CHAPTER 1

105 12 0
                                    


Hujan deras menguyur pemakaman pada sore itu. semua orang terlihat menggunakan pakaian serba hitam, berdiri mengelilingi pemakaman.

Aku berdiri disamping ayahku yang memayungiku dan dirinya. Dapat ku lihat, anak laki-laki dengan surai berwarna merah terlihat basah kuyup dibagian atas tengah menatap pemakanan sambil memegang bingkai foto ibunya. Ibuku memayunginya dari belakang agar dia tidak terlalu basah nantinya. Posisiku dengannya tidak terlalu jauh, hanya saja wajahnya tertutup dengan rambut basahnya membuatku hanya melihat sosoknya dari samping.

Aku menatap ke arah langit, awan-awan hitam mengelilingi permukaan diatas sana. Tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Hujan semakin derah, hingga kerumunan-kerumunan semakin sedikit karna pemakaman sudah selesai.

Aku berdiri tepat dibelakang anak laki-laki itu, dapat kulihat bahu kecil itu sedikit bergetar. Saat ingin menyentuhnya, ada sesuatu yang menyela. Tanganku ditahan oleh ibuku, aku menatapnya. Ibuku memberi isyarat kepadaku, seakan-akan dia berkata "Mungkin saat ini, biarkan dia sendiri"

Saat itu aku mengurungkan niatku. Aku membiarkan anak laki-laki itu menangis di hujan yang deras melihat sang ibu tercinta sudah dimakamkan didepannya.

Hari itu hari terakhir aku bertemu dengannya. Hingga beberapa minggu kedepannya aku mulai sibuk dengan jadwal privatku. Tidak ada kabar darinya, aku tidak bisa menghubunginya. Tidak ada tanda-tanda dia menghubungiku sekedar kabar. Aku sedikit khawatir tentang itu.

Aku berlari kencang setelah turun dari mobil. Ibu dan ayahku berteriak melarangku berlari tapi aku tidak memperdulikannya. Aku terus berlari didalam monsion mewah dikediamannya. Aku tidak perduli beberapa maid menjumpaiku berlari di lorong, kakiku hanya tertuju tempatnya berada.

BRUKK

Aku membuka pintu besar itu dengan nafas yang terengah-engah. Kulihat ayahnya yang duduk berdiri melihatku. tidak jauh dari sana, didepanku seorang anak laki-laki bersurai merah dengan kemeja putih dan celana hitam panjang menatapku bingung.

"[Name].." ucapnya.

Tidak dapat ku bendung lagi, aku menangis kencang sambil berlari ke arahnya. Aku memeluknya begitu erat. Kekhawatiranku saat itu tumpah begitu saja dibahunya.

"[Name], ada apa..?" ucapnya lagi.

Aku tidak memperdulikannya pada saat itu. aku terus memeluknya dengan tangisku. Syukurlah dia baik-baik saja. Setelah pemakaman ibunya, aku dengar dia selalu murung dan sedikit pendiam. Aku buru-buru menyuruh ibu dan ayahku untuk pergi ke kediamannya, hingga kini aku sedikit lega. Aku sudah bersama dengannya. Dia membalas pelukkanku. Aku tidak akan melepaskannya, aku tidak ingin dia terlihat kesepian setelah apa yang terjadi saat ini. Aku mengenalnya dengan baik.

Saat ini kami masih kelas 5 SD. Tentu kami sekelas. Kami disekolahkan bukan ditempat-tempat biasa, Kami bersekolah untuk orang-orang berkelas. Itu tuntutan dari keluarga kami. Kami diperintahkan untuk mengikuti beberapa les privat. Membuatku sulit menghubunginya akhir-akhir ini.

Sepadat-padatnya jadwalku, lebih padat lagi jadwa anak laki-laki ini. Apa lagi dia satu-satunya penerus perusahaan ayahnya nantinya. Sebagai penerus perusahaan, mau tidak mau kami selalu menurut perintah kedua orang tua kami.

REMEMBER (Akashi Seijuro x Reader)Where stories live. Discover now