03. Saling memahami

1.1K 244 23
                                    

Orang-orang bilang tahun pertama pernikahan adalah saat-saat yang paling membahagiakan, di mana dua insan akan saling bersikap baik satu sama lain, saling menjaga perasaan satu sama lain yang intinya masih belum menjadi diri mereka sendiri.

Namun bagiku, masa pendekatan dengan Daniel yang terbilang cukup lama sudah menunjukkan semua sikap burukku. Hingga tidak mungkin ada lagi rahasia yang tidak ia ketahui. Begitu pula dengannya. Menurutku, aku sudah mengetahui semua sisi dirinya.

Namun sepertinya aku bisa saja salah.

*

*

*

Saat pertama kali mendapatkan pekerjaan aku ingat sekali Daniel ingin aku menceritakan segala sesuatu mengenai perusahaan dengan detail. Mulai dari rekan kerja, direktur bahkan sampai ke office boy. Namun saat itu aku tidak terlalu memikirkannya. Karena ia juga melakukan hal yang serupa.

Sebulan pasca pernikahan kami, Daniel tiba-tiba bersikap sangat aneh. Ia meminta aku melaporkan semua kegiatan kerja hanya karena aku pernah pulang larut malam tanpa mengabarinya.

Sejak saat itu, dengan sedikit memaksa ia membuatku berjanji akan selalu mengabarinya kalau ada kerja tambahan.

"Siapa?" bisik Sungwoon hyung, rekan kerja yang melihat ponselku terus menerus berdering. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan kami sedang melakukan rapat mendadak mengenai rencana penjualan produk terbaru.

Aku meringis sambil mengumamkan, "Daniel."

Sungwoon menggeleng prihatin, ia pernah bertemu dengan Daniel sekali. Saat Sungwoon-hyung mengantarku pulang, dan Daniel menginterogasinya hampir setengah jam.

"Sudah ijin pulang larut? Sekalian bilang nanti aku anter, kan dia sudah kenal aku?" Sungwoon-hyung menawarkan solusi, setelah sedikit menimbang aku pun mengirimi Daniel pesan singkat agar ia tidak perlu menunggu ataupun menjemputku.

Niel, Aku ada rapat, belum tahu pulang jam berapa.
Nanti, Sungwoon-hyung yang antar.
Kamu tidur duluan saja, jangan lupa makan malam ya sayang.

Dan pesan itu tidak dibalas oleh Daniel.

*

*

*

Sungwoon hyung sudah mengingatkan kalau mungkin saja Daniel marah hingga enggan membalas pesan. Buru-buru kutepis pemikiran itu dengan mengatakan Daniel tidak mungkin sedangkal itu.

Namun tetap saja aku merasa khawatir karema Daniel tidak pernah seperti ini sebelumnya. Kecuali insiden ponselnya ketinggalan, berbeda dengan saat ini yang jelas-jelas pesannya dibaca oleh Daniel.

Perdebatan saat rapat tidak bisa dihindari, pertemuan kali ini cukup alot hingga menyita waktu lewat tengah malam. Aku melirik ponsel sekilas, Daniel masih tidak membalas pesannya. Degup jantungku mendadak menggebu.

"Apa kata Daniel?" tanya Sungwoon hyung saat kami membereskan perlengkapan sebelum beranjak pulang.

Aku menggeleng, "belum dibalas hyung, mungkin Daniel ketiduran."

Sungwoong hyung memicingkan mata, seperti mengetahui kalau aku tengah berbohong. Ia menarik nafas, "aku akan menjelaskan padanya nanti," ucapnya, membuatku sedikit tenang.

Kami bergegas pulang menuju parkiran, aku mengecek ponsel lagi dan sayangnya masih belum ada balasan.

Saat hendak keluar dari area kantor mobil Sungwoon hyung di berhentikan oleh petugas security.

Sungwoon hyung menurunkan kaca jendelanya, "ada apa, Pak?"

"Suami Seongwoo-ssi datang menjemput, dan menunggu di pos," jelasnya, hingga Sungwoon hyung dengan sigap menepikan mobil.

"Tidak mungkin Daniel jemput," gumamku pada diri sendiri.

"Kenapa?" tanya Sungwoon hyung yang ternyata mendengarkan.

"Mobil kami masih di bengkel," ungkapku lalu turun memastikan.

Dan benar saja, seseorang yang duduk menyandar sambil memejamkan mata adalah Daniel, Suamiku.

"Tidur pak?" tanyaku berbisik pada petugas.

"Udah hampir 5 jam nunggu di sini, mungkin sedikit lelah," jelasnya.

Hatiku mencelos, merutukki pikiran negatif yang sempat singgah mengenai Daniel yang mungkin akan marah. Namun ternyata aku belum benar-benar memahaminya.

"Niel," panggilku, sambil mengguncang tubuhnya, ia tersentak lalu membuka mata, lali mengerjap lucu.

"Ayo pulang," ajakku kemudian, Daniel pun mengangguk setuju. Sepertinya belum sepenuhnya nyawanya terkumpul. Ia hanya berdiri sambil mengusap wajah lelahnya.

"Mobil kita sudah selesai?"

"Belum."

"Jadi, kita pulang dengan apa?" tanyaku lagi, tidak mengerti jalan pikiran Daniel yang menjemput tidak membawa kendaraan.

"Pesan taksi saja ya?" ia pun mengeluarkan ponselnya untuk menelepon taksi, namun seseorang berdehem membuat kami menoleh.

"Mumpung searah, aku antar saja ya?" tawar Sungwoon hyung yang langsung kusetujui. Tanpa banyak perdebatan Daniel pun setuju.

Di dalam mobil aku menyandarkan kepala di bahu Daniel, sebelah tangannya mengusap-usap kepalaku membuatku nyaman.

Saat itu suasana di mobil begitu hening, aku tidak bertanya mengapa Daniel menjemput dan mengabaikan pesanku. Tidak sama sekali.

Dan Daniel pun tidak menginterogasiku ataupun Sungwoon hyung. Tidak ada sama sekali.

Seolah kami saling mengerti satu sama lain, kalau saat ini kami sudah melakukan hal yang terbaik untuk satu sama lain.

Dan untuk Sungwoon hyung, lain kali aku harus menraktirnya makan, karena kami malah duduk berdua di belakang hingga membuatnya tampak seperti supir. Maaf, Hyung!

Love Story - OngNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang