Bagian 1

60 2 0
                                    

  Siang itu cerah, langit tak menunjukan tanda tanda akan hujan. Tapi sepertinya selogan cerah bukan berarti tak hujan itu benar. Tengah hari, kira-kira pukul 12 siang. Anak itu sendiri pucat lemas pingsan di pinggiran mushola. Kira kira umurnya 16 tahun. Anak laki laki dengan postur tubuh tinggi, kulit sawo matang asli Indonesia dan ada bekas luka jahitan didagunya.
"Hei nak, kau tak apa ?" tanya orangtua itu

Anak itu tak menjawab sedikit pun. Orangtua itu panik dan menyuruh orang orang disekitar untuk membantu membawa anak tersebut ke rumahnya. Ada 3 orang laki laki muda yang menolong orangtua itu. 5 menit berlalu dengan penuh tenaga membopong anak itu. Tak jauh dari mushola mereka sampai dirumah orangtua itu.

"Tolong bantu saya panggilkan mak ipah ya" suruh orangtua itu lagi ke salah satu pemuda yang membantu tadi.

"baik pak" sahutnya

Dirumah sederhana, dengan arsitektur lama berwarna putih tapi seperti sudah lama sekali tak di cat lagi. Beratapkan rumbia, rumah itu sederhana sekali. Rumah kayu yang nyaman untuk di tinggali. Di rumah itu tinggal orangtua paruh baya yang hidup sendiri. Istrinya telah lama meninggal, karna sakit yang di deritanya. Sudah 9tahun dia hidup sendiri tanpa sang istri. Tapi rumah itu selalu ramai, karena orang tua ini sering mengajak pemuda maupun anak anak kecil untuk mengaji dirumahnya. Orangtua itu sama sekali tak pernah meras kesepian.

Namanya pak Lebay. Orang kampung menyenganinya dan pak Lebay merupakan tetua kampung yang selalu di libatkan dalam setiap acara kampung. Banyak orang kampung yang selalu meminta nasehat dari beliau untuk membuat suatu keputusan. Perawakannya yang berwibawa nan santun yang membuat orang selalu segan padanya.

Tak lama datang mak ipah, mantri kampung yang biasa mengobati warga kampung. Dengan membawa peralatan untuk mengobati. Entah apa saja yang dilakukan orang mak ipah seperti memberikan suatu ramuwan ke dada anak pingsan itu, lalu selesai dengan ligat.

"anak siapa ini bg ?" tanya mak ipah ke pak lebay

"aku pun tak tau pah, aku nampak dia pingsan di pinggiran mushola kita. Bagaimana keadaannya ? " tanya balik pak lebay

"dia tak apa, tunggu saja dia sadar bg. Aku pamit dulu, demi kau aku meninggalkan masakanku bg, hahaha" balas gelak mak ipah yang di sambut gelak lagi.

Pak lebay dan mak ipah adalah kawan sejak lama. Sama-sama selalu di pentingkan dikampung, sama sama hidup sendiri dan memilih sendiri, sama-sama senang berbagi. Banyak orangkampung yang menjodoh jodohkan mereka tapi selalu di tolak oleh mereka. Jawabannya pasti sama "nanti istriku disana cemburu, aku ingin tetap bersanding dengannya di akhirat nanti". Jawaban yang membuat semua suruhan menikah lagi karam seketika.

Kisah cinta pak Lebay dan istrinya memang selalu mengagumkan untuk di ceritakan. Kisah mereka yang tak dikaruniai anak tak pernah membuat pak Lebay berfikir untuk mencari istri lagi hanya karena istri tak mampu berinya keturunan. Padahal istrinya pun selalu berniat menyuruhnya mencari istri kedua. Pak lebay selalu menjawab "cukup punyamu saja aku sudah sangat beruntung, tak perlu yang lain. Anak pun banyak yang bisa kita asuh". Laki laki begini ni yang harus di lestarikan.

Berbeda dengan pak Lebay, mak ipah dan almarhum suaminya memiliki 2orang anak yang sekarang masing sekolah di SMA dan SMP. Tapi mak ipah harus membesarkan kedua anak itu sendiri saat umur anak kecilnya masih 8tahun. Suaminya meninggal kecelakaan saat pulang mengantarkan mak ipah pergi bekerja. Mungkin itu pula alasannya mak ipah tak pernah ingin bersuami lagi, karena cinta suaaminya selalu terasa sampai akhir hayat suaminya pun selalu menunjukan sayangnya pada mak ipah.

Kisah mereka kalau di ceritakan tak akan ada habisnya. Banyak kisah cinta romantis yang kadang melebihi kisah romeo-juliet, laila-maznun, bahkan kisah habibi-ainun. Hanya saja kisah sedih perjuangan cinta yang tak semestinya kadang lebih menarik dari pada kisah cinta yang berujung bahagia. Drama sedih dan melo katanya lebih greget dari pada bahagia nan mulus penuh cinta.

Malam hari, hujan masih membasahi tanah. Di rumah pak Lebay ramai pemuda pemuda yang sedang mengaji sehabis sholat isya.

"pak anak itu sudah bangun" kata salah seorang anak

Langsung pak Lebay masuk kekamar itu.

"kau sudah bangun nak, bagaimana badanmu ?" tanya pak Lebay

Anak itu hanya diam memandang pak Lebay tak menjawab yang di tanyakan.

"panggil aku pak Lebay, namamu siapa nak ? dengan siapa kamu kesini ? tanya pak Lebay lagi

Dan tetap tak di jawab. Menatap kosong pak Lebay.

"kau boleh tinggal disini bersamaku sementara waktu, ramai anak seumuranmu di luar. Bilang saja pada mereka jika kau menginginkan sesuatu. Aku tinggal sendiri di rumah ini. Hanya saja setiap selesai isya pemuda kampung selalu mengumpul disini untuk mengaji atau berdiskusi kegiatan kampung. Biar ku kenalkan pada anak seumuranmu" penjelasan pak lebay.

"sini Ron" panggilnya pada salah seorang pemuda

"ini Roni. Rumahnya tak jauh dari sini. Mungkin kalian bisa menjadi teman. Sepertinya kalian seumuran. Dan kau ron, temani dia ya" Kata pak Lebay lagi.

Anak itu masih diam tak menyebut sepatah kata apapun.

"sekarang kau boleh beristirahat, besok katakan padaku apa yang ingin kau katakan. Aku ada di kamar belakang" pak Lebay beranjak pergi

"Oh iya, ini bukumu yang kemarin kau pegang kuat saat pingsan" pak Lebay menyodorkan sebuah buku berwarna ungu kusam.

Cepat-cepat anak itu mengambilnya dari tangan pak Lebay. Di balas oleh senyum pak Lebay.

Per(saya)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora