"Manja banget sih kamu, tidur aja sendiri. Sudah gede ini!"

"Eh eh? Lo kenapa?" Tanya Dava panik. Ia menyimpan ayam goreng yang tengah ia gigit lalu mencondongkan badannya ke arah sang adik yang kini sedang bersandar di tembok sembari memegang kepalanya.

"Akting doang palingan," Ujar Jay.

"Gak usah akting deh dek," komentar pedas Key yang tidak suka melihat tingkah Jinara yang menurutnya berlebihan.

Jinara semakin menutup matanya saat beberapa kilatan memori sekilas muncul dan membuat rasa sakitnya bertambah. Nafasnya kini tersendat dan keringat dingin mulai bermunculan, ia mencoba menegakkan badannya namun gagal karena kedua kakinya sangat lemas tak bertenaga.

"Banyak drama banget sih lo, bikin aja susunya sendiri. Kasian Wilnan." Jay kembali berkata dengan pedas dan menatap Jinara tajam dengan kedua alisnya menukik tak suka.

"Tidur aja sendiri dek, kasian bunda. Manja!"

Sakha yang merasa ada yang tidak beres langsung bangkit dan menghampiri Jinara yang hampir tumbang. Ia berhasil menangkap tubuh Jinara sebelum adiknya itu jatuh menyentuh lantai.

"Dek? Hey, kamu kenapa?" Tanya Shaka. Ia mengguncang tubuh Jinara namun sayangnya tidak ada respon yang berarti dari sang adik, karena Jinara terus memejamkan matanya dan sebuah rintihan terus terdengar.

"Huh caper, gitu aja so so an mau pingsan." Ucap Key yang memancing reaksi bertentangan dari Wilnan yang merasa jika ucapan kakaknya itu sudah sangat keterlaluan.

"Dasar caper, nangis aja nangis sana. Jinara manja!"

Jinara semakin keras memegang kepalanya, pandangannya semakin berputar dan dia tidak bisa melihat dengan jelas. Rasa sakit yang ia rasakan kini lebih parah dari sakit yang ia rasakan kemarin, di tambah dengan adanya suara yang bergema di kepalanya membuat si bungsu itu semakin menjerit kesakitan.

Dava yang khawatir dengan segera ikut menghampiri Jinara dan mencoba menepuk pelan kedua pipi adiknya itu, "Dek? Lo kenapa sih? Hey, bangun..."

"Ada apa ini?" Tanya Mahendra yang baru saja datang dengan segelas kopi di tangannya. Ia baru saja selesai membuat kopi namun dibuat bingung oleh tingkah anak-anaknya yang sedang meributkan sesuatu.

"Tahu tuh Jinara, kesurupan kali." Ucap Jay ketus membuat Mahendra dengan segera menyimpan gelas kopinya di atas meja dan ikut menghampiri Jinara yang kini sedang dikelilingi oleh Shaka, Dava dan Wilnan di lantai.

"Abang ini kenapa sih? Jinara tuh sakit, kenapa pada ngomongnya gitu sih?" Sentak Wilnan marah karena batas kesabarannya sudah habis. Ia tidak habis pikir dengan pola pikir Jay dan Key yang mengira jika Jinara sedang kesurupan dan tidak memiliki rasa empati pada adiknya itu. Padahal sejak pagi tadi, adiknya itu terlihat lebih diam dan bahkan sangat pucat. Sudah dipastikan jika Jinara itu sakit, bukan caper ataupun kesurupan seperti yang dikatakan oleh mulut jahat keduanya.

"Ih kan Jinara masih kecil, kenapa bang Jay jahat?"

"Arghh.." teriak Jinara kesakitan. Ia menjambak rambutnya keras dan menendang udara untuk menyalurkan rasa sakitnya.

"Jinara? Bisa denger ayah, nak?" Mahendra menepuk pipi Jinara dan menyeka keringat yang membanjiri wajah anaknya. Ia juga menahan gerakan kaki Jinara agar tidak asal menendang dan melukai anaknya yang lain.

"JINARAAA, BANGUN... HEY, SADAR! KAMU KENAPA?" seru Dava. Karena khawatir Jinara kerasukan, ia mendekatkan mulutnya ke telinga sang adik dan membisikkan beberapa hafalan surat Al-qur'an yang ia ketahui.

Jinara tiba-tiba terisak, rasa sakit yang tiba-tiba mendera itu sangat menyiksa dan membuat ia sangat kesakitan. Ia akan menjambak kembali rambutnya, namun Shaka dengan segera menahan gerakan tangan Jinara.

[✓] Kakak + Day6Where stories live. Discover now