˙A Priori˙

419 57 5
                                    

Story from: Seventeen Fanfiction Indonesia



»»Let's Reading««








Daniel baru saja ingin berteduh tetapi mengurungkan niatnya begitu melihat sosok Jihoon di bawah shelter dekat dengan lampu jalan. Baru saja pula ia ingin mengumpat mengapa bisa bisanya baju terkerennya untuk pergi ke les tambahan yakni kaus Oasis  dan celana jeans abu abu pudar persis dengan apa yang pemuda menyebalkan itu pakai.

Bedanya tak terlalu signifikan yakni Jihoon memilih celana jeans yang hanya menutupi sampai tempurung kakinya, kaus Oasis pemuda itu digulung lengannya. Bah, sama saja!

Masalahnya, Jihoon—yang jelas hanya nama panggilannya, membuat tangan Kang Daniel tiba-tiba tidak bisa bergerak di pameran karya ilmiah kemarin. Bukan apa apa sebabnya, toh Jihoon tidak lebih pintar daripada yang ia kira. Tetapi gaya sok tahu pemuda itu membuatnya stagnan di long-term memory otak Daniel alias tak bisa hilang. Boleh kalian sebut juga dengan permanen. Frekuensinya bertemu dengan Jihoon paling paling hanya dua minggu sekali namun kenapa setelah acara bodoh itu selesai ia ‘terpaksa’ harus bertemu lagi dengan Jihoon.

“Daniel! Kemari kemari!” Rambut mengembang Jihoon bergoyang goyang saat melonjak melihat Daniel yang mendekap tas di dadanya erat erat. Dua detik senyum terlama Daniel untuk Jihoon, siapa tahu pemuda itu mengiranya menaruh hati. Cih, cih jangan sampai.

Bisa celaka jika Jihoon—

“Eh, katanya besok kau akan pergi ke tempat observasi?” Bodoh sekali Daniel mengangguk karena terhipnotis ke mata galaxy Jihoon yang ya ampun memang susah ia temukan di seantero Korea Selatan!

Jihoon lagi lagi tersenyum “Aku juga akan hadir, jika kau belum tahu aku termasuk panitia untuk acara tahu depan. Sepertinya sangat menyenangkan jika kita bisa satu devisi”

Daniel hanya terkekeh dua kali juga. Itu bagian dari formalitas yang sudah sangat cukup. Hujan makin deras saja di tambah ponselnya hampir sekarat. Diam-diam Daniel mengamati Jihoon yang entah kenapa seperti di suntik dopin ketika melihat hujan. Bibirnya bergerak gerak entah menyanyi atau merapal mantra.

Ia tak mau tahu urusan Jihoon.

Baru seperempat menit ia memperhatikan jalan, sepertinya Jihoon bukan obyek yang terlalu buruk untuk dilihat. Apalagi lengkung senyum pemuda itu ditambah energinya yang tidak pernah habis untuk apapun. Heran juga Daniel dengan apa yang dimakan oleh Jihoon sehingga membuatnya selalu ceria.

“Apa kau lapar, Niel?” Inilah yang membuatnya makin sebal dengan Jihoon, seenaknya memotong nama indahnya menjadi Niel bahkan kadang Niellie. Mau menolak saja sudah tak bisa karena perut Daniel berbunyi lebih dulu daripada jawaban ketusnya yang baru saja ingin terlontar.

Jihoon terkikik menunjuk ke seberang jalan. Tempat makan waralaba yang akhir akhir ini memenuhi sudut kota. Mereka berpandangan.

“Oke” Jawaban pendek itu keluar dari bibirnya, ditariknya ujung tali tas milik Jihoon agar menyebrang bersama sama. Mereka duduk di dekat kaca alasannya sederhana karena Jihoon ingin melihat hujan lebih dekat.

Daniel muak sekali dengan dasar tak rasional Jihoon.

Sama saja sih ternyata akhirnya Kang Daniel luluh hatinya.

“Kau tidak makan Jihoon?” Jihoon menggeleng menunjuk perutnya.

“Kau ingin memperlihatkan perutmu yang tak rata kepadaku atau bagaimana?” Ketus Daniel sambil mengunyah cream soup. Sedetik kemudian Daniel baru sadar ia sudah membuat Jihoon tertawa.

“Aku juga heran kenapa mereka memberi kita dua sendok. Aku sudah kenyang dengan air putih”

Daniel mempersilahkan Jihoon mengurai ceritanya, rasanya ia baru menyadari tak semua yang dikatakan dan yang dilakukan pemuda di depannya itu aneh. Ditambah lagi rencana Jihoon tentang lomba-lomba selanjutnya.

Cemerlang, segar dan membuatnya antusias.

.

“Oke tapi sepertinya para pelayan disini memang mengira kita pasangan. Dan aku tak menyangka seorang Kang Daniel sebegitu ingin meniru gayaku” Bisik Jihoon dengan nada yang di buat buat.

“Enak saja, kau tidak tahu aku berkutat dengan Fisika dan segala teorinya sebelum bertemu dengan malapetaka semacam kau, Jihoon. Katakan saja pada dunia kalau kau yang selama ini memujaku”

Baru kali ini seorang Kang Daniel keluar dari rencananya pulang dari les tambahan pukul 7.15 tetapi Jihoon menahannya tanpa sadar dengan banyak lelucon plus cerita yang sepertinya tak akan sama jika orang lain yang menceritakannya.

“Eh tunggu Jihoon!” pemuda itu menoleh ketika Daniel lagi-lagi menarik tali tasnya.

Menyodorkan poselnya. Jihoon sudah tersenyum.

“Hm, aku belum pernah memiliki nomor ponselmu. Dan siapa tahu besok kita bisa pergi ke tempat observasi bersama. Kebetulan aku ada kendaraan. Apalagi acara tahun depan harus sudah mulai dipersiapkan lebih matang, ngomong ngomong aku juga termasuk panitia inti sih. Tidak ber—“

“Kau tidak perlu banyak bicara hanya untuk meminta nomor ponsel seseorang, Niel” Jihoon menyerahkan kembali ponsel Daniel.

Sang pemuda hanya melambai sebelum berlari memasuki bis. Mata Daniel tak bisa lepas dari setiap gerak Jihoon.

“Duh”

.

.

.

Fin

Jangan lupa vote dan comment biar aku semangat!!!

Love you all😘😘😘

All About NielWinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang