“Ya sih, Siapa yang mengira hotel mewah itu pemiliknya anak negri. Kamu menginap di sana selama liburan?” tanya Bulan.

“Kamu pikir, menginap di sana murah, uang karyawan mana cukup.”

Bulan terkekeh-kekeh mendengarnya.

“Berharap bahwa Pangeran Hardinata itu belum pada menikah.” Suara Bulan.

“Kalau belum pada menikah juga, mana mau Pak Rey sama kamu. Hahaha.”

Bulan cemberut. Bintang kini yang giliran tertawa. Setelah ada sahabatnya suasana sendu Paris musim gugur itu mampu membuatnya tertawa kembali.

Warna musim gugur itu sama seperti warna Senja. Lelaki yang memiliki senyuman terbaik menurut Bintang.

Setelah istirahat sebentar di Hotel tempat menginap Bintang, Bulan menemani sahabatnya itu untuk menemui seseorang. Mereka berjalan kaki karena jaraknya tidak terlalu jauh.

“Saat Pak Rey mengatakan aku ditugaskan ke sini. Hampir saja aku memeluk Pak Langit yang berdiri di sampingku.” Curhat Bulan.

“Bagaimana perkembangan perluasan kantin?” Tanya Bintang mengalihkan pembicaraan.

“Sudah hampir 50%, Kamu tahu Bintang, bahwasannya Senja arsitek muda itu juga adalah seorang lelaki yang begitu menarik. Banyak karyawan perempuan menanyakannya padaku.”

“Benarkah? Apa katanya?”

“Bahwa seorang arsitek itu tidak jauh bedanya dengan pekerja seni, mereka membuat seni itu menjadi bentuk bangunan yang bisa kita tinggali. Tapi, kami tahu ada Mba Jingga di sisinya. Perempuan cerdas, cantik, sama-sama memiliki bakat dalam dunia yang sama.”

“Dia masih sering mengecek kantin?”

“Jarang sih, Cuma baru kemarin aku melihatnya sedang duduk dikantin sendirian lalu Awan menghampirinya.”

Bintang hanya mengangguk saja. Karena tempat mereka makan siang sudah berada di hadapan mereka. Bintang melambaikan tangan saat pemuda yang selalu di sisi pelukis itu melambaikan tangannya juga.

“Selamat siang, kenalkan ini temanku. Namanya Bulan.”

Mereka saling berkenalan.

“Om Rio sudah menunggu lama?” tanya Bintang di atas kertas yang kini Bintang membawanya sendiri.

“Baru saja sampai.”

“Kemarin aku mencoba melukis, Om mau lihat? Aku photokan hasilnya.” Tulis Bintang.

Rio mengangguk. Bintang dengan antusias memperlihatkan hasil lukisannya. Rio menatap hangat Bintang yang tersenyum di sisinya. Tangan pelukis itu mengelus kepalanya. Bintang selalu senang jika diperlakukan seperti itu.

Bulan melihat kedekatan mereka sudah seperti saling mengenal jauh-jauh hari. Bintang yang selalu terlihat tangguh ini, di sini dia bisa merajuk saat Pelukis itu mengambil makanannya.

“Pulang dari sini, Kita melukis sama-sama.” Tulis Rio.

Bintang mengangguk setuju. Setelah makan siang mereka menuju Menara Eifell, Bulan sudah kegirangan di sisi Bintang.

“Kamu beruntung mengenal mereka.” Ujar Bulan.

Sesampainya di sana. Mereka mengeluarkan Kanvas. Lalu mulai mencoretkan warna chat itu di sana. Bulan yang melihat senyum lepas dari wajah Bintang, mengabadikan moment itu dalam handponenya.

Sampai Langit berubah warna menjadi warna yang sama dengan daun musim gugur. Bintang selalu menyukai suasana Senja di mana pun walaupun hatinya kembali mengingatkan akan Senja yang selalu berada dihatinya.

BintangWhere stories live. Discover now