"Lihat tatapan para pemujamu dan katakan aku akan selamat kalau berada disana lebih dari lima menit." Gumam si pemuda ringan tanpa merasa kesusahan dengan beban baru di punggungnya. Dia bahkan tidak merasa perlu untuk mengulurkan tangan ke belakang agar si gadis tidak terjatuh. Lagipula tangan dan kaki gadis itu melingkar erat di tubuhnya. Pemuda itu terus melangkah tanpa kehilangan irama langkah kakinya.

Bibir gadis manis itu mencebik saat meletakkan dagunya di bahu si pemuda. "Aku saja berani menunggumu di kampus, El. Pemujamu bahkan lebih menyeramkan daripada pemuda di kelasku. Pernah lihat tatapan mereka kalau melihat setiap perempuan yang dekat denganmu? Mereka seperti sanggup menelanku hidup-hidup." Gumamnya pelan.

Pemuda bernama Axel itu terkekeh geli saat mengulurkan tangan untuk mengacak rambut gadis yang bergantung di punggungnya. Dia tahu kalau apa yang dikatakan gadis itu memang benar adanya. Meski tidak suka, Axel mengakui kalau dirinya memiliki cukup banyak pengagum di kampusnya. Hal yang akan dibanggakan oleh pemuda lain, tapi bukan hal membanggakan baginya.

"Bedanya aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu, Kaly. Sedangkan kau pasti akan senang sekali kalau mereka berhasil menyentuhku. Kau memiliki kelainan karena selalu bahagia setiap kali aku mendapat kesulitan." Ucap Axel ringan tanpa kemarahan dalam suaranya. "Apa kau akan pulang ke apartemenku atau kuantar ke rumah Pa seperti biasa?"

"Sepertinya sama saja." Gumam gadis bernama Kaly itu pelan. "Ke apartemenmu saja. Lagipula Papa tetap akan menjemputku tidak peduli aku di rumah Uncle atau dirumahmu." Gerutunya sedetik kemudian.

"Kau manja sekali, little girl. Uncle hanya menyuruhmu pulang saat liburan panjang, selebihnya mereka yang akan mengunjungimu disini. Seharusnya kau bersyukur tidak harus pulang pergi hampir setiap minggu sepertiku. Aku bahkan sering lupa apakah aku pernah benar-benar berlibur atau tidak."

"Tempatmu lebih mudah dicapai, El. Dan itu tidak memakan banyak waktu atau tenaga kalau kau mau menggunakan jalan yang mudah." Tukas Kaly cepat.

Axel terkekeh pelan dan menghentikan langkahnya ketika mereka sampai di samping sebuah sedan perak mengkilat milik Axel. "Turunlah, Kaly. Aku tidak bisa menyetir kalau kau tetap menempel seperti ini."

"Papa selalu membawaku seperti ini." Ucap Kaly namun tetap melompat turun dengan lincah dari punggung Axel.

"Dengan cara lain, ya, aku juga bisa membawamu seperti tadi. Tapi tidak saat menyetir. Lagipula ruangnya tidak cukup untukku tetap menggendongmu seperti itu. Kau bukan lagi gadis lima tahun yang bisa dipangku, Kaly." Balas Axel yang tidak terlihat kesal dengan kemanjaan Kaly, "Masuklah." Ucap Axel kemudian setelah membukakan pintu untuk Kaly dan menahannya hingga gadis itu duduk di dalam mobil. Sebenarnya itu hanya alasan Axel untuk tetap melatih kemampuannya menyetir manual saat segalanya sudah berbasis automatic system.

Axel memutari mobil dan masuk ke kursi pengemudi. Deru lembut terdengar ketika mesin mobil menyala, dengan mudah Axel keluar dari tempat parkir dan meninggalkan gedung sekolah Kaly sesaat kemudian. Sedan perak itu bergabung dengan arus lalu lintas darat London yang padat sore itu.

"El?" Panggil Kaly pelan, nyaris terdengar ragu.

Axel melirik Kaly sejenak, "Ya, Kaly?"

"Tidak jadi." Gumamnya pelan.

Axel hanya tersenyum sebelum kembali fokus pada lalu lintas padat di depannya.

"El?" Panggil Kaly lagi.

"Ada apa, Kaly?"

"Uhm..."

"Kenapa? Tidak biasanya kau terdengar ragu saat ingin mengatakan sesuatu. Apa kau ingin mengaku dosa, Kalyca?"

Son of The DarknessWhere stories live. Discover now