~ Bukan Untuknya ~
“Apa yang terjadi hari ini, adalah pembelajaran berharga untuk kita di kemudian hari.”
Tangerang, 03 Juli 2019
• • • • •
“Safira,”
“Astagfirullah Ya Allah...” Fazan--Papahnya, terduduk lemas di depan ruang operasi Putri semata wayangnya itu.
Polisi telah mengindentifikasi korban, lewat paspor milik Safira yang di temukan. Beruntungnya Safira bisa di selamatkan, sementara sopir taksinya meninggal di tempat kejadian. Polisi pun sampai saat ini masih menyelidiki sebab terjadinya kecelakaan.
Di dalam ruang operasi, Safira sedang berjuang bertahan, sebuah selang terhubung ke mulutnya. Arga, yang berperan sebagai Dokter Anesthesi, berulang kali memantau tanda vital pasien, dari denyut, dan irama jantung, serta tekanan darah pasien. Sementara Devan, berusaha mengeluarkan serpihan kaca pada kornea mata wanita itu di bantu perawat anesthesia.
Prosedur tindakan operasi tentunya telah di setujui Fazan, pria itu tak mau mengambil resiko. Devan di arahkan langsung oleh seorang perawat yang ternyata mengenal Safira, mengatakan bahwa perempuan itu adalah anak dari pemiliki rumah sakit, saat itu kebetulan Fazan sedang berada di ruangannya, memudahkan Devan cepat melakukan tindakan medis.
“Dok, denyut nadinya tidak stabil.”
Devan menatap layar Monitor menampakkan garis tidak stabil.
“Pasangkan alat Defibrillator,”
Defibrillator langsung di siapkan. Ruangan operasi semakin terasa menegangkan, berulang kali mereka memanjatkan doa berharap operasinya bisa berjalan dengan lancar, memberikan hasil yang terbaik.
Operasi di hentikan sementara, mereka mulai fokus mengembalikan detak jantung Safira. Memberikan stimulus energi listrik agar kembali pada irama yang normal.
Semua orang yang berada di ruangan itu menghela napas lega, mengucapkan syukur, di monitor tanda garis vitalnya kembali berjalan normal, sehingga operasi bisa di lanjutkan.
Tanda berhasilnya operasi bisa dipastikan akan berjalan lancar jika sudah seperti ini. Tetapi kecil kemungkinannya pasien bisa pulih seperti sebelumnya, melihat luka pada matanya cukup dikatakan parah. Entahlah, sebagai seorang Dokter Devan hanya bisa mendiagnosa saja, kesembuhan tetap atas kehendak-Nya.
“Alhamdulillah..”
Devan mengucap syukur, lelaki itu menyimpan alat operasi terakhir yang berada di tangannya. Hampir dua jam ia bergelut di dalam ruangan mencekam itu, rasanya sudah melepas beban di pundaknya ketika operasi berjalan lancar.
Selanjutnya, Safira akan di pindahkan ke ruang post-Anesthesia care unit guna pemeriksaan lanjut pada pasien yang baru saja melakukan tindakan operasi, sebagai pemantauan efek obat bius menghilang.
Devan menghela napas sejenak, sebelum akhirnya memberanikan diri mendekati orang tua dari pasien yang baru saja di tanganinya.
“Pak, operasinya sudah berjalan lancar.” ucap lelaki itu.
Fazan menengadahkan kepalanya, menatap sosok Dokter yang sejak tadi berjuang di dalam membantu putrinya.
“Dia akan baik-baik saja?” lelaki berumur lima puluh tahun itu bangkit dari duduknya, mensejajarkan dengan tinggi Devan.
“Kita belum bisa memastikan sebelum dia sadarkan diri. Sekarang putri bapak akan di pindahkan.” jelas Devan.
Sebagai kepala direktur utama, sekaligus pemiliki rumah sakit itu, pastinya Fazan tahu resiko apa yang di alami Safira nanti, sebelum menandatangani prosedur jalanannya operasi, ia sudah mempertanyakan tindakan apa yang Dokter lakukan nantinya di dalam sana.
“Dokter Devan,”
“Iya pak.”
“Saya tau konsekuensi yang akan di alami putri saya. Dan saya harap dokter mau membantu saya,”
“Bantuan apa pak?”
Fazan mengusap matanya sesaat, sejauh ini ia mengenal Devan sebagai Dokter baru di Rumah Sakitnya, dan Devan bisa membuat lelaki paruh baya itu menaruh kepercayaan lebih, selain menjadi Dokter terbaik, sikapnya juga mencerminkan tanggung jawab besar.
“Tolong jaga Safira sampai dia benar-benar pulih...”
• • • • •
Devan mencuci tangannya di wastafel yang ada di dalam ruangannya. Permintaan Pak Fazan membuat ia jadi bingung, selama belum dipastikan Baik-baik saja, tentu Devan akan menangani putrinya yang bernama Safira itu tanpa perlu diminta. Tetapi jika di minta merawatnya sampai benar-benar dalam kondisi pulih, itu sudah bukan menjadi tugasnya lagi.
Sebenarnya tidak masalah, Devan merasa senang diberikan kepercayaan. Apalagi ini masih dikatakan baru untuknnya, sekitar lima bulan Devan bergabung di Rumah Sakit Husada sebagai Dokter bedah, lalu diberikan kepercayaan langsung oleh pemilik rumah sakit. Orang lain mungkin tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, lain halnya dengan Devan. Lelaki itu justru merasa berat mendapatkan tugasnya.
“Dev,” seseorang mengetuk pintu ruangannya.
“Masuk.”
Arga, lelaki itu menampakkan diri dari balik pintu, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Devan.
“Dimas cuti?” tanya Arga, seraya melepaskan jas dokternya.
“Iya,” jawab Devan singkat.
“Lo udah ketemu pak Fazan?”
Devan melepaskan kaca matanya, “Udah, dia anaknya'kan? Namanya Safira?”
Arga sudah lama berkeja di Rumah Sakit Husada, lelaki itu pasti mengenal Safira “Iya, gue belum pernah ketemu langsung sih. Cuma banyak perawat yang gibahin, dulu pernah jadi Dokter spesialis saraf disini. Anaknya cantik.”
Devan mengangguk saja sebagai tanda ia mendengarkan informasi dari Arga.
“Ente gak ikut gibahin?” sindir Devan.
“Ya enggaklah, tapi sedikit sih. Siapa yang gak tertarik coba, cantik gitu. Sholihah lagi.”
“Bukan gibahin, lebih tepatnya ente kepo.”
“Bisa jadi, haha...”
Pembicaraan keduanya teralihkan ketika sebuah pesan masuk di layar ponsel Devan. Ia sempat ingin tidak peduli, namun rasanya sulit. Sampai akhirnya tak mampu mengabaikan.
Samira
Dev, hari ini keluarga Dimas undang kita makan malam. Kamu bisa'kan?
Devan
Apa harus saya ikut? Ini bukan acara pertunangan kalian bukan?
Samira
Haha, Dimas tidak akan secepat itu bertindak. Aku mohon, kamu mau datang Dev.
Devan
Insya Allah, akan saya usahakan.
Bagi siapapun yang merasakannya, akan terasa sangat sulit berada di posisi Devan. Si kutub es yang berhasil mencair, namun di sia-siakan! Mencintai, untuk disakiti.
~ Bersambung ~
Ikuti sampai akhir, rasakan sensasinya wkwkw.
Follow (At)skn.nisa
Akan di infokan tentang cerita saya disana.
Assalamualaikum.
YOU ARE READING
When I'm With You [END]
SpiritualSpin-Off : Hafizhah. ~ Safira Rianty Al-naid ~ "Rasa sakit tidak akan terulang, rasa yang pernah kecewa pun kian memudar. Itu berkat kamu, ketika aku bersamamu." ••••• Sesama rekan kerja di bidang Medis. Mempertemukan mereka yang awalnya tidak sali...
![When I'm With You [END]](https://img.wattpad.com/cover/183336289-64-k89755.jpg)