"Berapa umurmu tahun ini? Berhentilah bermain-main dan mulai lah tata hidupmu!"

Pria itu hanya berdecih mendengar nada bossy kakak sepupunya.

"Aku tidak mau." Ucapnya dengan tatapan congkak dan nada meremehkan.

"Mikael!" Terdengar ancaman dalam nada suara pria di depannya. Pria dengan setelan hitam di depannya menatapnya dengan kesabaran yang semakin menipis namun Mikael tetap tak perduli.

"Aku bukan pelayanmu. Kau minta saja orang lain melakukannya." Mikael berucap santai sambil bersikedap.

Sudut bibir pria di depannya terangkat, membuat Mikael merasakan bulu kuduknya meremang.

"Kalau begitu kau bisa kembali ke asalmu. Aku akan menghubungi Mommy mu agar menjemputmu besok untuk membawamu pulang dan menikahkanmu dengan wanita pilihannya." ucap pria tersebut tak kalah santai.

Tubuh Mikael bergetar ngeri mendengarnya. Meski kakak sepupunya mengatakannya dengan nada yang terdengar santai sesantai-santainya, ia tidak bisa membayangkan kosekuensi dari menentang perintahnya. Sambil mergertakkan gigi ia menatap tajam pria menyebalkan di depannya.

"Rafael.." ucapnya melalui gigi terkatup.

"Kau bisa pergi." Yang di balas lambaian tangan oleh Rafael.

"Baik, kau menang." Meski sedikit tak berdamai ia tetap menyetujuinya. Lebih baik bekerja pada raja es ini dari pada di paksa menikah oleh ibunya. Mikael belum rela melepas masa lajangnya. Ia merasa belum puas bersenang-senang sebelum terikat oleh ikatan yang di sebut pernikahan.

"Bagus, kau boleh pergi."

Berdecih, Mikael pun keluar dengan raut wajah masam.

Memegang ponselnya Rafael mendeal nomor seseorang, suara seorang pria setengah baya terdengar pada dering ke tiga.

"Hallo om, Mikael telah setuju."

"Bagus, terimakasih nak. Ah, maaf om merepotkanmu lagi."

"Tidak masalah."

"Kau masih bekerja?"

"Ya."

Mendengar jawaban singkat keponakannya pria di sebrang sana hanya mampu menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

"Ini sudah malam. Berhentilah bekerja, dan segera lah pulang. Kau harus memikirkan tubuhmu jangan hanya menuruti kemauanmu."

"Masih ada yang harus aku lakukan."

"Kau bisa mengerjakannya besok."

"Hm."

Kembali mendapat jawaban tak sesuai harapan pria itu pun menyerah.

"Baiklah kalau begitu, om tutup dulu teleponnya. Oh ya, terimakasih atas bantuannya. Dan juga om titipkan anak nakal itu padamu. Jika tak bisa kau atur suruh pulang saja kesini."

"Baik om."

"Selamat malam."

"Selamat malam kembali om."

Dan sambungan pun terputus. Rafael bersandar dengan lelah di kursinya memijat keningnya yang sedikit berdenyut. Sepertinya ia harus pulang. Membereskan berkas-berkas yang akan di bawanya pulang, ia pun bangkit di sambut oleh pemandangan gembira dari asisten dan sekertarisnya.

Mereka menatap bos mereka dengan penuh haru seperti saat mendapatkan bonus akhir tahun.

Tak memperdulikan tatapan konyol keduanya, pria tinggi berperawakan tegap itu pun keluar dari perusahaannya pada pukul 2 dini hari.

My Angel Is My Beautiful Devil - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang