Lili 2

10.6K 1K 48
                                    

Tolong koreksi, ya, kalau ada typo.

Happy Reading ....

💔

"Sial!" Nico mengumpat kesal, mengempaskan asal ponselnya di jok samping. Jemarinya mencengkram kuat kemudi mobil. Manik cokelatnya fokus pada jalan di depan, tidak berminat sedikit pun melirik ponsel yang kembali berdering.

Manager kafenya yang berhalangan hadir, tingkah Imelda yang menyebalkan serta teror dari papanya, sungguh merusak pagi seorang Nicholas. Apalagi posisinya yang sedang terjebak macet lebih dari setengah jam lalu, membuatnya benar-benar muak.

Nico menambah kecepatan mobil setelah terbebas dari kemacetan. Membawanya tiba di salah satu cabang kafenya yang baru dibuka beberapa hari lalu. Ia hanya mengangguk tanpa senyum membalas sapaan satpam yang berjaga. Melangkah cepat ke lantai tiga, tanpa peduli tatapan para pelamar sebagai pelayan kafe yang telah menunggu. Mendorong pintu ruangan, ia langsung duduk di kursi dan membuka tumpukan berkas di atas meja.

"Lili Aprilia!" Suara Nico mengalun rendah tanpa minat. Namun, pintu ruangan yang terbuka lebar tentu membuat suaranya terdengar di luar sana.

Nico memijat pangkal hidung, lalu menyugar kasar rambutnya yang kecokelatan. Menghela napas dengan desah malas seraya menyandarkan punggung.

"Permisi, Pak."

"Tutup pintunya!" Tanpa melihat sosok yang masuk, Nico malah memejamkan mata.

Derap langkah terdengar mendekat setelah derit pintu yang tertutup. Lalu kursi yang ditarik, menandakan seseorang telah duduk di hadapannya.

Matanya mengerjap, tertumbuk pada mata hitam seorang gadis yang tampak segan menatapnya.

"Lili ... Aprilia?" Nico mengambil cv yang berada paling atas. Serius membaca deretan kata yang terangkai, menjelaskan tentang gadis di hadapannya.

"Iya, Pak. Nama saya Lili Aprilia," jawab gadis itu.

"Saya harap, kamu tahu bedanya pabrik dengan kafe. Bedanya buruh pabrik dan pelayan kafe. Karena bekerja di sini, saya tidak terima kesalahan sekecil apa pun. Jadi, setiap hari adalah waktu percobaan. Jika ingin bekerja, silakan. Siapa pun akan terseleksi dengan sendirinya ...."

Lili mengangguk kaku dengan bibir terkatup.

"Paham?!"

Lili tersentak lalu menjawab, "pa—paham, Pak."

"Ini di kafe, bukan di pabrik yang cukup diam saja sementara tangan yang bekerja. Di sini mulut juga harus aktif!" sentak Nico emosi.

"I—ya, Pak."

"Keluarlah!" Nico mengempaskan asal cv milik Lili.

"Jadi ... sa—ya boleh bekerja, Pak?" Lili belum beranjak dari duduknya.

"Masih belum jelas?"

Lili menelan saliva kasar. "Maaf, Pak. Saya paham, permisi."

Nico mengembuskan napas kasar setelah Lili keluar dari berganti dengan pelamar lainnya yang masuk sesuai instruksinya.

💔

Jam sepuluh pagi kafe mulai dibuka. Pengunjung belum terlalu ramai, hanya ada beberapa orang yang tampak mengisi ruangan bernuansa biru tersebut.

Beberapa pelamar termasuk Lili sudah mulai bekerja. Padahal sebelumnya, jumlah pelamar yang datang cukup banyak. Mungkin karena perangai si pemilik kafe serta aturannya yang aneh membuat para pelamar tadi sebagian mundur teratur.

Lili (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang