mengecup kepala James saat James berdiri disampingnya. James tidak menjawab dan lansung duduk disamping Lily.

"Jamie, itu tempat Mommy," protes bocah berusia lima tahun disampingnya. James tidak menggubrisnya.

"Mana daddymu?" Ginny bertanya pada James.

"Aku disini sayang," Harry menghampiri Ginny dan mengecup pipinya. Harry mengampiri Lily dan mengecupnya juga. "Morning Ginny jr," goda Harry pada putri bungsungya. Lily tertawa karena geli dengan bulu-bulu halus pada wajah Harry.  Harry  sangat gemas dengan karena Lily itu 99% Ginny. Dirinya hanya berikan 1% kemiripan dengan Lily, yaitu hanya ukuran tubuhnya. Lily sangat munggil, seperti dirinya. Tidak seperti kedua kakaknya yang mewarisi tubuh tinggi keluarga Weasley.

"Daddy, aku mau tambah," Lily berkata manja saat rotinya habis. "Tapi aku mau selai coklat yang banyak."

"Jangan makan coklat terlalu banyak sayang, nanti gigimu berlubang," ucap Harry sambil mencubit pipi Lily.

"Al saja boleh," Lily menunjuk Albus yang sedang memakan roti keduanya.

Albus membagi dua roti ditangannya, "Ini separuhnya untukmu saja Lils."

"Terima kasih kakak Albus," Harry meniru suara Lily dan Lily mengikutinya.

James muak dengan sikap Harry yang seakan-akan tidak ada apa-apa. Melihat sikap aneh putranya Ginny meminta Lily pindah ke pangkuan Harry dan duduk ditempat Lily.

"Kamu ini kenapa sih?"

"Daddy ingkar janji," jawab James singkat.

"Janji apa?" Ginny menanyai  Harry. Harry yang sedang  menyuapi Lily sepotong roti menggeleng. 

"Hukum saja dia Dad," cerus Al yang tampak masih marah pada James.

"Diam saja kau anak kecil," sergah James.

"Heiii... jangan bertengkar," tegas Harry. "Jika kau marah padaku, katakan saja James. Jangan diam saja."

"Baiklah, aku marah karena Daddy bohong padaku. Padahal aku sudah menunggunya sampai saat ini. Katanya kalau aku sembuh Daddy mau mengajakku berkemah. Aku sudah terlajur bilang pada teman-temanku aku akan berkemah. Tapi Daddy tidak pernah menepatinya."

"James, Dad benar-benar minta maaf," Harry baru mengingat janjinya. Ia benar-benar merasa bersalah pada putranya. Ia sama sekali tidak bermaksud itu melupakannya karena memang ia beberapa tahun ini ia sedang sangat sibuk sebagai kepala Auror. Harry bahkan hanya bisa libur 2 minggu sekali, dan itupun sebagaian besar hari liburnya ia gunakan untuk tidur. karena itu dia tidak ingat dengan janjinya. "Bagaimana kita ganti saja dengan jalan-jalan ke taman rekreasi?"

James tidak menjawab.

"James sayang," Ginny berusaha menghibur putra sulungnya. "Daddy kan capek, setiap hari bekerja dan pulang larut malam, ditambah lagi Daddy tidak bisa libur setiap minggu untuk sekarang ini. Tolong di mengerti ya, kamu kan sudah besar. Jangan seperti ini ya."

"Aku tidak mau ke taman rekreasi, itu hanyalah tempat bermain anak-anak. Aku maunya berpetuangan di alam."

"Baiklah kalau begitu, nanti Daddy coba mengajukan cuti, tapi kalau pekerjaan Dad sedang lenggang ya" Harry menyerah. Lagipula  ia memang ingin mengabiskan waktu dengan keluarganya.

"Jangan berjanji jika Dad tidak mau menepatinya lagi," James masih takut untuk dibohongi.

"Dad tidak akan ingkar lagi. Semua orang disini akan menjadi saksinya, Jika aku berbohong lagi kamu boleh meminta apapun kepadaku," Harry tersenyum. Setelah James sedikit melunak, Harry pun menambahkan. "dan James, kamu belum meminta maaf pada Albus. Tidak seharusnya kau kasar pada adikmu."

"Baiklah. Aku minta maaf karena berteriak padamu Al," seru James.

"Oke, aku maafin," Albus tersenyum. Albus memang mudah memaafkan.

"Jadi, kemana kita akan berkemah?" pertanyaan Harry membuat suasana di ruang  menjadi ramai dengan keinginan-keinginan tempat yang ingin dikunjungin kedua putranya.

***

Tbc

DerelictWhere stories live. Discover now