Ia menenangkan dirinya.

'Semua akan baik-baik saja. Karena kini akulah yang akan menentukan takdirku sendiri.'

Tekad kuat menerangi matanya.

Keesokan paginya..

Seperti hari-hari biasanya, Angella kini tengah menjalani serangkaian pemeriksaan yang di lakukan dokter dan seperti biasanya pula ia di temani Clarisa di sisinya.

Namun hari ini pengecualian, ada beberapa tambahan orang di dalam kamarnya yaitu keluarganya. Orang-orang tersebut tidak lain adalah Mila dan Diana, minus ayahnya. Bahkan sejak pertama kali Angella sadarkan diri dan membuka matanya tak sekalipun ia menangkap bayangan keberadaan ayahnya. Membuat hatinya tersenyum miris.

Mila begitu mengenal Angella dengan baik. Begitu menangkap raut kesediahan dari wajahnya ia perlahan mendekati Angella, mengelus kepalanya di sertai senyum lembutnya.

"Ayahmu masih sibuk. Mungkin nanti malam baru ia akan menemuimu." ujarnya.

Itu hanya alasan, Angella tau itu. Bahkan jika ia mati pun Angella rasa ayahnya tidak akan terlalu perduli. Ia hidup atau pun tidak tak ada bedanya bagi ayahnya. Bagi ayahnya ia hanya pembuat masalah. Atau bahkan mungkin ayahnya tak mengharapkan melihatnya lagi.

"Dia juga sangat mengkhawatirkanmu. Nanti mommy katakan padanya bahwa kamu sangat merindukannya."

"Mm." Angella kembali menganggukan kepalanya.

Jika itu dulu Angella pasti telah tertipu oleh penampilan lembutnya. Perhatiannya yang seolah-olah mengkhawatirkannya dan menyayanginya membuat Angella mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya menggali telapak tangannya. Kebencian berkobar dari matanya namun Angella mengendalikan dirinya sekuat yang ia bisa dengan berpura-pura patuh dan mengangguk.

Ingin sekali ia menghancurkan wajah tersenyum itu. Betapa mengerikannya sepasang ibu dan anak ular ini yang bahkan mampu bertahan dalam sandiwara memuakan selama bertahun-tahun. Rasa kagum pun muncul dalam hatinya, karena saat ini saja Angella nyaris meledak menahan kobaran amarah yang kian memuncak karena harus tersenyum pada orang-orang yang begitu dibencinya.

"Istirahatlah dengan baik. Agar kamu cepat pulih. Maaf kakak baru menemuimu karena semalam kakak baru pulang. Kakak tidak ingin mengganggu istirahatmu makanya kakak baru menjengukmu." suara Diana terdengar di liputi rasa bersalah.

"Mm, tidak apa-apa. Dapat kembali melihat mommy dan kakak Diana saja sudah merupakan anugrah terbesar yang di berikan Tuhan padaku." Angella kembali melapalkan ucapannya dulu saat ia terbangun dari koma.

Mendengarnya sudut mulut Mila semakin lebar. Ia mengucapkan beberapa kata penuh kasih lainnya sebelum pamit keluar dari kamar. "Nanti mommy kesini lagi. Sekarang waktunya sarapan, Mommy harus menyiapkan sarapan untuk ayahmu."

Angella mengangguk dengan senyum mendengarnya.

Di sebelah Angella yang lain Clarisa hanya mampu mengeraskan hatinya. Seharusnya itu menjadi tugasnya, namun 10 tahun ini semua kewajibannya telah di ambil oleh wanita lain yang dulunya berstatus sebagai sahabatnya.

Melihat ibunya pergi Diana pun tak menunggu lama, ia mengucapkan kata-kata penenang dan penuh kasihnya sebelum pergi.

Kini ruangan kembali sunyi senyap, dokter pun selesai melakukan pemerikasaan dan keluar dari kamar meninggalkan Angella dan ibunya. Keduanya diam sibuk dengan pemikiran masing-masing, hingga akhirnya beberapa saat kemudian Angella memecah kesunyian.

"Bun, apa bunda tidak lelah?" tanyanya dengan suara yang datar.

Clarisa menatap putrinya, merasa bahwa setelah bangun dari komanya putrinya ini banyak berubah. Senyum lirih terukir dibibirnya, matanya menerawang jauh pada kenangan masa lalunya. Andai dulu ia tak memasukan Mila dan putrinya ke dalam rumah ini, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

My Angel Is My Beautiful Devil - Sudah TerbitWhere stories live. Discover now