Wajah cerah Chimon berubah kusam, ketika melirik Krist yang hanya terdiam sejak tadi. Chimon menyentuh lengan Krist dengan sikunya. “Hei, kau tak apa?” Chimon yang semula tak menyadari perbedaan dari Krist, wajahnya berubah halus. “Apa Singto mengganggumu lagi?”

Chimon menyentuh bahu Krist. Tidak ada respon. Tapi, tidak berapa lama, Krist beralih menatap Chimon dengan wajah bingung. “H-hah? S-singto?” Chimon tersenyum miring. Jika ia menyebut nama Singto, Krist langsung menyahut.

Krist sadar telah melamun sejak ia duduk di dalam kelas. Menarik nafas berulang kali dan menghembuskannya perlahan. “Maaf, tadi kau sedang berkata apa?”

Chimon mengerucutkan bibirnya. “Ada pertandingan bola basket antar kelas, dan Boom masuk kedalamnya mewakili kelas kita bersama anggota kelas yang lainnya!”

“Oh itu. Kemarin phi Tay sudah memberitahuku. Baguslah jika begitu, Boom memang bisa diandalkan.” Krist menjawab dengan suara pelan tanpa ada rasa minat untuk membicarakannya.

“Phi Tay? Bukankah dia anggota komite disiplin? Sejak kapan kalian dekat?” Chimon menelisik Krist dengan berbagai pertanyaan. Kedua matanya memincing, curiga.

Krist diam tidak menjawab. Ia ingat, bahwa tidak pernah cerita tentang Tay kepada Chimon. “Eum, baru-baru ini saja. Tak sengaja bertemu di rooftop waktu itu.” Krist menjawab dengan tenang. Rasanya Krist tak berminat untuk berbicara untuk hari ini. Pikirannya dipenuhi satu nama, Singto.

Chimon mengangguk kemudian bertanya kembali. “Apakah dia yang meloloskanmu dari hukuman Singto waktu itu?”

Krist mengingat kejadian awal ia bertemu dengan Tay, pada saat ia hampir telat datang. Bukan awal pertemuan, sebenarnya Krist sudah sering berpapasan dengan Tay di sekolah, tapi pria itu tak memperhatikan kehadiran Krist. Krist menatap Chimon dan mengangguk. “Iya..”

“Ah begitu, pantas saja kau senyum-senyum tidak jelas karenanya. Phi Tay memang keren!” Chimon berkata dengan wajah berbinar.

Krist mengangkat alisnya, kemudian bertanya. “Kau mengenal phi Tay?”

Chimon menepuk pelan bahu Krist. “Tentu saja, tidak! Tapi, siapa yang tidak tahu pria tampan itu, hihihi.” Chimon menutup mulutnya dengan telapak tangan sembari tertawa malu. Krist memandangnya tak percaya. Ada apa dengan temannya ini? Seperti seorang fanboy. Atau, jangan-jangan memang, iya.

Krist melirik sesuatu yang menggantung dileher bersih Chimon. Kamera. Pantas saja. Krist ingat bahwa Chimon suka sekali menguntit para anggota osis dan komite disiplin.

“Krist! Nanti pastikan kita duduk di depan ya! Kalau bisa, kita berdiri di pinggir lapangan saja! Bagaimana?” Chimon berkata dengan semangat.

“Eum, terserah kau saja!”

Suara gemuruh sepatu yang berisik mengalihkan Krist dan Chimon. Teman-temannya dengan rapi duduk di bangku masing-masing. Seorang guru setengah baya nemasuki kelasnya. Krist menghela nafas. Mata pelajaran pertama dan ke dua tetap ada guru yang akan mengajar, selanjutnya kelas dibebaskan.

“Aku kira kelas kita akan free sampai pulang!” bisik Chimon. Krist mengabaikannya dan mengambil buku teks sejarahnya.

Krist menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Merasa ada seseorang yang tengah mengikutinya. Tapi tidak ada siapapun di koridor. Ia memasuki toilet. Membasuh wajahnya dengan air dingin. Krist harus mengembalikan moodnya, tidak mau Singto selalu terbayang dikepalanya.

Ketika Krist membuka matanya yang ia dapati adalah kegelapan. Tubuh Krist menegang. Ia menyentuh tangan seseorang yang kini menutup matanya. “K-kau siapa?” Orang itu juga mendekap Krist dari belakang. Tubuh Krist dua kali lipat merinding. Jangan-jangan selama ini Krist mempunyai penguntit.

[SINGTOxKRIST/PERAYA] My Evil Seniorحيث تعيش القصص. اكتشف الآن