- sexto

56 20 34
                                    

-deklanasi kisah pada kanvas putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-deklanasi kisah pada kanvas putih. lembaran papyrus hendak ditarik paksa

hingga pelan - pelan seratnya merenggang.

kesayupan pagi hari.

libur,

ngantuk,

malas bangun.

ku tajamkan kedua indra telinga. sayup - sayup suara gaduh. netraku membuka, mengumpulkan beberapa nyawa yang tadi hilang. selepasnya, menggeliat. merasakan remuk badan akibat hari kemarin.

setengah mengantuk aku membuka pintu. melongokkan kepala ke luar.

"ada apa?" suara serak -khas orang baru bangun tidur. membuat ibu mengalihkan atensinya.

kulihat di kedua bilah sepuluh jari manisnya. tergenggam satu pasang sepatu kusam. warnanya mulai memudar seiring zaman. benang - benang partikelnya mulai kusut.

"sepatu siapa bu?"

pertanyaanku berlanjut dengan decakan ibu.

"anak itu." ia melengos pelan. sambil menunjuk kamar sebelah loteng.

aku menghela nafas. "kenapa bisa ada disana? kakak tidak pernah sembrono." ujarku.

ibu menaikkan alisnya pelan. senyum penuh amarah ia sunggingkan. seperti, hendak mengatai kakak. "mana ibu tahu. pagi tadi sudah ada disini. bahkan kepada sepatunya saja tidak bertanggung jawab. bagaimana kepada dirinya? dasar, anak nggak tahu diri."

aku merotasikan bola mata sempurna. beranjak ke hadapan ibu, lalu menyahut sepatu kusam itu. "biar aku yang kembalikan."

aku melangkah pelan. perlahan, kudengar deru nafasnya. agak keras, seperti sebuah melodi akan luka. piyama masih lengket di tubuh. sudahlah, kakak tidak akan menghina ku akibat piyama ini.

tok-tok.

tak ada jawaban.

aku menghela nafas. "kak, aku boleh masuk kan? sepatu kakak tertinggal di ruang tamu."

masih bungkam.

dia mungkin masih tertidur. maka dari itu, pelan tapi pasti ku putar kenop lawas yang terbuat dari besi murni itu. terlihat berkarat, sebab tak sering di buka-tutup oleh sang empunya.

lembaran mahoni tua tebal itu mulai menampakkan suasana di dalam.

kini aku layaknya berada di depan bingkai raksasa. di dalam sana kelam. temaram, juga beberapa sketsa pensil kakak yang tertempel di tembok.

sumpah!

seumur - umur aku nggak pernah masuk ke sini.

aku kembali melangkah. masuk, lalu menaruh sepatu kusamnya di bawah nakas. sebelum kembali, netraku menjelajah.

terlihat biasa, namun berkesan indah.

kamarnya temaram karena terasingkan. banyak sticky note yang sekedar di tempel. juga, karyanya yang sengaja terpampang indah. korden tua, juga satu tempat tidur yang kuno.

sederhana, layaknya kakak.

aku hendak berbalik. namun...

"ibu."

tercekat, sambil membelalakan mata. aku memutar sendi putarku menuju seseorang yang berbaring di kasur putih sana.

kaus putih pembungkus tubuh basah oleh keringat. juga rambut yang sudah teracak penuh. tangannya terkulai, dengan konsonan nafas tidak teratur.

aku maju.

menyentuh dahinya pelan.

panas.

ah, pasti akibat hujan kemarin. juga hoodi nya yang ia berikan untukku. kalau begini, aku juga khawatir. kenapa kemarin berlagak kuat menghadapi hujan. bodoh memang.

aku mulai menarik tanganku kembali. hendak mengompresnya,

hingga satu cekalan merenggut niatku.

"ibu."

aku tersenyum kecut.

betapa ia rindu pada ibunya.

betapa ia rindu pada ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

auto ngadopsi kak changbin jadi kakak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

auto ngadopsi kak changbin jadi kakak. kalo perlu di jadiin jodoh juga nggak papa.

aku iklhas mah

-TBC

// Der Verletzte ▪⭐ ft. Seo Changbin //

© half drunk author, 김 소 림 °▪

© half drunk author, 김 소 림 °▪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
°Der Verletzte ▪⭐ ft. Seo ChangbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang