"Itu nasib kamu, jangan mengeluh."

Badan Jisung menegang, suara yang berbicara tadi sangat dia kenal. Tapi, masa iya dia?

Ragu-ragu dia menoleh ke belakang, tapi nggak ada siapa-siapa.

"Ah, gue terlalu takut kali ya sampe halusinasi begini?"

Jisung geleng-geleng kepala lalu kembali menghadap ke depan. Namun badannya mendadak membeku ketika wajah seseorang yang sangat ia kenal muncul tepat di depan wajahnya.

"Halo Jisung, kaget ya? Hehe. Kalo kamu kira aku udah tenang di alam sana, kamu salah. Aku bakal tetep disini sampai pelakunya ngaku," ucap Seungmin sambil menyeringai puas.

"SE-SETAN!"


●●●


Minho berdiri di dekat pagar pembatas rooftof sekolahnya untuk menikmati angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.

Menyendiri adalah pilihannya untuk saat ini. Setelah kematian dua sahabatnya, Minho berubah.

Sikapnya berubah dingin kepada siapapun yang berjumpa dengannya, termasuk kepada teman-temannya sendiri.

Minho memejamkan matanya, membiarkan angin sepoi-sepoi menerpa rambutnya.

Dia nyaman dengan situasi seperti ini. Dimana nggak ada orang yang mengganggunya.

"Hhh, kapan masalah ini bakal selesai?"

Minho bingung, bingung siapa pelaku yang sebenarnya. Awalnya dia nuduh Jisung, tapi lama kelamaan entah kenapa dia curiga sama Hyunjin. Tapi nggak lama dia malah curiga ke Felix. Eh besoknya malah curiga ke Changbin.

Pusing dia tuh.

Minho pingin banget cerita ke orang tuanya soal ini, siapa tau aja dapet solusi. Tapi dia nggak mau melibatkan orang tuanya sendiri, dia nggak mau orang tuanya kenapa-napa.

"Au ah, mending gue ke kelas, duduk di bangku, terus tidur. Eh, apa sekalian gue bolos, ya? Gue bolos aja lah."

Minho menatap langit sebentar lalu berbalik badan untuk turun. Tapi, dia malah mendapati salah satu temannya sedang duduk di kursi panjang dekat pagar pembatas.

"Sendirian aja, tumben gak bareng sama yang lain?"

"Lah, sejak kapan lo disitu?"

Orang itu mengedikkan bahunya acuh lalu berdiri dan menghampiri Minho.

"Lo curiga ke siapa?"

"Hah? Kok tiba-tiba bahas itu?"

"Gue nanya aja, siapa tau dugaan kita sama."

Minho menatap orang di depannya aneh. Kok firasatnya buruk, ya? Apa dia tetap disana untuk menjawab pertanyaan orang itu atau pergi dari sana?

"Kok malah bengong? Pertanyaan gue dijawab dong."

"Sorry, gue buru-buru."

"Eh, nanti dulu dong. Lo curiga sama gue, ya?" Tanya orang itu sambil menghadang Minho.

"Apaan sih? Minggir, gue mau balik ke kelas."

"Nanti dulu napa, kita bahas-"

"Gue bilang minggir, lo punya telinga, kan!

Nafas Minho memburu. Wajahnya memerah menahan emosinya yang hampir saja meledak.

Keadaan yang sempat hening itu tiba-tiba berubah mencekam ketika orang di depannya tertawa.

Bukan tertawa bahagia seperti yang biasa dia dengar, melainkan tertawa puas yang membuatnya merinding saat mendengarnya.

"Ketauan banget lo curiga sama gue. Haha, iya, emang gue pelakunya."

Mata Minho membulat kaget, nggak percaya sama apa yang dia denger barusan.

"J-jadi lo-"

"Gimana, akting gue bagus, kan?"

Minho memundurkan langkahnya ketika orang itu bergerak maju. Lalu orang itu kembali tertawa.

"Lo takut? Seorang Lee Minho takut sama gue? Tututu, jangan takut. Haha!"

"Lo udah gila?! Berhenti!"

Orang itu berhenti melangkah ketika melihat punggung Minho menabrak pagar pembatas. Kemudian dia terkekeh.

"Enaknya langsung gue dorong atau gimana, ya?"

"Gue gak nyangka lo sebusuk itu. Lo emang udah gak waras!"

"Alah banyak omong. Oh ya, ada pesan terakhir? Jangan kayak Kak Woojin yang malah ngelawan gue. Ya langsung gue bunuh, kan jadinya gak ada pesan yang harus disampein."

"Pesan gue?" Minho memasang senyum sinis. "Gue cuma mau lo berhenti, gak ada gunanya lo ngelakuin semua ini."

Orang itu mangut-mangut mengerti. "Oke, itu mau lo. Jadi, siapin nyali buat terjun ke bawah, ya."

●●●


Jeongin berjalan santai sambil mengantungi kedua tangannya ke dalam saku celana.

Sebenarnya dia lagi nyari Minho yang menghilang entah kemana. Padahal tadi bilangnya cuma mau ke toilet. Tapi udah hampir lima belas menit nggak balik-balik.

"Kak Minho kemana, sih? Kan aku nungguin dari tadi. Dasar tukang boong, bilangnya mau traktir makanan eh taunya malah ngilang," gerutunya sebal.

Sejenak dia berhenti untuk melihat anak-anak yang sedang bermain basket di tengah lapangan.

Tapi yang dia lihat malah Changbin yang lagi minum jus jeruk di pinggir lapangan dengan posisi kaki yang mirip seperti orang yang lagi duduk di warteg. Iya, kakinya naik satu.

Jeongin yang lagi bosen sendiri memilih untuk menghampiri temannya itu.

"Kak Changbin, bagi jusnya dong!" Teriaknya dan berhasil menarik perhatian semua orang yang ada disana.

"Beli ngapa beli."

Bibir Jeongin mengerucut. Dia berlari kecil untuk mempercepat dirinya kesana lalu merecoki Changbin.

Namun keinginannya gagal total.


BRUK!


Karena tubuh seseorang jatuh dari atas dan mendarat tepat di depannya.

Seketika teriakan histeris terdengar dimana-mana. Darah membanjiri daerah di sekitarnya.

Jeongin terbelalak kaget, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Tubuhnya langsung jatuh bersimpuh di depan mayat yang tergeletak di depannya, tak peduli dengan kakinya yang terkena darah.

"K-Kak Minho," lirihnya tak percaya. Seketika tangisnya pecah.

Changbin yang baru saja tiba di samping Jeongin menatap mayat Minho dengan wajah yang kaget luar biasa.

Kepalanya mengadah ke atas untuk melihat siapa yang berani mendorong Minho dari sana.

Tapi apa yang dia pikirkan langsung sirna, ketika melihat wajah temannya menatap syok mayat Minho yang sudah bersimbah darah.

"K-Kak Chan?!"

















Doubel up yeay.

Karena jumlah vote Chan sama Minho seri, jadi begini deh ceritanya.

[1] Who? | Stray Kids ✓Where stories live. Discover now