"kau tidak memanggilku tuan"

"tidak ada tuan yang membunuh keluarga budaknya" balas Jaemin sedikit- sarkastik

Jeno tertawa pelan

"kamu bukan budakku dan aku menyakinkannya 100 persen"

"dan- untuk berdansa di hujan adalah permintaanku terakhir. kalau misalnya- kamu menolak lagi maka setelah aku menikahimu aku berjanji tidak akan membawamu bersama hujan lagi" ucap Jeno final lalu meninggalkan Jaemin sendiri di kasurnya.

Jaemin melihatnya- dengan tatapan bingung.

.

.

"Aku tidak bisa berdansa" ucap Jaemin dengan sangat tidak yakin.

mereka berada di taman dan sepertinya Jeno sudah mulai merintikan hujan yang sangat amat tenang.

Jaemin meneguk ludahnya kasar.

"tidak apa-apa, santai dan rilekslah. pastikan dirimu berusaha melupakan semua traumamu" ucap Jeno pelan dan mengecup jidat Jaemin.

Jaemin terkekeh.

Jeno yang melihatnya hanya tersenyum dan pergi sedikit menjauh dari Jaemin sambil menerabas hujan rintik yang tenang.

Jeno tersenyum

"Ayo"

Jaemin pergi ke arah jeno, tanpa memedulikan rasa pusingnya dan juga kenangan pahitnya.

Jeno tertawa saat melihat jalan kaku Jaemin saat menerobos hujan.

Laki laki manis itu tersenyum saat mendekatinya dan sialnya Jeno merona dengan senyumannya Jaemin.

Tanpa basa basi, Jeno melingkarkan tangannya di pinggang Jaemin dengan perlahan dan dibalas oleh tangan Jaemin yang ikut mengikuti Jeno dengan melingkarkan tangannya di leher Jeno.

Mereka berciuman dengan halus di tengah hujan melupakan semuanya dan juga apapun yang ada di dunia ini.

dunia mereka sekarang adalah mata yang mereka tatap.

Jaemin melepaskan ciumannya dan mencoba ikut melangkahkan kecil kakinya untuk mengikuti irama.

sang dewa hujan terkekeh pelan melihat Jaemin yang kaku sambil menahan rasa sakitnya karena ingatan itu muncul.

'ingatan tentang ibu dan juga seseorang yang sangat ia sayangi'

Cup.

lagi lagi Jeno mengecup sekilas bibir Jaemin.

"Lupakanlah itu dan tatap aku jika kamu merasa gelisah"

MORE THAN RAIN ✦ nominWhere stories live. Discover now