Minnie Mouse

343 8 0
                                    

Udara masih dingin menggigit dan membuat siapa pun enggan untuk menyingkirkan selimut, termasuk Galuh yang merasa baru beberapa menit lalu memejamkan mata dan terlelap. Setelah menempuh perjalanan mengendarai motor kurang lebih 3 jam dari Depok menuju Bandung, ia merasa seluruh badannya pegal, lelah, dan kedinginan. Untuk yang terakhir itu memang karena kebodohannya sendiri yang berangkat dari indekos di Depok jam 11 malam. Ia tidak mengira akan disambut oleh cuaca di wilayah Dago Atas yang baru diguyur hujan dan dingin sampai level: ingin diselumuti oleh selapis kasur.

Kantuk dan selimut tebal masih memanjakannya untuk kembali ke alam mimpi, kalau saja suara perempuan yang bersenandung riang di luar kamar tidak mengusik tidurnya. Ia melirik jam weker glow in the dark di meja yang menujukkan pukul 05.15.

"Orang gila macam apa yang konser sepagi ini?" erangnya kesal di balik bantal.

Fly me to the moon... Let me play among the stars...

Nyanyian riang itu terdengar bersemangat. Frank Sinatra. Nini? Dengan mata masih terpejam, kening Galuh berkerut bingung karena di sepanjang ingatannya yang samar-samar, Aki dan Nini penggemar penyanyi beraliran swing itu. Tapi suara Nini tidak seperti yang didengarnya sekarang, empuk, merdu, bening, sungguh jazzy. Ia menajamkan pendengaran dan kini mendengar suara besi beradu dengan lantai. Tubuhnya bergerak dan tidur terlentang. Siapa di luar? 

Let me see what spring is like on Jupiter and Mars…

Dari kaca di atas pintu, Galuh bisa melihat cahaya redup masuk ke dalam kamarnya yang gelap. Senandung perempuan itu masih berlanjut. Galuh memaksa diri untuk membuka selimut, bangkit perlahan untuk duduk di tempat tidur, dan menggelengkan kepala berusaha menghilangkan kantuk. Ia penasaran siapa yang mengganggu tidurnya karena sepertinya mahasiswa yang indekos di tempat Nini tidak pernah sampai masuk rumah utama. 

You are all I long for all I worship and adore…

Galuh berdiri dengan mata setengah terbuka, menyeret kakinya menuju pintu, memutar kenop perlahan, dan melihat pemandangan yang tak lazim ada di pagi hari. Di depan kamarnya yang menghadap langsung ke ruang tamu, seorang gadis sedang berdiri di undakan tertinggi tangga besi, kepalanya mendongak, rambut lurusnya tergerai hingga punggung, tangan kanannya terjulur ke atas, memutar lampu pijar di dudukan lampu. Pinggul rampingnya sedikit bergoyang mengikuti irama lagu yang masih ia nyanyikan dengan gembira. 

Kemudian, meski Galuh memiliki cacat mata minus dua, cahaya remang-remang dari lampu dapur, dan kondisi langit di luar masih gelap, ia tetap mampu melihat kaki jenjang berbalut rok lebar motif bunga-bunga berenda dengan panjang sedikit di atas lutut yang kini terpampang di hadapannya. Agak ke atas tepatnya. Kulitnya bersih sewarna kuning langsat, mulus, dan…

In other words... I love you!

Gadis itu menyelesaikan senandungnya tepat setelah lampu terpasang. 

Galuh mengalihkan pandangan, memutar bola mata, dan menghela napas berat. "I love you too," gumamnya asal. Tangannya meraba dinding di dekat pintu kamar dan menekan saklar lampu. 

Lampu menyala.

Di tengah penglihatannya yang berusaha menyesuaikan dengan cahaya terang tiba-tiba, Galuh melihat tubuh gadis itu berputar cepat dan menatapnya dengan mata terbelalak. Sesaat, mereka bertatapan dalam keterkejutan. Seolah sadar oleh sesuatu, tangan si gadis refleks menutup rok bagian belakangnya dengan gelagapan. Sayang sekali, gerakannya itu malah membuat tubuhnya tak seimbang. Hanya dalam waktu sepersekian detik, gadis itu oleng, memekik kecil, tangannya menggapai udara kehilangan pegangan, dan terpeleset jatuh.

Galuh seketika terperanjat dan refleks menangkap tubuh gadis di hadapannya. Bobot gadis itu yang jatuh tiba-tiba membuat pijakan Galuh tak seimbang dan mereka roboh. Kepala Galuh membentur lantai, kening si gadis membentur keningnya. Ia merasa pusing seketika.

"Aaw…" desis gadis itu menahan sakit. Tubuhnya diam dan kepalanya merasakan pening tak terkira. Namun detik berikutnya ia sadar sedang dipeluk oleh orang asing yang berada di bawah tubuhnya. "Ya ampun.. ya ampun," desisnya panik dan buru-buru melepaskan diri. 

Sekali lagi, kecerobohannya saat kalang kabut untuk bangkit membuat kakinya menendang tangga besi. Kening Galuh berkerut, samar-samar melihat tangga besi itu yang oleng. Refleks ia merengkuh kepala si gadis ke dalam pelukan dan secepat kilat berguling menghindar. Suara besi membentur lantai terdengar keras dan memekakkan tepat di samping mereka.

Hening.

Galuh melepaskan pelukannya perlahan dan menatap mata gadis itu terpejam dengan kening berkerut ketakutan. Pelan-pelan, gadis itu membuka mata dan sedetik kemudian membelalak saat menatap Galuh yang kini berganti posisi. Ia sudah akan berteriak ketika Galuh membekap mulutnya.

"Ssstt! Jangan teriak!" desis Galuh galak. 

Gadis itu mengangguk patuh dengan napas tak teratur. Matanya melebar menyiratkan curiga dan waspada.

"Lo ngga apa-apa?" 

Karena tidak ada respon apa pun dari si gadis, Galuh melepaskan tangannya dan ia bangkit berdiri. Tangan kanannya memegang belakang kepala yang terbentur lantai dan tangan kirinya menyentuh kening yang terbentur kepala gadis yang kini masih terbaring kaku di lantai dengan kedua tangan menyilang di dada. Wajahnya pucat dan tegang.

"Kepala lo keras juga," ujar Galuh kesal. 

"Kamu siapa?" desis si gadis dengan napas tak teratur. "Mau apa di sini?" Maling? Mana mungkin maling sengaja menyalakan lampu, pikirnya lagi.

Kening Galuh berkerut. "Gue Galuh. Lo siapa?" Tiba-tiba ia ingat kalau Nini punya pengasuh yang tinggal di rumah ini juga. Otaknya mencoba mengingat siapa namanya.

"Galuh?" Gadis itu merasa pernah mendengar nama itu beberapa kali. "Cucu Nin?" ujarnya terkejut. Memori ingatannya langsung menyuguhkan sosok cucu Nini paling jutek di keluarga Sanjaya.

"Iya. Pita? Nama lo Pita, kan?" Galuh ingin memastikan ingatannya tidak salah. "Sampai kapan lo mau tidur di lantai?" 

Pita bergegas duduk dan memastikan roknya tidak ada yang tersingkap, lalu bangkit berdiri. Ia salah tingkah di hadapan pemuda yang masih kentara baru bangun tidur itu. Tubuh Galuh yang tinggi kurus hanya dibalut kaus longgar warna abu-abu dan celana training hitam. Rambut ikal pendeknya berantakan, keningnya berkerut pertanda kesal, ada bayangan gelap di daerah dagu, juga lingkaran hitam samar-samar di sekitar mata. Tampak kacau.

"Sorry." Pita menyentuh keningnya juga yang ternyata benar sedikit sakit. "Aku kaget." ujarnya pelan. "Gara-gara kamu ngagetin."

Tatapan Galuh menyipit kesal menatap Pita. "Lain kali kalau nggak mau gue kagetin, nggak usah konser pagi-pagi sambil pamer celana dalam Minnie Mouse!"

Selaksa Kerlip BintangWhere stories live. Discover now