Adik.
Baginya itulah aku.
*****
“Aku tahu apa yang akan membuatmu berhenti bersedih”
Dia mengatakannya sambil tersenyum dan menatap aku lembut.

Apakah itu hatimu? Apakah itu yang akan kau berikan padaku malam ini?

Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Benda itu tersimpan didalam sebuah kotak kecil berwarna ungu, saat mas Theo membukanya tak dapat kutahan bibirku untuk tidak berseru.

Suara-suara lain bagai menjauh dari sekelilingku. Semuanya terkunci pada benda indah mengagumkan yang berhasil menghipnotis aku.

Cantik sekali hadiah darimu, Mas. Apa kau bersungguh-sungguh memikirkan aku saat memilihkannya?

Seruan dari Aunt Debby yang meminta agar supaya Mas Theo memsangkan benda itu untukku menyadarkan aku.
“Berbaliklah” pintanya padaku.
Kulakukan sesuai permintaannya, seraya mengangkat rambut sebahu yang kubiarkan terurai bebas dimalam ini. Saat kau memasangkan benda itu rasanya bagai didalam mimpi.
Mungkin ini memang mimpi.
Saat kemudian kau merengkuh pinggangku dengan kedua lenganmu yang kokoh, merapatkan tubuhku padanya dengan cara yang membuatku ingin percaya kalau semua harapanku bersambut dimalam ini.
“Ini indah” kukatakan itu dengan tujuan untuk membunuh harapanku yang semu.
 “Jangan pernah dilepas, janji!”

Aku berjanji.
Akan kujaga baik-baik kado pertama dan terakhir darimu ini, Mas.
Sekalipun nyawa taruhannya aku akan memastikan kalau benda ini akan selalu bersamaku.
Bahkan sekalipun nyawaku terlepas dari tubuhku maka leontin ini akan tetap bersamaku.
*****
“Gina ini…”
Dia tak mampu melanjutkan kalimatnya, terlalu senang mungkin, dengan apa yang kuberikan padanya malam ini.

Rasa nyeri menyerang ulu hati saat mata kami bertemu pandang, namun kucoba untuk tetap tersenyum dengan tenang. Sebenarnya ketegaran macam apa yang kumiliki selama bersamamu. Nyeri, sakit, lelah semuanya bagai tak pernah singgah setiap kali aku melihatmu.

“Kado dariku buat mas, adalah membebaskan mas untuk selamanya dariku.”

Dia terdiam lama sambil memandangi surat pengajuan gugatan cerai yang kulayangkan padanya.
“Apa ini kehendakmu sendiri?” suaranya terdengar serak saat berkata.

Kehendakku bukanlah hal yang penting dibanding kehendakmu.
Kulepaskan engkau agar kau bahagia dengan pilihanmu.
Dan orang itu sayangnya bukan aku.

Kuanggukkan kepalaku sambil tetap tersenyum kali ini pada langit gelap diatas sana.

“Aku ingin bahagia”
Dengan memastikan kebahagiaanmu terlebih dahulu.

Cinta artinya tidak egois, dan setelah sekian lamanya aku egois terhadapmu kurasa aku akan belajar untuk tetap mencintaimu dalam ketidak egoisan.
Tapi,  sampai kapanpun kupastikan kalau dinding-dinding hatiku hanya akan terukir dengan namamu.

Theodorean Veince Rumpoy,
Betapa aku mencintaimu.

“Kalau begitu aku menyetujuinya.”

Aku tahu cepat atau lambat kau akan mengatakan itu.
Andai kau tau kalau persetujuanmu bagai menarik paksa jiwa ini dari tubuhnya.
Dan setelahnya, fase dalam hidupku adalah tangis kepedihan berkepanjangan.
*****
“LEPASKAN”
Leon berusaha merebut kalungku dengan kalap.
“JANGAN” aku balas berteriak padanya., tapi dia tidak menghiraukan aku.
Mobil yang dibawanya melaju tak tentu arah mengikuti arah gerakan tangan Leon.
“Jangaaaaaaaaaaan..” aku memberontak sambil mendorong tangannya dari tanganku.

Tangan itu terlepas dari benda dileherku, tepat disaat yang sama kulihat sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi dari arah yang berlawanan.

TIDAAAAAAAAKKKKK

Teriakan ku tertahan ditenggorokan ketika benturan keras itu tertuju tepat kearah mobil yang dikendarai oleh suamiku.

End Of The Flashback
*****
“Gina, kumohon …buka matamu…”

Kau mencintaiku?.

“Jangan seperti ini, kumohon….”

Benarkah kau mencintaiku mas?

“Apa kau akan selalu menyiksaku dengan cara ini?”

Tidak! Katakan saja kau mencintaiku.

“Kumohon! Aku mencintaimu Gina … aku mencintaimu … bukalah matamu, sekalipun itu artinya kau akan menatapku dengan penuh kebencian” suaranya berubah jadi isak “Tetaplah disini, bersamaku … jangan tinggalkan aku”
“Aku tak akan tahan jika kau pergi dariku Gina, cukup dengan Leon tapi kau tidak boleh pergi…jangan pergi dariku.”

A-apa maksudnya?
Leon!
Apa yang terjadi padanya.
Di-dia….dia tidak mungkin…

Dorongan itu mendesakku terjatuh pada tempat paling menyakitkan untuk ditempati.
Itu adalah tubuhku sendiri.
Berkat rasa sakit itu, kurasakan kontrol syarafku kembali dan dengan perlahan aku bisa merasakan jari-jariku, kelopak mataku, rongga nafasku, semuanya memberi respon spontan dengan menyatukan sensasi demi sensasi kesadaran.

“Gina”

Suara malaikatku dipenuhi dengan kelegaan. Sesuatu kurasakan menekan punggung lenganku kuat. Tangannya, aku tau kalau itu tangannya.

Mataku membuka.
Menemukan telaga hatinya yang memantulkan rupa kacauku dengan selang-selang dan masker oksigen menutupi sebagian bentuk wajah.

Sebutir berlian dingin jatuh dari matanya tepat ke dahiku, mengalir membelai pori-pori kepala, tempat dimana benda itu menyelusup jatuh.

Sebuah nama terngiang jelas ditelingaku.
“Le…on?” lemah ku bersuara.
Mas Theo hanya bisa menatap tertegun dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu harus tenang ya!”
“Le..on..” ulangku lemah..
“Dia telah pergi”

Tidak.
Tidak boleh.
Kenapa harus Leon.
Kenapa bukan aku.

Nafasku turun naik, mencoba menyuarakan tangis yang bahkan tak bisa dengan utuh aku perlihatkan.

Lelaki ini,
Mas Theo.
Dia pasti akan sangat membenciku andai tahu kalau akulah yang telah membunuh sahabatnya.

Aku tahu,
Duniaku,
 Harapanku,
telah benar-benar hancur sekarang.


 
TBC














Playboy Monarki The Series - Lust In loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang