Inilah Aku

947 3 0
                                    

Aku Fahlevi.Musim . . . Waktu . . . dan cinta . . .Semuanya datang dan mewarnai perjalanan hidupku. Indah memang, tapi kenapa selalu berakhir untuk melepaskan. Membiarkannya pergi karena suatu alasan dan keadaan yang tidak bisa di tentang. Kadang aku bertanya kepada diriku sendiri mengapa dulu aku memulainya? Mengapa dulu aku tidak menepisnya? Mengapa aku mengulur waktu? Mengapa tidak membalas rasa yang besar itu?Semua karena aku merasa ingin di cintai dan takut kehilangan.Aku belum memiliki tetapi aku begitu takut kehilangan, itukah rasa? Aku bahkan sudah memutuskan untuk tidak perna memulainya lagi, bukankah itu titik aman. Apakah ini yang juga diinginkan hatiku?Kurasa bukan.Sampai saat dia muncul seperti era yang baru. Memberiku spirit baru sekaligus membangkitkan semua kenangan lama. Apakah kulanjutkan lagi perjalanan hidupku atau memilih bersikukuh dengan trauma dan membiarkan aku membenci diri sendiri?


Inilah perjalanan kisah cintaku di dunia yang asing ini.

Oktober 2008.

"Aku tidak bisa Sam, aku belum bisa melupakan dia sepenuhnya. Bayang-bayangnya masih selalu mengikutiku."

Masih dengan alasan yang sama untuk ketiga kalinya, kukatakan kepada Sammy. Aku sepenuhnya belum bisa melupakan seseorang yang perna membuatku merasakan - inilah bahagia. Selain daripada itu aku belum begitu yakin apakah Sammy benar-benar dengan apa yang di katakannya. Dengan cintanya, ketulusannya.

Ruang di hati ini masih kosong, berdebu, hanya tertinggal jejak-jejak kita yang perna ada. Mungkin tak perna ada lagi yang bisa menggantikan kamu. Selamanya.

"Aku tulus Vi sayang sama kamu, aku tak tahu menjelaskannya bagaimana lagi," Sammy berkata lirih. Sampai akhirnya dia menarik tubuhnya lalu menghempaskannya di sandaran sofa di susul hembusan napas yang terdengar berat, perlahan tangan itu bergerak melonggarkan simpulan dasi di lehernya sembari melepas kancing teratas.

Sudah satu jam kami di sini, di ruang tengah apartemenku. Ini adalah kunjungannya yang kesekian kalinya setelah pertemuan pertama kami awal September lalu. Ingatan itu masih segar, waktu itu aku dalam penerbangan menuju Makassar, sebagai staf audit aku di tugaskan dalam kunjungan audit tahunan di kantor regional yang berada di Makassar. Bangun telat, dokumen yang tertinggal, sampai jalanan macet menjadi masalah yang saling berhubungan yang membuat aku menjadi penumpang yang paling terakhir menjejakkan kaki di pesawat yang sebentar lagi akan take off.

"Silakan."

Seorang awak kabin pria mempersilahkan kepadaku dengan senyumnya yang kuanggap hanya sebatas formalitas saja. Kuakui dia gagah, wajahnya yang bersih dengan bekas cukur yang masih membayang di sana, dengan tinggi sekitar 180 cm, dan postur yang tegap. Tidak meleset untuk ukuran seorang awak kabin.

Dan sampai saat aku akan meninggalkan pesawat, awak kabin tersebut tersenyum menghampiriku, memberiku secarik kertas bertuliskan pin blackberry massegernya. Tatapanku beralih ke papan nama di bagian kiri dadanya. Sammy.

Kami masih berada dalam pusaran diam. Cukup lama.

"Aku tak bisa memaksamu Vi, bagaimanapun besarnya rasa ini jika menjadi teman tak memisahkan kita, aku akan menjadi teman terbaikmu. Maaf membuat kamu tidak nyaman dengan semua permintaanku selama ini."

Sammy akhirnya memecah sekat kebisuan di antara kami. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tawar menatapnya, kulihat jelas kekecewaan berpendar di matanya yang bersih.

"Maafkan aku Sam," batinku.

"Boleh aku meminta untuk terakhir kalinya?" tanyanya kemudian.

"Apa?"

"Dia ingin memelukku? Menciumku? Atau..."

Cukup lama Sammy menjawab apa yang di inginkannya.

Unlimited Love 1 #CintaWhere stories live. Discover now