***

Selama perjalanan baik Krist maupun Singto tidak ada yang memulai pembicaraan. Mereka hanya menikmati sisa-sisa momen di akhir hari ini. Suasana di mobil hening. Namun bukan hening yang canggung, melainkan hening yang membuat tenang.

Mobil Singto sampai di pelataran rumah susun yang sederhana. Singto memperhatikan lingkungan sekitar. Lantas berdecak kagum, apakah Krist sanggup tinggal di lingkungan kumuh seperti ini?

Maklum saja. Sejak dirinya terlahir di bumi, Singto sudah bergelimang harta. Walaupun orangtuanya mengajarkan pada Singto dan Sea untuk selalu rendah diri, tapi tetap saja Singto dan Sea hidup di lingkungan yang serba mewah.

Seperti mengerti pandangan Singto, Krist berujar,"Rumah susun ini memang tidak semegah rumahmu."

Singto menoleh lantas tersenyum meminta maaf karena sudah menghina secara tidak langsung.

Krist melepas seat belt nya, "Terimakasih sudah mengantarku. Aku pamit dulu ya?" tanpa menunggu jawaban Singto, Krist membuka pintu mobil lalu mulai berjalan menjauh.

Singto mengedarkan pandangannya sekali lagi, lalu tersadar. "Tunggu, Krist!"

Krist menoleh memerhatikan Singto yang sekarang sudah berjalan ke sampingnya.

"Aku akan mengantarmu sampai kau sudah masuk ke dalam rumah, Ayo!" Singto langsung menarik tangan Krist lalu menggenggamnya. Krist melongo menatap tangannya. Menurutnya ini terlalu berlebihan. Dirinya bahkan sudah biasa pulang lebih larut dari ini.

Beberapa menit kemudian, Krist dan Singto sudah sampai di depan pintu rumah susun Krist.

Krist tersenyum canggung, "Kau tidak perlu melakukan ini, Singto."

"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

Krist hanya bisa mengangguk lalu menatap tangannya yang belum dilepaskan oleh Singto. Bingung, Singto mengikuti arah pandang Krist. "Oh!" lalu buru-buru melepaskan genggamannya,

"Selamat malam, Krist."

"Selamat malam, Singto."

Lalu Krist masuk ke rumah dan menutup pintu erat-erat lantas memegang dadanya. Baiklah, jantung Krist kembali berdegup dengan kencang. Mungkin malam ini ia tidak akan bisa tidur.

***

Keesokan harinya, Sea bergegas mandi dan memakai seragam sekolahnya. Ia mempersiapkan apa saja yang harus dibawa sambil bersenandung kecil. Hari ini suasana hatinya sedang baik. Pertemuannya dengan Krist memberikan dampak yang besar untuknya. Sea seperti mendapatkan suntikan semangat.

Setelah yakin tidak ada yang tertinggal, Sea beranjak untuk memakan sarapannya. Dilihatnya Singto yang sedang membaca koran di meja makan, menunggu Sea untuk sarapan bersama. Sea tersenyum, ia merindukan P'Singto-nya.

"P'Singto!" Sea memeluk Singto dari belakang.

Singto mendongak,"Apakah tidurmu nyenyak?"

"Umm!" Sea mengangguk dengan semangat.

Sea menunduk dalam, "P'Sing.. maafkan kelakuanku yang kemarin.."

"Tidak. Kau tidak salah." Singto tersenyum lembut lalu mengusap kepala Sea.

Sea mengangguk lalu mulai memakan sarapannya. "Aku senang sekali bisa bertemu P'Krist. Terimakasih, P'Singto yang sangat tampan!"

"Makan dulu, Sea.."

"P'! Apa kau tahu? Pipi P'Krist menggemaskan sekali seperti bakpao!"

"Sea.."

"Sepertinya akan jauh lebih baik jika P'Singto menikah dengan P'Krist. Jadi aku mudah bertemu dengan P'Krist,"

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Singto tersedak makanannya sendiri. Adiknya itu benar-benar.

Sea menatap Singto bingung, "P'Singto kenapa?"

Singto langsung melotot garang.

***

Setelah menyelesaikan acara sarapan mereka yang berakhir jadi lahan perang, Singto bergegas mengantar Sea ke sekolah sebelum adiknya itu terlambat. Sea merasa senang walaupun setiap hari Singto memang selalu mengantar Sea ke sekolah. Bagi Sea, dirinya tetap memenangkan perhatian sang kakak di atas segalanya.

"Jangan lupa makan bekalmu, Sea."

"Iya P'"

"Hari ini P' akan menjemputmu. Jadi jangan ke mana-mana!"

"Hm,"

"Belajar dengan benar! Jangan bercanda dengan Nanon,"

".."

Mobil Singto berhenti di depan pagar sekolah Sea.

"Sea, kau mendengarkan P' tidak? Lalu—"

Tangan Sea maju mencubit pipi Singto, "Lalu jika terjadi sesuatu aku harus menghubungi P'Singto, kan? P'Singto sudah mengatakan itu setiap hari. Menyebalkan!"

"Sea, kau tahu—"

"Iya, aku tahu. Aku berangkat sekolah dulu, P'Singto!" Sea sudah akan keluar dari mobil saat teringat sesuatu, ia berbalik lalu mencium pipi sang kakak. "Hati-hati di jalan, P'."

Lalu Sea segera keluar dari mobil Singto. Sea sebenarnya malu menunjukan kasih sayangnya ke sang kakak. Tapi, tidak. Sudah cukup dirinya menyesal atas orangtuanya. Sekarang yang Sea punya hanya kakaknya. Sea tidak akan menghabiskan waktu dengan sia-sia.

Singto tersenyum melihat tingkah manis adiknya. Perlahan mobilnya meninggalkan pelataran sekolah Sea menuju kantornya. Perjuangan kembali dimulai...

***

Singto sedang menekuni dokumen yang bertumpuk di mejanya saat terdengar suara ketukan di pintu ruangannya.

"Masuk," Singto menyahut cuek sambil tetap membaca.

Ice—sekretaris Singto—muncul dari balik pintu dengan membawa sebuah dokumen. "Tuan, ini adalah dokumen yang Tuan minta,"

Singto menerima dokumen yang diserahkan oleh Ice lalu membacanya.

"Namanya Krist Perawat. 25 tahun. Saat umurnya baru beberapa hari, ia ditemukan oleh pemilik panti asuhan di depan panti. Sejak saat itu, ia tinggal di panti hingga lulus sekolah menengah atas. Lantas bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya." Jelas Ice.

Singto menerawang, sudah jelas sekarang. Mengapa Krist dengan mudah bersedia membantunya. Mengapa Krist seperti memahami apa yang dirasakan oleh dirinya dan Sea. Karena selama ini Krist tidak pernah seberuntung dirinya yang dapat merasakan kasih sayang dari orangtuanya walaupun tidak lama.

Singto mau tidak mau merasa iba pada Krist. Krist terlihat kuat dan rapuh secara bersamaan. Jiwa melindungi yang dimiliki Singto keluar tanpa bisa ditahan. Singto mulai berpikir, bagaimana caranya melindungi Krist. Singto harus melindunginya.


TBC

Haiiiii~~~ hampir 2 bulan aku nggak update ya? Rindu sekali. Kendala yang sedang kuhadapi yaitu mengurusi real life yang memang menyita waktu. bukan menjadikan real life sebagai alasan tapi memang sesibuk itu. dengan berat hati aku sampaikan FF ini terancam untuk aku hapus. banyak yang terjadi sehingga 'semangat' untuk merampungkan FF ini seperti hilang. aku nggak menutup kemungkinan untuk meneruskan FF ini. sekarang pun aku sedang menulis untuk bagian 5. tapi aku minta maaf sekali jika di kemudian hari FF ini terpaksa aku hapus. Terimakasih untuk yang sudah membaca, vote dan komentar. kalian mungkin nggak tau seberapa penting arti vote dan komentar itu untuk aku. last but not least, Happy Reading. :))

-M.


cr. pic: .MEEN.

Bunga TerakhirWhere stories live. Discover now