". . . Putus dari dia bukan akhir segalanya . . ."

16 0 0
                                    

Kokokan ayam membangunkanku pagi ini. Kulihat embun dijendela tanda hari masihlah sangat pagi. Rasanya aku tak ingin beranjak dari kasurku yang empuk ini. Rasa sakit tadi malam masihlah terasa untukku. Sakit saat melihat Robert menduakanku dengan temanku sendiri. Memutuskannya memanglah langkah yang harus ku tempuh dan telah ku lakukan, tapi harus kuakui aku mencintainya lebih dari diriku sendiri. Semua tak mudah bagiku.


Malas rasanya untuk pergi ke sekolah. Bertemu dengan Robert dan Vina kembali bukanlah hal mudah untukku. Sangat enggan untukku bertemu mereka yang telah begitu tega padaku, menyakit hati dan perasaanku, tapi untuk menghindar rasanya juga tak mungkin karena aku bukanlah pengecut. Tapi akan sangat menyakitkan bagiku saat aku melihat Vina dan Robert bermesraan seperti tadi malam, sungguh hatiku masih untuk Robert meskipun ia sudah teralu tega padaku, cinta itu masih belum berubah walau sudah seperti ini.


Aku bangun dari kasurku lalu bergegas pergi ke kamar mandi. Kubersihkan badanku lalu memakai baju seragam. Cukup lama aku mandi hari ini, rasa sakit itu membuatku tak bersemangat menjalankan hariku. "Akan aku lalui hariku yang berat ini, aku bukan PENGECUT," aku menguatkan diriku sendiri. Aku berfikir, aku masih punya teman-teman yang baik dan mendukungku, yang selalu baik terhadapku, dan yang paling penting bagiku, mereka bukanlah PENGKHIANAT seperti Robert dan Vina.


Apa salahku pada mereka?. Mengapa mereka begitu kejam padaku?. Air mataku mulai meleleh kembali. Mengingat kejadian tadi malam yang sungguh tak ingin ku bayangkan lagi. Membayangkannya saja rasanya ku tak sanggup, apalagi harus merasakannya untuk kedua kalinya.


Kulihat wajahku dikaca dekat lemari bajuku, terlihat mataku yang sembab karena menangis tanpa henti semalam, sebelum aku tertidur. Aku memikirkan bagaimana aku harus melupakan kejadian itu dan melupakan hubungan ku dengan Robert yang hancur karena orang ketiga.


"Aku janji, gaada sesuatu apapun yang ngalangin langkah kita, aku sayang kamu," kata-kata itu terniang di otakku, membuka sejuta kenangan indah saat masa-masa ku bersamanya, sebelum kehadiran Vina yang membuat semua berubah 180 derajat. Cerita cinta yang terukir indah di prasasti cinta, tercoreng cat hitam kelabu yang menodai semua titiknya.


Ku langkahkan kaki ku dengan berat pagi ini. Biasanya Robert selalu menjemputku di rumah dan pergi bersama ke sekolah, tapi sekarang aku harus pergi sendiri dengan bis tanpa ada dirinya lagi. "Terlalu banyak kenangan tentang Robert ,"pikirku. Entah kenapa pemikiran ku ini membuat aku semakin frustasi dengan keadaan ini. Aku sangat butuh orang yang dapat ku ajak bercerita tentang masalahku ini agar ada yang menguatkanku tuk tetap melanjutkan hari-hariku. Pikiranku menuju ke satu orang. "Emil ya Emil, harus curhat sama Emil," pikiranku menunjuk sahabatku yang juga sebangku yang sudah menemaniku sejak SMP.


Fikirku melayang tinggi, mengingat kejadian dahulu yang pernah terjadi yang ku rasa tak dapat aku lupakan, kejadian cinta yang dulu kurasa ia adalah jodoh yang dikirimkan Tuhan untukku.


Hujan deras melanda saat aku turun dari angkot, mengguyur pohon-pohon dan jalanan yang sedang sepi tersebut, hujanlah yang membuat tempat ini sedikit bersuara. Pohon-pohon yang tinggi besar menjadi pemandangan di dekat pintu gerbang kompleks ini. Aku lupa membawa payung, alhasil aku dan Robert segera berlari menuju pohon besar yang dekat pada kami.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 22, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HEART AND DISTANCE (INTERVAL)Where stories live. Discover now