“Terima kasih. Aku juga, aku tidak akan pernah melupakan hari itu”

“kau yakin dengan ucapanmu?”

“Yakin”

“Aku tidak percaya. Laki-laki dan perempuan berbeda”

“Jadi kau tidak percaya padaku?” Tanya Greyson heran. Dy hanya membalasnya dengan senyuman.

“Kapan kau akan berangkat?”

“Aku baru saja akan memberitahumu. Aku berangkat hari Senin pagi, kami akan ke pelabuhan dengan kereta api dari stasiun King’s Cross. Dan kuharap, kau bisa datang kesana”

“Akan ku usahakan untuk datang”

“Oh ya, kita tidak jadi ke danau? Pasti disana indah sekali. Kudengar baru saja dibangun taman disekitarnya”

Dy hanya menggeleng, “Disini saja sudah cukup membuatku senang”

Mereka menghabiskan waktu disana hingga sore hari dalam suasana hening, hingga taman itu sepi, kemudian mereka pulang. Greyson mengantar Dy hingga sampai di rumah. Masih dengan mata yang kelelahan karena menangis, Dy melambaikan tangan begitu Greyson mulai mengayuh sepedanya, meninggalkannya. Ia merasa hari itu adalah benar-benar hari terakhirnya bertemu Greyson.

“Habis menangis?” tanya ibunya begitu ia masuk. Dy hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.

“Greyson akan merantau ke Amerika, minggu depan” Dy memberitahu ibunya, meskipun dirinya sendiri tidak percaya dengan apa yang dikatakannya.

“Ke Amerika? Kenapa jauh sekali?”

“Aku juga tidak tahu”

“Semoga hidupnya menjadi lebih baik setelah sampai disana”

Dy menatap ibunya dengan malas, lalu beranjak ke kamar. Dua hari lagi, Greyson akan pergi, pikirnya. Rasanya tidak ada lagi yang harus dilakukan selain menunggu Bumi untuk dihantam planet lain, kiamat.

***

Hari Minggu.

Selama apapun kau bersama orang yang kau sayangi, tapi jika tiba waktunya berpisah, tetap saja terasa cepat. Hukum bahwa waktu itu relative, berlaku disini.

Sepulang dari gereja, Dy dan ibunya pergi ke pasar untuk membeli keperluan bulanan.

“Kenapa kau masih murung seperti itu?”

“Uh? Tidak. Wajahku memang seperti ini, kan?”

“Kau memang tidak pandai berbohong” ibunya menggelengkan kepala.

Sepulang dari pasar,mereka hanya berjalan dalam diam. Jalan yang cukup ramai karena hari Minggu, Dy sesekali menyentuh tiang-tiang lampu yang berdebu, atau mengetuk-ngetuk hingga terdengar suara dentingan kecil.

“Bu, bolehkan aku ke rumah Greyson, sekarang?” Tanya Dy ragu

Ibunya menatap serius, “Sekarang?”

“Iya,”

“Pergilah. Hati-hati.”

“BENARKAH? TERIMAKASIHIBUKUYANGTERCINTAAAA. AKUPERGIDULU!” Dy langsung berlari menuju bus yang baru saja berhenti setelah mencium ibunya. Ia bahkan tidak peduli apakah ia membawa uang atau tidak.

Dy berlari lagi setelah turun dari bus menuju gang rumah Greyson tinggal. Jalan lurus sudah ada di depan matanya, pagar-pagar bercat putih disepanjang jalan. Mekarnya bunga-bunga menambah indah musim semi yang mendekati akhir tersebut.

Rumah Greyson begitu asri. Taman di sebelah rumahnya terlihat sangat terawat, ada sebuah sekop yang tersandar di dinding, sepertinya tanahnya baru saja digemburkan. Dy tidak mendengar suara apapun. Ia mendekati pintu.

Scarlet Letter (Not Greyson's Love Story)Where stories live. Discover now