Terburu-buru dia melangkah keluar mau meninggalkan rumah. Surya menahan putranya.

"Biarkan Papa yang pergi, Dengan amarahmu tidak baik menyetir seorang diri." Ujar Sury berlalu dengan kenyataan yang membuatnya terpaku.

Senja terkekeh, berteriak keras rasanya percuma. Menangis pun rasanya tidak cukup. Dia tertunduk disofa, Menjambak rambutnya dengan keras.

Di luar Bintang melihat mobil Surya kembali meninggalkan rumah. Entah kenapa hatinya mengajaknya untuk masuk dan mengetahui apa yang terjadi.

Hujan rintik-rintik membasahi bajunya. Bintang masuk dengan langkah pelan melihat sekeliling. Pintu depan rumah Surya tidak tertutup rapat.

Bintang ragu di depan antara masuk atau tidak. Dia khawatir ada pertengkaran diantara mereka. Bintang memutuskan masuk, Sampai satu tarikan tangan merengkuh tubuhnya.

Senja memeluk dirinya erat sekali. Bintang berontak dari pelukan itu, tapi tenaga Senja teramat besar. Dia mencium Bintang dengan kasar. Bintang kaget mendapat perlakuan seperti ini.

Dia memukul-mukul dada lelaki itu, Tapi Senja tidak peduli. tangannya membelit tubuh Bintang, Mengangkatnya dan membawanya terbaring ke atas Sofa.

"Senjaaa." Tangis Bintang saat dia memberi ruang untuk bernafas.

"Saat ada janin dirahimmu, tidak ada yang menghalangi kita untuk bersama." Ujarnya.

"Apa katamu? Kamu gila."

"Ya, Aku gila. Kamu tahu bagaimana perasaanku saat Papamu sendiri bahagia atas kelahiran seorang bayi dari rahim wanita lain. Terlebih bayi itu telah menjelma menjadi wanita yang aku cintai sepenuh hati. Aku tidak ingin naif dengan perasaanku Bintang. Aku menginginkanmu lebih dari apa yang kamu tahu."

"Tidak Senja, Ini salah. Ini tidak benar. Kita tidak bisa seperti ini."

"Apa peduliku." Ujarnya sebelum kembali merajai tubuh Bintang dengan kecupannya. Bintang tentu berontak saat tangan senja mencoba membuka bajunya. Senja terlihat kalap, Dia marah dan putus asa secara bersamaan. Bintang merasakan air mata mereka bercampur seolah pedih menghadapi kenyataan di depan mata.

Senja menjauh saat kewarasannya mengambil alih. Dia terduduk membelelakangi Bintang yang tersedu dengan pakaian yang kusut masai.

Mereka terdiam, Dengan gejolak perasaan mereka yang enggan sirna.

"Pergi dari hidupku Bintang, Pergi." Tegas Senja kini berdiri.

Bintang hanya diam, merapikan bajunya dan berdiri. Rasanya sudah cukup perlakuan Senja hari ini. Hampir saja mereka melakukan tindakan dilaknat sang pemilik semesta.

"Kamu ingin tahu kan? Kamu memang Putri papaku. Adikku, lucu sekali."

Bintang menahan tangisnya agar tidak semakin terdengar. Menggigit bibirnya kuat-kuat.

"Maaf, Aku bertingkah seperti itu padamu. Aku tidak mengerti Bintang, Aku ingin memahami takdir. Aku ingin memahami segala sesuatunya. Tapi saat melihatmu, Cinta ini tidak bisa diatur. Aku..."

Bintang bersuara dengan tersengal. Tenggorokannya sudah sakit hanya untuk sekedar mengatakan bahwa kenyataan ini membuat dirinya terluka.

"Aku pergi." Ujarnya dengan langkah tergesa, Membelah rintik hujan yang semakin deras menyembunyikan gemintang dalam pekatnya malam.

Bintang melajukan mobilnya. Senja menatap bulir air mata dikaca jendela dengan mata sedih. Hari itu, Ikatan perasaan mereka diputus paksa karena takdir sudah menghakimi telak mereka untuk tidak bisa bersama.

***

Saat pagi dipanti. Baru rasanya Bintang memulai awal barunya. Bu Ningsih terpekik khawatir ditelpon saat Surya dilarikan dirumah sakit karena serangan jantung.

BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang