Bulu kuduknya meremang ketika mendengar suara asahan pisau yang entah kenapa semakin mengerikan untuk didengar.

Jantungnya berdegup kencang seiring dirinya yang hampir sampai di pintu dapur.

Untuk berjaga-jaga, dia mengambil linggis yang entah sejak kapan ada di samping pintu.

"Ayo Woojin, jangan takut. Mungkin lo cuma halusinasi," gumamnya menyemangati diri.

Setelah memantapkan niatnya, dia membuka pintu dapur lebar-lebar hingga terbanting dan menimbulkan bunyi yang cukup keras.

Namun apa yang terjadi?

Linggis digenggamannya terjatuh, wajahnya kaget melihat siapa yang berdiri di samping meja makan dengan sebilah pisau digenggamannya.

"Halo kak Woojin, ada pesan terakhir?"

●●●

Jeongin berjalan santai sambil bersenandung kecil dengan dua kantung plastik di kedua tangannya.

Dia baru saja pulang dari minimarket untuk berbelanja bahan-bahan untuk memasak.

Jadi rencananya dia mau membuat makanan spesial untuk gebetannya. Tapi dia sendiri tidak bisa memasak, makanya besok pagi dia akan berusaha tanpa bantuan pembantu rumahnya.

Kenapa tidak naik motor? Karena rumahnya dekat kok, dekat juga dengan rumah Woojin.

"Loh, itu kak Hyunjin bukan sih?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Dia ngapain pake baju serba item gitu? Mau ngerampok apa gimana?"

Jeongin langsung menggelengkan kepala. "Mana mungkin, kak Hyunjin kan orang kaya."

Jeongin yang penasaran memilih untuk tetap diam disana dan mengawasinya, sesuai dengan yang diminta Woojin tadi siang.

Gerak-gerik Hyunjin biasa saja, tidak ada yang mencurigakan. Tapi yang dia bingung, sedang apa dia di depan rumah Woojin?

Jangan-jangan...

Buru-buru dia berlari ke rumah Woojin untuk memastikan temannya itu baik-baik saja.

Firasat Jeongin langsung tidak enak begitu melihat lampu rumah Woojin mati. Padahal rumah yang lain tidak ada yang mati lampu.

"Jeongin, lo ngapain disini?" Tanya Hyunjin terkejut.

Jeongin mendecih sinis lalu menggedor-gedor pintu rumah Woojin dengan panik.

"Kak Woojin, ini Jeongin! Buka pintunya!"

Jeongin terus menggedor-gedor pintu mengabaikan belanjaannya yang berceceran di tanah akibat ia lempar tadi.

"Kak Hyunjin, bantu dobrak pintunya."

Hyunjin yang sedang melamun terkejut. Dia mengangguk kaku lalu mengambil ancang-ancang untuk mendobrak.

"Satu."

"Dua."

"TIGA!"

BRAK!

Gelap. Itu yang mereka lihat. Jeongin tidak peduli lagi dengan rasa takutnya. Yang dia pikirkan saat ini adalah Woojin.

Kaki jenjangnya memasuki rumah Woojin dengan langkah lebar. Di belakangnya, Hyunjin mengikuti dengan wajah yang sama paniknya.

"Kak Woojin! Kak Woojin!"

"Jeong, kita mencar. Lo cari di sekitar ruang tamu sama kamar, gue ke belakang."

Jeongin mengangguk setuju. Baru saja dia hendak pergi ke kamar Woojin, atensinya beralih ke arah dapur yang terang benderang.

Jeongin dan Hyunjin langsung saling melempar pandang.

"Kak Hyunjin, kok bau anyir, ya?"

"Lo jangan bikin gue panik napa!"

"Kak Hyunjin punya hidung, kan? Makanya, makanan mulu sih yang diendus."

"Namanya juga manusia."

Jeongin menggeram emosi. Bicara dengan Hyunjin tidak ada habis-habisnya.

Karena itu dia memilih berjalan lebih dulu ke dapur untuk memeriksa apa yang ada disana.

"Jeong, gue takut sumpah. Firasat gue gak enak."

"Tinggal tunggu di ruang tamu apa susahnya, sih! Ngomong mul- AWW!"

"Jeongin, lo gapapa, kan?!"

Jeongin mematung di tempat. Kepalanya menunduk untuk melihat apa yang membuatnya terpeleset. Seketika wajahnya berubah pucat.

Darah.

"J-Jeong, i-itu.."

Jeongin mendongak, namun apa yang ia lihat membuatnya terkejut. Begitu juga dengan Hyunjin yang nampak syok.















Karena mereka melihat Woojin tergeletak di lantai. Dengan luka tusuk dimana-mana dan pisau yang menancap sempurna di kepalanya.

[1] Who? | Stray Kids ✓Where stories live. Discover now